"Kita harus menyelesaikan masalah ini, Davit. Kita gak boleh lari dari masalah, kita gak boleh menganggap semuanya ringan dan mudah. Kamu harus menandatangani kontrak ini, dan kita akan bebas dari pernikahan konyol ini. Kita akan bebas dari sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan."
Davit menggeleng lemah. Pria itu mencari cara bagaimana mengatasi ini semua. Ia mencintai Evelyn. Ia menginginkan pernikahan ini. Pernikahan ini adalah pernikahan impiannya, bukan pernikahan yang tidak diharapkan.
"Aku gak mau, Evelyn. Aku gak mau pernikahan ini kita anggap mainan. Aku gak mau pernikahan yang suci yang Tuhan berikan ke kita, kita anggap bahan bercandaan. Ini semua gak lucu. Menikah itu hal yang sakral, Evelyn. Menikah itu sekali dalam seumur hidup."
"Lebih gak lucu lagi kalau kita menikah dengan suci, lebih gak lucu lagi kalau kita menikah dengan pernikahan konyol itu. Ini jalan satu-satunya supaya kita bisa menyelesaikan masalah kita, Davit. Ini penyelesaian untuk semua masalah kita. Kita harus bertindak cepat sebelum pernikahan ini terjadi. Kita harus bertindak cepat supaya kita gak kejebak pernikahan ini. Aku gak pernah punya rasa lagi sama kamu setelah perpisahan kita. Kita udah punya kehidupan masing-masing dan sama sekali tidak bisa disatukan lagi, tidak bisa bersama-sama lagi."
Davit memijit pelipisnya, pria itu terasa pusing. Semuanya jauh dari perkiraan. Semuanya jauh dari ekspetasi.
"Pernikahan ini bukan masalah, Evelyn. Justru kamu sendiri yang membuat masalah dengan cara membuat perjanjian seperti ini. Ini semua salah, kita gak boleh melakukan kesalahan ini. Pernikahan itu sakral hukumnya. Pernikahan itu ibadah yang gak seharusnya kita permainkan. Aku gak mau kalau kita mempermainkan pernikahan. Aku gak mau tanda tangan kontrak itu."
Evelyn berdecak sebal, seharusnya ia tidak menyetujui perjodohan itu. Sekarang semuanya menjadi ribet. Sekarang semuanya membingungkan.
"Aku gak cinta sama kamu, Davit. Aku mau hidup dengan kekasihku, aku gak mau hidup sama kamu. Aku mau menghabiskan hidupku bersama dengan dia. Aku mau menjadi istrinya dia, tapi karena perjodohan ini aku gagal menikah dengan dia. Karena perjodohan ini aku gagal mendapatkan suami seperti dia. Kamu jangan egois, aku berhak mendapatkan suami yang jauh lebih baik daripada kamu, aku berhak bahagia, aku berhak hidup bersama dengan dia. Aku gak mau hidup sama kamu, Davit. Aku gak mau menikah dengan kamu. Aku melakukan semua perjodohan ini hanya karena menyetujui permintaan ibuku yang sakit."
Davit terdiam, ada rasa sakit yang teramat dalam di hatinya. Rasa sakit yang sama sekali tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Evelyn tidak menginginkan pernikahan ini, seharusnya Davit paham dari awal. Evelyn tidak mengharapkannya, seharusnya Davit jangan terlalu banyak berharap. Evelyn mencintai pria lain, seharusnya Davit tidak menginginkan Evelyn kembali.
Benar kata orang, berharap dengan manusia merupakan patah hati yang luar biasa. Seharusnya Davit tidak berharap dari gadis yang sudah membuatnya sakit hati. Seharusnya Davit tidak berharap dengan gadis yang pernah menduakannya. Seharusnya perjodohan ini tidak terjadi. Seharusnya semua yang ia harapkan tidak terjadi.
"Aku udah gak ada perasaan apapun sama kamu, Davit. Udah gak ada rasa cinta sama sekali di hatiku untuk kamu. Aku ingin kita menikah sesuai dengan perjanjian. Aku ingin kita berpisah setelah satu tahun kita menikah. Pernikahan ini hanya untuk menyenangkan hati orang tuaku yang sakit. Pernikahan ini pernikahan paksaan, seharusnya kamu tahu itu. Seharusnya kamu tidak mengharapkan apapun sama aku. Aku mencintai pria lain. Aku mencintai kekasihku. Aku ingin hidup bahagia selamanya dengan dia."
