Baixar aplicativo
100% BEST PART [KAI & JENNIE] / Chapter 2: BEST PART 1

Capítulo 2: BEST PART 1

Oh, ey

You don't know babe

When you hold me

And kiss me slowly

It's the sweetest thing

And it don't change

If I had it my way

You would know that you are

You're the coffee that I need in the morning

You're my sunshine in the rain when it's pouring

Won't you give yourself to me

Give it all, oh

I just wanna see

I just wanna see how beautiful you are

You know that I see it

I know you're a star

Where you go I'll follow

No matter how far

If life is a movie

Oh you're the best part, oh

You're the best part, oh

Best part

It's this sunrise

And those brown eyes, yes

You're the one that I desire

When we wake up

And then we make love

It makes me feel so nice

You're my water when I'm stuck in the desert

You're the Tylenol I take when my head hurts

You're the sunshine on my life

I just wanna see how beautiful you are

You know that I see it

I know you're a star

Where you go I'll follow

No matter how far

If life is a movie

Then you're the best part, oh

You're the best part, oh

Best part

If you love me won't you say something

If you love me won't you

Won't you

If you love me won't you say something

If you love me won't you

Love me, won't you

If you love me won't you say something

If you love me won't you

If you love me won't you say something

If you love me won't you

Love me, won't you

If you love me won't you say something

If you love me won't you

If you love me won't you say something

If you love me won't you

Love me, won't you

Tepuk tangan dari seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri sedari tadi di tiang pintu. Gadis yang berusia delapan belas tahun itu tersenyum sambil melihat gitar yang ia pakai saat ini. Wanita paruh baya yang melihat putrinya sambil menatap manis gitar pemberian suami-nya itu. "Perfect, kamu terlihat seperti Ayah-mu dulu terlihat manis saat bermain gitar. Sepertinya bakat itu diwarisi oleh Ayah-mu", ucap Sang ibu sambil terseyum kearah putrinya itu.

Jennie tersenyum pada Ibu-nya, wanita paruh baya yang tengah berdiri di sudut pintu. "Serius? Ah...baguslah. Padahal, aku sedikit melupakan ketukan nada-nya". "Apa yang kamu katakan? Apa kamu bercanda? itu terdengar sempurna"

"Hmmm tidak, itu jelas terasa di jariku Ibu. Tapi... Sepertinya aku harus berhenti bermain gitar dan melupakan semuanya lalu memulai dari awal. Bagaimana?"

"Yak!!! Tidak usah dipikirkan! Cepatlah berangkat sekolah! Dan, mau sampai kapan kamu akan seperti ini? Haruskah kamu terus menyalahkan dirimu?

Jennie menggelengkan kepalanya perlahan, sambil melihat Ibu-nya. "Maaf Ibu. Aku hanya takut saja".

"Tck, Ibu-nya berdecak," Ayah-mu punya bakat itu, kenapa tak sekalipun Ibu melihatnya lelah dalam bermusik bahkan aku fikir dia akan selamanya seperti itu? Kurasa aku akan jadi wanita gila yang menikahi lelaki yang sepanjang hidupnya hanya bermain gitar sambil tersenyum manis kepada gitar itu. Kamu tahu Ibu bahkan cemburu sama gitar itu, bagaimana bisa Ayah-mu tersenyum manis ke gitar itu tapi tidak denganku? Kamu tahu kamu sangat persis dengan Ayahmu. Kamu selalu tidak percaya diri. Ada apa sebenarnya dengan kalian, eoh? Kalian bahkan terlihat manis saat bermain gitar". Senyum getir terlukis diparas cantik Jennie. "Ibu lebih aneh dariku, Kim Sung ryung. Ibu berkata seperti itu menggunakan notasi suara yang ketus yang terkesan mengoceh. Ibu juga selalu berkata Ayah jorok suka menaruh pakaian dalam-nya di ujung ranjang tanpa di cuci seminggu dan selalu berkata bodoh ke Ayah. Ibu bilang, Ayah salah telah mencintai waniat seperti Ibu yang sudah berjanji akan mengomel seumur hidup dan berkata benci dengan Ayah. Meskipun begitu, Ibu tetap mencintai Ayahkan? Ibu bahkan mengomel hal yang sama setiap harinya, bahkan Ibu tahu lagu yang Ayah mainkan dan Ibu selalu berkata aku seperti Ayah kan?. Tanda-nya kita sama-sama aneh karena punya lelaki seperti Ayah".

"Yak! Jinjja!!! Ibu bahkan tak pernah menang melawanmu bicara. Sudahlah jangan seperti itu ke Ayahmu"

"Iya aku tahu".

Jennie beranjak menuju Ibu-nya sambil memeluknya. Peluk-nya terhenti saat mendengar suara kelakson mobil di luar sana. Ia mengenali sosok itu, Paman Choi Won Young, teman karib Ibu-nya. "Ibu, aku mendengar suara mobil Paman". Jennie melepas pelukannya sambil menatap jam tanganya. Ibu Kim itu menatap putrinya. Sorot matanya jelas terlihat bahwa putrinya tahu dirinya akan terlambat ke sekolah.

"Kamu terlambat? tanya Ibu Kim."

