Pagi hari,
Adit turun dari lantai dua dan berjalan kearah ruang makan. Nyonya Winda dan Tuan Dimas sudah berada di ruang makan, namun tidak seperti biasanya. Sebelum Nyonya Winda selalu mengajak sang suami berbicara, namun kali ini di ruang makan hanya ada keheningan semata. Tuan Dimas langsung berdiri saat makanannya sudah habis. Pria paruh baya itu langsung keluar dari dalam rumah, tanpa pamit pada Nyonya Winda. Biasanya Tuan Dimas mengecup kening sang istri, atau mencium bibir Nyonya Winda dengan singkat. Kali ini Tuan Dimas hanya diam dan pergi begitu saja dari ruang makan.
Nyonya Winda menatap suaminya yang benar-benar menjadi cuek padanya. Ia menatap Adit yang tengah makan di meja makan dalam diam. "Mau tambah?" tanya Nyonya Winda.
Adit menatap Ibunya, karena tidak biasanya sang ibu bertanya seperti itu. "Tidak, Adit sudah kenyang. Kalau begitu Adit permisi dulu, takut terlambat masuk kerja.." jawab Adit mencium punggung tangan ibunya.
Pria tampan itu keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil menuju kantor. Bi Siti mendekati majikan yang duduk di ruang makan. Ia merapikan piring kotor dan menatap Nyonya Winda dengan tatapan bingung. "Nyonya kenapa?" tanya Bi Siti.
"Tidak kenapa-napa, saya ke kamar dulu ya. Mau siap-siap untuk ke butik," jawan Nyonya Winda.
"Baik, Nyonya.." balas Bi Siti.
Nyonya Winda masuk ke dalam kamar dan bersiap-siap untuk pergi ke butik. Setelah rapi, Nyonya Winda langsung masuk ke dalam mobil, dan menjauh dari kediaman sang suami. Di perjalanan menuju kantor, Adit tengah memikirkan nasib kedua orang tuanya. Apa yang akan terjadi dengan mereka berdua? Apakah mereka akan bercerai karena ulah ibunya yang berselingkuh? Kepala Adit sudah dipenuhi banyak hal-hal negatif, apalagi ibunya memegang tangan sang kekasih tepat di hadapannya dan Tuan Dimas. Perasaan sangat sakit dan pastinya sang ayah lebih sakit dari yang ia rasakan.
Mobil berhenti di kantor milik sang ayah, Adit langsung masuk ke dalam kantor, karena dia tidak boleh telat. Masalah Tuan Dimas sudah sangat banyak, ia tidak ingin menambah masalah ayahnya. Ia akan berusaha tidak mengganggu ketenangan sang ayah. Adit masuk ke dalam ruang kerjanya, dan terlihat Tuan Dimas tengah duduk di sofa yang ada di ruang kerja Adit. "Ada yang bisa Adit bantu?" tanya Adit.
"Jangan sampai masalah keluarga kita diketag banyak orang. Cukup kita saja, dan ada saatnya Papa akan membela diri. Jika Papa sudah tidak tahan lagi dengan Mama mu, jangan pernah merengek untuk Papa mempertahankan wanita seperti itu. Untuk saat ini, Papa akan diam.." jelas Tuan Dimas.
"Baik, Pa.." balas Adit.
Tuan Dimas mengangguk dan langsung berjalan keluar dari ruangan anaknya. Adit menatap kepergiaan sang ayah, Tuan Dimas sangat terlihat kacau, namun paruh baya itu berusaha untuk tetap tegar dan tetap tenang. Pria tampan itu pun duduk di meja kerjanya dan mengambil ponsel miliknya untuk memberi kabar pada sang kekasih. Dia juga memberitahu akan datang ke restoran saat jam makan siang nanti. Setelah itu Adit mengerjakan pekerjaan nya, dengan fokus. Ia mengenyampingkan masalah keluarga terlebih dahulu dan fokus bekerja. Di sisi lain, Tuan Dimas duduk di meja kerja dengan pikiran yang sudah kemana-mana. Jujur, Tuan Dimas sangat mencintai Nyonya Winda, namun wanita yang ia cintai malah mengkhianatinya. Saat ini Tuan Dimas dalam keadaan hancur dan tidak ingin di ganggu oleh siapapun. Ia akan fokus bekerja dan mencoba melupakan masalah rumah tangganya yang sudah di ujung perceraian.
