Aku mengurung diri di dalam kamar, merebahkan diri dalam posisi miring membelakangi pintu. Biasanya jika bersedih seperti ini aku akan berbaring tengkurap agar jika aku menangis maka tangisanku akan teredam oleh bantal, tapi sekarang aku tidak bisa melakukannya mengingat ada kehidupan lain di dalam perutku. Padahal aku ingin menangis sejadi-jadinya sekarang setelah mendengar pengakuan Zero tadi yang sangat menyakitkan hatiku.
Aku mendengar suara pintu yang diketuk seseorang dari luar, tentu saja pelakunya sudah pasti Zero. Aku memang sengaja mengunci pintu karena aku tak ingin dia masuk ke kamar. Aku sedang marah padanya dan aku ingin menyendiri sekarang. Menata hatiku kembali yang terasa tercabik sakit karena pengakuannya yang selalu berdekatan dengan gadis lain tanpa sepengetahuanku.
"Giania! Aku mohon buka pintunya!"