Baixar aplicativo
1.04% Anindira / Chapter 3: Pria dingin

Capítulo 3: Pria dingin

Nida menghentikan mobil Kin di halaman parkir Apartemen milik Dira.

"Biarkan aku yang menggendongnya." kata Kin, Nida mengangguk, dan berjalan menuju lantai 11 dan membuka kamar nomor 111,

"Masuk kin!" Kin masuk dan menidurkan Dira di sofa, Nida masuk kedapur dan mengambil dua kaleng minuman dan memberikannya kepada Kin.

"Terimakasih telah mengantar kami pulang, Aku Nida dia Dira." Kata Nida, Kin mengangguk dan tersenyum,

"Sama- sama, kebetulan aku kesana tadi hendak menemui teman lamaku. Tapi lama sekali tidak kunjung datang, aku bosan menunggu dan bertemu kalian." Kata Kin,

"Apapun itu terimakasih dan maaf tadi bibir Dira main nempel saja di pipimu dan juga bibirmu." Nida sedikit merasa tidak enak dan pipinya tiba - tiba merona, mengingat ciuman panas Dira, Nida menggaruk- garuk kepalanya yang tidak gatal dan nyengir sendiri.

"Owh tidak masalah, aku pamit." Ucap Kin, Nida mengangguk lalu memberikan paspor serta kunci mobil Kin dan mengantarnya sampai pintu.

"Dira kamu cari masalah hari ini, untung saja bertemu dengan orang baik, kalau tidak, kita akan mati." Nida berguman sendiri dan akhirnya tidur dikarpet yang di gelar di samping sofa, mereka tertidur hingga pagi menjelang siang artinya hampir tengah hari.

Dira memegang kepalanya yang sakit dan segera kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Dira mengerutkan keningnya karena mencium bau parfum lain di tubuhnya.

Sementara Nida berada di dapur membuat Nasi goreng untuk makan mereka, Nida duduk dan makan tanpa menunggu Dira, tidak lama Dira muncul dan bergabung di meja makan.

"Dira, kamu ingat tidak kejadian semalam?" Nida menyelidik, dan benar saja Dira menggeleng, Nida menarik napas panjang,

"Semalam aku minum dan tidak mengingat apa- apa lagi, tapi di tubuhku tercium bau parfum lain dan ini bukan bau parfum kamu," Jawab Dira polos,

"Kamu memang polos saat normal tapi gila disaat kamu mabuk." Dira menghentikan makannya, "Apa yang terjadi padaku?" Dira menatap Nida tajam.

"Kamu memeluk dan mencium orang asing, bahkan kamu membuka jasnya dan kancing kemejanya, memelas meminta ciuman bahkan minta di tidurin." mata Dira melotot kaget dan sampai menjatuhkan sendoknya kelantai.

"Yang benar?" Dira bertanya lagi, "Itu benar adanya." wajah Dira merah seketika.

"Untung saja orangnya tampan jadi aku biarkan saja, kamu sangat nyaman dipelukannya." Dira melotot kearah Nida,

"Kamu membiarkannya?" Nida mengangguk dan tersenyum menggoda,

"Bahkan aku menutup tirai mobil selama 10 menit, entah apa yang kalian lakukan selama 10 menit itu, hingga kamu tertidur pulas,"

Dira "...???..." matilah aku... semoga di masa depan aku tidak pernah melihatnya lagi, rasanya Dira ingin menangis.

"Kamu tau, bibirmu mencium bibirnya dengan rakus, membuatku ingin segera pulang bertemu Daniel dan melakukan dengannya,"  Nida pipinya merona, sementara Dira menutup mulutnya,

Ya Tuhan...

Suara ponsel Dira berbunyi, Dira meraih ponselnya di meja lalu mengangkatnya, "Iya bu..." Nida tau siapa yang menghubungi Dira, Nida hanya diam mendengarkan,

"Hari senin, surat cerai selesai, kamu dan anak saya  bisa melaksanakan pernikahan." Seketika Dira terdiam membeku, secepat itukah dia meninggalkan Rey?

"Dira...kamu masih mendengar saya?"suara Maya membuyarkan lamunan Dira,

"Iya bu, saya masih mendengarnya," Jawab Dira pelan,

"Bagus, besok fitting baju pengantin dan kalian akan segera menikah." Jleb... Dira tidak bisa berkata apa- apa, tubuh Dira melemas seketika.