***
Pukul 11:00 WIB.
Adit masuk ke dalam mobil menuju restoran tempat sang kekasih bekerja. Hanya memerlukan beberapa menit saja, Adit tiba di tempat parkir restoran. Pria itu memarkirkan mobilnya tidak jauh dari pintu masuk restoran. Adit keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam restoran tersebut. Terlihat Putri tengah melayani pelanggan yang tengah ingin memesan makanan dan minuman. Oliv menghampiri adiknya dan menyerahkan buku menu pada, Adit.
"Kenapa? Kok mukanya kusut banget? Ada masalah di kantor?" tanya Oliv yang khawatir pada adiknya.
Adit menggelengkan kepalanya, "perasaan Kakak aja kali. Adit pesan yang kaya bisa kak," balas Adit.
Oliv mencatat makanan dan minuman yang biasa Adit beli. Ia menatap adiknya yang terlihat sangat kacau. Oliv mendekati Putri, "nanti kamu yang antar makanan ke Adit ya. Kamu tanyain dia kenapa.." bisik Oliv.
Putri menatap sang kekasih, dan ia mengangguk menyetujui ucapan, Oliv.
Makanan dan minuman pesanan Adit selesai, Putri berjalan kearah meja tempat kekasihnya duduk. "Silahkan dinikmati.." ujar Putri.
Adit menatap kekasihnya dan langsung tersenyum bahagia. "Terimakasih," balas Adit.
Putri membalas senyuman tersebut dan menatap kedua mata kekasihnya yang seperti tengah terluka. "Ada masalah?" tanya Putri.
"Gak, ya udah aku mau makan dulu ya. Laper banget ini, eh pulang kerja nanti aku anter pulang ya. Gak jalan dulu deh hari ini, soalnya aku banyak kerjaan di rumah.." balas Adit.
Putri mengangguk dan masih belum percaya pada kekasihnya. Ia yakin Adit tengah memiliki masalah, gadis itu mendekati sang kekasih. "Nanti cerita ke aku ya, biar perasaannya tenang.." bisik Putri yang langsung berjalan kearah dapur untuk mengantar pesanan pelanggan lainnya.
Adit menatap kekasihnya dan Putri memang tidak bisa dibohongi. Pria itu menghela napas dengan pelan dan memakan makanan yang ia pesan. Setelah makan Adit langsung membayar pesanan dan balik ke tempat kerjanya. Putri yang melihat kekasihnya sedari tadi diam, hanya bisa menghela napas dengan pelan. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat, gadis itu langsung berlari ke toilet karena ia takut darah akan mengalir di hidung. Bisa-bisa semua yang bekerja di restoran panik melihat keadaannya nanti.
Jam pulang bekerja,
Adit menunggu kekasihnya di depan restoran, terlihat Putri baru saja keluar dari restoran dan berjalan kearah mobil, Adit. Oliv sudah pulang lebih dulu, karena tadi perutnya terasa sangat sakit. Putri masuk ke dalam mobil dan mengecup punggung tangan sang kekasih. "Ayo pulang," ujar Putri.
Adit menganggukkan kepalanya dan menghidupkan mobilnya menjauh dari restoran tempat Putri bekerja. Di perjalanan, Adit hanya diam dan Putri langsung menggenggam tangan pria itu sangat erat. "Kenapa?" tanya Putri.
"Gapapa," balas Adit.
"Cerita ke aku, biar semuanya selesai sayang.." lanjut Putri mengecup punggung tangan kekasihnya.
Adit menghentikan mobilnya dan dekat taman yang masih lumayan jauh dari kompleks perumahannya. Pria itu menghela napas dengan kasar dan mengacak rambutnya karena frustasi. "Kenapa masalah di keluarga ku tidak pernah habis-habisnya?" tanya Adit sambil menatap Putri dengan raut wajah yang sangat lelah.