Cukup, sudah cukup semuanya. Davit tidak mau mendengarkan apapun lagi. Davit tidak mau mendengarkan tentang pernikahan atau apapun lagi. Hatinya sudah kecewa, hatinya sudah sakit dan tidak baik-baik saja. Semuanya adalah kesalahan. Davit akan menyetujui semua keinginan Evelyn.
"Oke, aku setuju. Aku setuju dengan semuanya. Aku gak akan menyentuh kamu, kamu bebas dari aku setelah menikah. Kita mempunyai kehidupan masing-masing, kita udah gak punya hubungan apapun lagi."
Davit langsung meraih kertas tersebut dan menandatangani kontrak sesuai keinginan Evelyn.
"Kamu bebas," ujar Davit sambil membuka pintu dan keluar dari mobil keramat itu.
***
"Kalian dari mana saja? Kami menunggu lama loh," ujar Nyonya Gracia membuat Evelyn dan Davit sama-sama diam.
"Dari mobil, Bu. Aku sama Davit lagi bahas pernikahan kita," sahut Evelyn dengan jujur.
Bukankah itu semua benar? Mereka memang membahas pernikahan. Mereka memang membahas semuanya. Pernikahan kontrak lebih tepatnya.
"Bagus kalau kalian sudah membicarakan soal pernikahan. Ibu harap kalian bisa menjadi suami istri yang saling membantu. Ibu harap kalian semua bahagia dengan perjodohan ini. Tumbuhkan kembali rasa cinta di hati kalian. Tumbuhkan kembali rasa sayang di hati kalian, ibu yakin kalau kalian pasti bisa mencintai satu sama lain lagi, karena kalian pernah terlibat perasaan sebelumnya." Nyonya Gracia sangat bahagia, ia senang melihat putrinya akan menikah dengan seseorang yang menjadi pilihannya.
"Besok kalian berdua akan fitting baju pernikahan, ibu harap kalian berdua bisa bekerja sama ya. Pilih baju pernikahan yang memasuki kriteria kalian. Pilih baju pernikahan yang kalian inginkan." Nyonya Camilyn mengatakan demikian. Ia juga sangat senang, akhirnya putranya bisa menikah dengan gadis yang ia sukai. Akhirnya putranya bisa menghapus semua trauma masa lalu itu.
"Iya, Bu."
***
Evelyn hanya diam ketika sampai di rumah. Ibu dan ayahnya memerintahkan dirinya untuk tinggal di sini sampai pernikahan selesai. Mereka menginginkan Evelyn supaya lebih terjaga dan terawasi.
"Gimana, Evelyn? Kamu udah suka lagi apa belum sama Davit?" tanya Nyonya Gracia dengan nada menggoda.
Evelyn yang sedang dalam kondisi hati rendah pun hanya diam saja, membiarkan ucapan dan ledekan ibunya itu.
"Kamu kenapa? Orang kalau mau menikah itu seharusnya senang, orang kalau mau menikah itu seharusnya bahagia. Masa kamu jadi seperti ini? Masa kamu jadi gak mood seperti ini?" tanya Gracia yang mulai menghibur Evelyn.
Evelyn semakin diam. Gadis itu tidak tahu harus bagaimana. Gadis itu sama sekali tidak tahu harus seperti apa. Apakah ini semua benar-benar akan terjadi? Evelyn menginginkan Robert, Tuhan. Evelyn menginginkan menikah dengan kekasihnya itu, bukan dengan Davit yang notabenenya adalah mantan kekasih.
Evelyn sebenarnya ingin mengenalkan Robert dengan orang tuanya, ingin meminta kepastian kepada pria itu. Evelyn ingin dilamar, ingin melangsungkan pernikahan. Ingin merasakan seperti teman-temannya yang dengan mudah menikah dengan kekasih yang mereka semua cintai. Tapi setiap kali Evelyn meminta kepastian Robert selalu menjawab belum siap padahal usia Robert jauh lebih dewasa daripada Evelyn.
Setiap kali Evelyn ingin mengenalkan Robert dengan orang tuanya, Robert selalu bilang belum siap juga. Seolah-olah Robert tidak mengharapkan itu semua, seolah-olah Robert tidak menginginkan hal yang sama dengan Evelyn. Seolah-olah Robert hanyalah menginginkan hubungan sebatas kekasih, tidak lebih.