"Kondisi Rey semakin membaik, nanti saya kirim vidionya, dan kamu juga tidak bisa ingkar dari janjimu, menurutlah!" Dira tersenyum pahit,

"Baik hanya itu, kami menunggumu di butik Vedora besok jam sepuluh." sambungan telpon terputus tanpa menunggu jawaban Dira, lalu tidak begitu lama sebuah pesan masuk,

Dira memutar sebuah Vidio kiriman Maya, Lalu melihatnya dengan mata berkaca, "Kamu pasti sembuh Rey, apapun akan aku lakukan untuk kesembuhanmu, semoga setelah aku meninggalkanmu, kamu mendapatkan kehidupan baru nantinya dan membuatmu bahagia mesti tanpa aku." Gumam Dira, namun masih terdengar di telinga Nida hingga Nida ikut menitikan air matanya.

"Semua pengorbananmu tidak akan sia- sia Dira, aku saksi hidupmu, betapa aku salut padamu, mungkin kalau orang lain berada di posisimu tidak akan melakukan hal yang sama sepertimu, termasuk aku, aku juga belum tentu sepertimu." Nida mengusap punggung Dira,

"Terimakasih, kamu telah memberi warna dalam hidupku Nida... mungkin jika kamu tidak ada, aku tidak akan sekuat ini."Dira memeluk tubuh sahabatnya.

Menjelang sore, Nida pamit dan Dira berakhir sendiri memeluk kakinya, menatap keluar Apartemen lewat jendela,

Hampa, kosong, sakit, tapi tidak bisa berbuat apapun selain mengikuti permainan kehidupan yang sedang mempermainkannya.

Sesuai dengan yang di janjikan, Dira menggunakan taxi menuju butik Vendora. Tepat pukul sepuluh Dira sampai di butik, Maya menyambut Dira dengan senyumannya, lalu menggandengnya masuk ke dalam butik, Dira tidak berbicara banyak dan saat duduk di sofa, Dira mendapati seorang pria duduk di sana, Dira memilih diam tidak mempedulikannya.

"Ezza... Cepat coba bajunya!" suara Maya yang tengah sibuk meneliti gaun pesanannya, memanggil nama Ezza,

Pria di sebelah Dira berdiri, berjalan dengan malasnya namun tidak membantah atau berbicara apapun, setelah pria itu masuk, Dira baru sadar kalau itu adalah calon suaminya.

Pria dingin itu? Akh sial, akan seperti apa jadinya hidupku? pikiran Dira berkecamuk.

"Dira sini!" suara Maya menggema kembali, Dira segera bangun dan menghampiri Maya, Maya menyerahkan gaun pengantin berwarna putih, tanpa melihat modelnya, Dira menerimanya dan masuk ke ruang ganti.

"Kalau sudah selesai coba kesini Dira, biar saya melihatmu!" Dira keluar dengan gaun pilihan Maya, seketika Maya terbelalak, melihat kecantikan Dira,

"Kamu cantik Dira," Dira memaksakan senyumnya, ya tentu saja senyum palsu, tapi terlihat manis di mata Maya.

"Kalian serasi," wajah Maya cerah, secerah matahari pagi.

"Tapi apa saya pantas untuk..." Dira tidak melanjutkan kata- katanya.

"Kamu pilihan terbaik saya jadi, kamu pantas."

Fitting baju selesai, dan Maya menyuruh Ezza mengantar Dira pulang, lagi- lagi Ezza hanya diam dan membukakan pintu samping kemudi untuk Dira, lalu menutupnya kembali setelah Dira masuk.

Di sepanjang jalan Dira hanya diam seribu bahasa, hingga suara pertama Ezza keluar dari mulutnya.

"Kamu orang pertama yang berhasil meluluhkan hati mama, bahkan dia rela membelimu dengan harga 2M." Suara itu terdengar santai tapi menusuk hati, Dira masih terdiam karena itu benar adanya.

"Kamu sama saja dengan gadis lainnya di luar sana, matre..." vonis Ezza menilai Dira. Sungguh menyakitkan, Ezza tertawa menatap Dira, "Sungguh lucu... mukamu polos tapi hatimu tidak." Ucapnya sinis.

