Di ruangannya, Pak Luhut menundukkan kepalanya dan meletakkan stetoskopnya. Dia melirik Tito yang masih merapikan pakaiannya. Mereka sudah saling kenal selama lebih dari 20 tahun. Dia tahu Tito dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Apa pun yang terjadi, Tito selalu mempertahankan penampilannya yang elegan dan arogan. Pak Luhut tidak pernah melihatnya dalam keadaan cemas.
"Bagaimana jika aku benar-benar meminjam peralatan tersebut?" Pak Luhut dengan sengaja bertanya seperti itu, meskipun agak tidak mungkin.
Pertama, akan ada kesulitan saat pengiriman, dan rumah sakit di ibukota pasti juga butuh untuk melakukan operasi. Pak Luhut tidak tahu berapa banyak orang di seluruh negeri yang pergi ke dokter. Mereka semua sakit. Dalam menghadapi kematian, tidak ada yang lebih penting, dan rumah sakit juga harus mempertimbangkan.
Tito mengenakan mantelnya, "Paman adalah dokterku. Paman lebih tahu dari aku tentang ini." Dia tersenyum.