Putri menatap sang kekasih dan memeluk Adit yang seperti sudah ingin menangis. Dugaan Putri benar, setelah dipelukkan nya Adit langsung menangis. Pria itu memeluk erat tubuh kekasihnya, dan menumpahkan rasa sedih yang ia simpan di dalam hati seorang diri. Putri mengusap punggung Adit dan mencoba menenangkan pria tampan tersebut.
"Tenanglah, jangan menangis. Cerita pelan-pelan ya.." ujar Putri.
"Mama, berselingkuh dengan pria lain. Papa sudah mengetahui perselingkuhan Mama dan kedua orang tuaku sekarang tidak saling menegur satu sama lainnya. Apa yang harus aku lakukan? Apa kedua orang tuaku akan bercerai?" ungkap Adit yang benar-benar sakit mengetahui kelakuan sang ibu dibelakang sang ayah.
Putri terkejut dengan ucapan dari Adit, "tenanglah, semua akan baik-baik. Kedua orang tua kakak bakal baik-baik saja, mungkin itu ujian untuk kedua orang tua kakak. Semoga mereka bisa menyelesaikan masalah tersebut secara baik-baik. Jangan nangis lagi ya.." balas Putri.
Adit hanya diam dan terus saja menangis, setelah rasa sakitnya lumayan berkurang. Adit menghidupkan mobil miliknya kembali. Ia akan mengantar sang kekasih pulang ke rumah, dan dia hari ini tidak ingin keluar rumah setelah mengantar sang kekasih dengan selamat.
***
Adit memasukkan mobil-nya ke dalam garasi. Pria itu keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam kediaman kedua orang tuanya. Nyonya Winda tengah duduk di ruang tamu, dan tumben hari ini ibunya pulang cepat. Nyonya Winda mendekati Adit dan memegang tangan anaknya tersebut. "Papa kamu dimana? Kok dia belum pulang? Biasanya jam segini sudah pulang.." tanya Nyonya Winda.
"Papa ada kerjaan yang harus di selesaikan hari ini juga. Jadi Papa mungkin masih ada di ka--,"
"Masuk ke kamar, Adit. Kerjakan pekerjaan yang belum selesai.." sahut Tuan Dimas yang baru saja masuk ke dalam rumahnya.
Adit menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam kamar, sesuai ucapan dari sang ayah. Tuan Dimas berjalan kearah kamar, namun langkahnya terhenti saat Nyonya Winda menahan tangan Tuan Dimas. Pria paruh baya itu menatap tajam kearah Nyonya Winda, dan wanita itu sadar telah menyentuh tangan suaminya. Nyonya Winda melepaskan tangannya dan tersenyum kearah sang suami.
"Makanan udah aku siapkan, tadi aku masak makanan kesukaan kamu loh. Sele--,"
"Gak, aku mau istirahat. Badanku lelah," balas Tuan Dimas dengan ketus.
"Makan saja masakan kamu sendiri, tidak bisanya kamu makan. Tumben pulang cepat, biasanya lupa waktu kalau bareng selingkuhan.." lanjut Tuan Dimas yang langsung berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Nyonya Winda sudah merasakan perubahan drastis dari sang suami. Tidak biasanya Tuan Dimas menolak makanannya dan dipastikan Tuan Dimas sudah membenci dirinya, karena ulahnya sendiri. Adit yang melihat dari lantai dua hanya bisa diam dan menatap pertengkaran kedua orang tuanya. Ia menghela napas dengan pelan dan masuk ke dalam kamar. Ia memilih untuk menelepon Putri agar masalah yang ia hadapi perlahan bisa ia lupakan. Pilihan Adit memang benar, berbicara dengan Putri membuat masalah yang ia hadapi perlahan ia lupakan untuk sementara waktu. Putri menyemangatinya dan berjanji tidak akan memberitahu Oliv tentang masalah kedua orang tua Adit dan Oliv.
Di sisi lain, Tuan Dimas tengah berada di dalam kamar mandi dan menatap dirinya di pantulan kaca. "Apa yang harus aku lakukan? Melepaskan atau tetap bertahan?" gumam Tuan Dimas pada dirinya sendiri.
.
To be continued.