Dira hanya diam menatap lurus kejalan sambil menahan dadanya yang sesak.

Ezza mengingat baik kejadian malam itu, ketika mamanya menghubungi asistennya,

"Masukan uang 2 M itu untuk bayaran Dira, untuk di pergunakan seperlunya!"

kata - kata itu selalu terngiang di telinga Ezza hingga tumbuh kebencian terhadap Dira.

Mobil berhenti sesuai alamat yang di beritahukan Dira kepadanya, Dira segera keluar,

"Apa yang kamu dengar belum tentu yang sebenarnya, terimakasih Tuan," hanya itu yang keluar dari mulut Dira, kemudian Dira setengah berlari masuk ke dalam lift dan setelah pintu lift tertutup air matanya meleleh tidak tertahankan. Dadanya begitu sakit mendengar kata- kata pedas dari mulut orang yang akan menjadi teman hidupnya.

Dira menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur dan menangis sampai sesenggukan. 

Yang Dira lakukan selanjutnya memutar Vidio Rey... di hapusnya air mata Dira lalu tersenyum, melihat laporan perkembangan Rey semakin membaik.

"Kamu akan baik- baik saja Rey... Dan aku akan pastikan kamu seperti sebelumnya." gumam Dira,

"Ma'af sesuai janjiku, aku tidak akan menemuimu lagi, hanya do'a terbaikku selalu menyertaimu,"

Dira beranjak ke kamar mandi, untuk membersihkan diri, lalu bersiap- siap untuk tidur.

Dira meroba memejamkan matanya tapi, tetap saja matanya bening seperti habis minum beberapa gelas kopi saja, Dira berakhir membuat mie rebus dengan telur yang ikut masuk kedalam kuah mie.

Dira memakannya dengan lahap, sambil menonton Drakor di ponselnya. Setelah kenyang, baru Dira dilanda ngantuk dan tertidur di sofa.


PENSAMENTOS DOS CRIADORES
Yanti_Wina Yanti_Wina

Selamat membaca ...

Up lagi yach...

semoga suka, ma'af masih banyak typo.

Capítulo 4: Surat cerai

Matahari menampakan sinar cerahnya. Tapi berbanding terbalik dengan suasana hati Dira, dia menggenggam surat cerai dengan tatapan kosong dan segera menghubungi Ayahnya Rey...

"Ayah, Dira ingin bicara, apakah bisa datang ke kafe sekarang?" nada suara Dira ragu, karena Ayah Rey orang yang sangat sibuk, tapi hanya Ayah dan adik Rey yang bisa Dira hubungi dan bisa di ajak bicara baik- baik.

Sa'at tau Rey sakit, Ayah Rey sempat membiayai pengobatan Rey namun, karena di ancam istrinya akan menggugat cerai dan akan menjodohkan Lina dengan laki- laki pilihannya jika memberikan uang untuk pengobatan Rey, dengan terpaksa Ayah Rey menghentikan pengobatan Rey.

"Ayah akan datang, Ayah berangkat sekarang." jawab Surya, Surya tidak tahu kalau istrinya menguping pembicaraannya di telpon.

Surya di temani Lina berangkat ke kafe tempat dimana Dira menunggunya.

"Maaf Ayah, Dira tidak berani mengunjungimu kerumah karena..." Surya mengangguk pelan dan tersenyum, mengerti apa yang di takutkan Dira.

"Silahkan duduk, Ayah, Lina." mereka duduk serempak, Dira segera menyodorkan map kepada Surya, sambil matanya berkaca- kaca lalu berbicara pelan,

"Ayah maaf, Dira menyerah untuk Rey." Dira terdiam sebentar dan melanjutkan kembali,

"Rey memerlukan biaya banyak, beberapa hari yang lalu, Rey memerlukan uang kurang lebih dua ratus juta, Dira sudah tidak sanggup mencari uang sebanyak itu, jadi Dira menjual diri Dira 2M untuknya." Di saat Dira berbicara menjual diri 2M di saat itulah Ibu Rey datang, dia dengan brutal menampar dan memukul Dira berkali -kali.

