"Apa kamu mau video call?" ajak Davit dengan berusaha mencari solusi yang terbaik untuk Clarin.
"Enggak mau, aku tetap merasa sendirian. Video call cuma virtual, aku tetap sama, tetap sendirian di kamar ini, tetap ketakutan, cuma mulutku aja yang bisa bersuara, hatiku masih gak tenang." Clarin menolak, ia tidak membutuhkan itu, tetap saja sama. Hanya virtual saja. Tidak ada yang beda, nyatanya ia masih sama, masih sendirian di kamar tanpa ada orang yang menemaninya. Ia tidak membutuhkan itu, yang ia butuhkan hanyalah teman untuk menemaninya.
"Aku butuh kamu, aku mau kamu ke sini untuk nemenin aku, bisa? Cuma kamu yang bisa bantuin aku, aku gak tau harus sama siapa lagi aku minta tolong. Aku ketakutan, Davit."
Clarin memohon dengan nada melirih, Davit yang mendapati seperti itu langsung bingung. Evelyn belum membaik, Davit masih mempunyai janji kepada Evelyn, tetapi Clarin juga penting.
"Aku—"