"Dasar wanita murahan, wanita jalang, wanita kotor, setelah Rey tidak berdaya kamu malah jual diri, wanita sialan." umpatnya, Dira hanya terdiam, menangis tanpa suara, mata Ibu Rey berakhir di map yang di letakan di meja lalu mengambilnya, melihat surat cerai di dalamnya, Ibu Rey semakin murka dan hendak memukul Dira lagi, namun segera di cegah Surya dan anak buahnya, lalu membawa pergi Ibu Rey.

"Maaf Kak," Lina yang panik segera mengobati bibir Dira yang mengeluarkan darah, Dira hanya tersenyum dan menggeleng.

"Aku pantas mendapatkannya," Lina memeluk Dira erat, Dira mulai bersuara lagi,

"Walaupun Dira sudah melepaskan Rey, Ayah jangan khawatir, uang yang 2M itu untuk pengobatan Rey, dan jika Rey belum sembuh tapi uang itu habis, Rey akan tetap di obati." Surya menitikan air matanya,

"Bagaimana jika Rey sembuh dan kamu tidak di sampingnya? Apa yang harus Ayah katakan padanya?" tanya Surya menatap Dira,

"Dira yakin, Rey akan menemukan hidup barunya yang lebih baik tanpa Dira, Dira lebih bahagia jika melepaskan Rey, tapi tetap memberikan kehidupan padanya Ayah, daripada menggenggamnya tapi tidak membuatnya hidup, Dira tidak mau egois Ayah." Seketika tangis Surya dan Lina pecah,

"Maaf Ayah terlalu menurut pada ibu Rey, sehingga harus mengorbankan kalian," Surya memeluk Dira.

"Ayah tidak salah, kami hanya menikah beberapa jam saja dan kalian sudah lebih dari 20 tahun, wajar saja Ayah mempertahankannya, lagian Lina, dia tidak harus menjadi korban juga, Ayah." Dira mencoba menenangkan hati Surya,

"Kamu akan selalu jadi putriku bagaimanapun jalan yang kamu pilih sekarang," Surya menegaskan.

"Terimakasih Ayah, sehat- sehat kalian semua dan semoga Rey akan segera sembuh dan jika Rey sembuh, jangan katakan apapun! biarlah Rey tau seperti yang Ibu tau. Jadi, Rey akan membenci Dira  dan segera melupakan Dira." Pesan Dira pada Surya dan Lina.

"Tapi Dira..." Surya menatap Dira dengan tatapan protes.

"Itulah perjanjiannya Ayah, Dira tidak bisa berhubungan lagi dengan Rey dan Dira akan menikah dengan anak orang yang membeli Dira." Dira menundukan kepalanya menahan air matanya,

"Kamu yakin akan bahagia tanpa Rey?" Surya bertanya lagi meyakinkan Dira,

"Dira akan bahagia jika melihat Rey baik- baik saja, cinta tidak mesti bersama Ayah, melepaskan dan merelakan juga sebagai bukti perjuangan cinta Dira." Dira mencoba tersenyum.

"Dira permisi Ayah, Lina. Jaga diri kalian baik- baik dan tolong jaga Rey! Karena mulai hari ini Dira tidak bisa menemaninya." Dira segera meninggalkan Surya dan Lina,

Dira duduk di taman yang sepi dan menumpahkan kesedihannya, menangis dalam diam.

Kamu baik- baik saja?" seorang pria duduk di sebelah Dira dan memberikan sapu tangannya, Dira menolah ke arah pria itu, dan pria itu sedikit kaget mendapati itu adalah Dira.

"Kamu lagi..." Kin setengah bergumam, sementara Dira mengerutkan keningnya, "Apa kamu kenal aku?" tanya Dira ragu, sontak pria itu tertawa... membuat Dira tambah bingung,

"Aku yang mengantarmu Ke Apartemen saat kamu mabuk." Seketika pipi Dira merona, ingin rasanya Dira menghilang seketika dari hadapan orang itu karena mengingat perbuatannya yang tidak terpuji itu.

"Untuk kejadian itu, maaf," Dira menundukan kepalanya menahan malu, mengingat pria disampingnya terlihat pria baik- baik.

"Akh, aku sudah melupakannya, lagian ciuman itu untuk Rey, walaupun aku juga menikmatinya, dan sentuhanmu... Aku juga suka." Kata Kin sambil menatap Dira, Dira terdiam mendengar itu, Wajahnya semakin memerah.

"Kenapa kamu sampai mabuk gara- gara seorang pria? Kamu cantik, dan terlihat baik pasti banyak yang mau jadi pengganti Rey." Dira tersenyum kecut,

"Semua yang kamu lihat tidak sesederhana itu... aku bahkan rela menjual diriku untuknya." Kin tersentak mendengar kata- kata Dira, sedalam itukah? Pikirnya.

"Tapi kamu...?" Kata- kata Kin tertahan, Dira tersenyum menatap Kin,

"Orang melihatku polos, tapi kenyataannya tidak, betulkan itu yang kamu pikirkan? Aku terlihat polos?" Kin, tidak cepat percaya dengan kata- kata Dira karena di matanya, Kin melihat jelas tersimpan kesedihan. Diam- diam dia mengirim pesan kepada anak buahnya untuk mencari tau tentang Dira.

"Bibir dan pipimu?" Dira hanya tersenyum kecut, "Habis berantem sama emaknya macan," Jawab Dira asal, sontak membuat Kin tertawa.

Kin pergi meninggalkan Dira, lalu kembali lagi membawa kotak obat dan minuman kaleng dingin, dengan cekatan Kin mengobati Dira dan mengompres pipi Dira dengan minuman kaleng dingin, sambil meniupnya,

Dira sempat terpana dengan wajah Kin, namun segera menurunkan pandangannya, mengingat Dira akan segera menikah tidak sepantasnya mengagumi pria lain.

"Makasih..." kata Dira pelan. Kin mengangguk.

"Kau mau makan? sepertinya kamu lapar setelah kamu menangis," Kin mengalihkan pembicaraannya lalu menarik tangan Dira masuk kerestoran terdekat, Dira terpaksa mengikutinya, lalu makan dengan diam dan akhirnya mereka berpisah di halaman restoran setelah makan.

"Apa yang kamu dapat ini, semuanya real?" Kin membolak- balikan laporan yang di berikan Anak  buahnya. Anak buah Kin mengangguk,

"Kasihan sekali gadis itu..." gumamnya,

"Terus kamu yakin orang yang bernama Rey itu sedang koma di rumah sakit?" Anak buah Kin mengangguk lagi,

"Setelah Rey masuk rumah sakit, semua asetnya habis untuk biaya pengobatannya, bahkan gadis itu rela bekerja sampai malam untuk menyambung hidupnya dan untuk menambah biaya perawatan Rey.

"Tapi mengapa setelah semua itu, tiba- tiba dia menyerah?" Kin mengerutkan keningnya.

"Mungkin lelah atau ada sebab yang lain." Jawab anak buah Kin, dan fakta terakhir yang membuat Kin kaget adalah Dira akan melangsungkan pernikahan dengan Ezza.

"Apa hubungannya dengan Reiki Savian Altezza..." Kin setengah bergumam,

"Mereka di jodohkan oleh Maya bos." Sejenak Kin tertegun, Maya adalah pembisnis yang baik, tidak mungkin menjodohkan anak satu- satunya dengan sembarang orang, Kin juga sudah mengenal Maya sejak lama karena berteman dengan Ezza anaknya sejak masuk SMA.

"Apa sebenarnya pesona Wanita itu, hingga menarik bu Maya?" gumam Kin,

"Setahu saya, Wanita itu bekerja di perusahaan bu Maya bos, dan cukup terkenal di kalangan pembisnis karena, dia pintar, ulet dan jujur." anak buah Kin menjelaskan kembali.

"Ya sudah, kamu kembali bekerja!" perintah Kin dan dianggukan oleh anak buah Kin, lalu keluar ruangan.

Kin bersandar di kursi kerjanya, matanya terpejam lalu tiba - tiba terbayang ciuman Dira juga sentuhannya yang membuat tubuhnya memanas, Kin tersenyum sendiri hanya karena seorang Dira dia begitu terpancing  gairahnya.

'Sayang sekali situasinya berbeda, andai kamu bukan calon istri sahabatku, mungkin aku sudah merebutnya,' gumam Kin dan tersenyum kembali membayangkan di saat tubuh indah Dira memeluknya erat.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C3
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank 200+ Ranking de Potência
    Stone 0 Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login

    tip Comentário de parágrafo

    O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.

    Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.

    Entendi