"Iya, bu".

"Cepatlah pergi! Paman Choi sudah menunggu "

"Ah...baiklah Ibu. Tidak masalah jika aku pergi sekarang kan?

"Tentu tidak masalah. Jangan lupakan alatmu,?"

"Ahh.. Aku hampir melupakanya. Aku tidak ingin merepotkan orang lain nantinya," ujar Jennie enggan. Ibu Kim mendesah kecewa. "Hufftt... Kau selalu saja melupakan alatmu. Sekali saja, ku mohon kamu ingat dan kau siapkan di dalam tasmu. Aku hanya mencemaskan dirimu nanti jikat tidak ada alat itu. Jebal, sekali ini saja". Senyum nakal Jennie terukir di bibirnya. "Ibu Kim selalu saja menggomel sepertinya aku setuju dengan Ayah"

"Aish... Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu. Cepatlah berangkat. Sudah jam berapa ini?". "Pergilah sekarang! Instruksi Ibu Kim.

ʕ•ᴥ•ʔ

Jennie yang kebingungan tak sempat mengelak saat telapak tangan kanan gadis yang menyentuh dahinya. "Suhu tubuhmu hangat. Sepertinya kamu demam. Jangan menolak lagi, aku akan memaksamu dengan caraku. Jennie, aku tidak menyukai penolakan. Kamu mengerti, kan?" Celoteh Gadis yang mengering penuh arti pada Jennie. Gadis yang bernama Nayeon itu tidak menunggu sahutan Jennie. Ia lebih tanggap dengan memukul kepala Jennie berkali-kali, membuka kancing baju Jennie lalu memfotonya, Jennie berkali-kali berontak dan sesekali menampar wajah Nayeon. Setelahnya, Nayeon menampar keras wajah Jennie sampai RIC-nya terlepas dan hening suara apapun yang sedari tadi Jennie dengar tak bersuara. Suara dengung yang beralun di kuping Jennie. Nayeon berkata pun Jennie tak mendengar, suara dengung itu membuat telinga Jennie sakit sambil berteriak kencang hingga Nayeon dan teman-temanya pergi.

Hening...

Jennie menerima alat RIC dari seseorang yang menaruh alat itu di telinga Jennie. Biasanya tidak ada seseorang yang sejauh ini.Ya, ini bukan pertama kalinya orang itu menolong-nya, tapi bagaimana bisa Jennie mengetahuinya? Jennie selalu mencium aroma parfum dari orang itu. Dan terjadi lagi Jennie selalu tidak pernah bisa melihat wajah orang itu akibat sakit dari dengung di telinganya.

Jennie meraih tangan orang itu. "Siapa kamu?. Dua kali kamu menolongku kan?". "Tidak penting siapa aku, bukan dua tapi tiga", ucap lelaki itu yang kemudian melepas gengaman Jennie, "Pria?. Jennie nampak terkejut mendengar suara yang telah menolongnya itu, ia bahkan baru tahu kalau orang itu berjenis kelamin pria "Kim Jennie? Lalu kamu? Bukankah kamu harus memberitahu nama-mu? Tidak perlu, aku tidak perlu mengatakanya. Ah, panggil aku Si TAMPAN?". Pria itu tertawa receh sambil mengucap kepala Jennie.

"Kamu sedang bercanda?".

Jennie hendak bangkit dan merapikan alat-nya. Ia kemudian menoleh untuk melihat lawan bicaranya, dan lagi-lagi Jennie kecolongan oleh Pria itu. "Aahsshh!"

"Lagi- lagi aku kecolongan, aku tidak suka harus berhutang budi. Dan aku harus membalas Nayeon, aku harap tidak ada yang tahu kalau aku tunarungu".

Jennie pergi ke kelas sambil membawa air soda menuju kursi Nayeon. murid -murid kelas bergeming. Jennie tetap melangkah santai tanpa keraguan dengan genggaman yang kian menggengam air soda yang siap ia luncurkan kearah Nayeon.

Byuurrrr...

"Ommoo...."

"Daebak!!!"

"Wawww"

"Dia berani sekali? dia gila?~"

Komentar-komentar itu bertubi-tubi meluncur dari bibir murid-murid di kelas-nya yang melihat adegan ini Jennie menyiram dua kaleng soda kearah Nayeon dan menuangkanya di kepala-nya. Jennie merasa tak puas hanya membalas-nya dengan soda!, tapi Jennie sadar jika dia melakukan hal lebih dari ini akan ada pertikaian lebih jahat lain-nya. Jisoo yang turut melihat adegan itu tersenyum penuh arti. Dia tak terkejut seperti murid lainnya. "Bagaimana rasa-nya? Rasa yang kamu alamain tidak sebanding dengan kelakuan mu tadi" keluh Jennie saat ia dan Nayeon sudah saling bertatapan.

"Apa yang kamu lakukan!. Kamu tahu apa yang kamu lakukan ini berdampak apa? Kamu cari mati!." Nayeon menyahut santai tanpa beban. Keduanya bertatapan intens. Tatapan jahat Nayeon dan tatapan Inoccent Jennie saling berhadapan. Gadis itu menunda argumennya sesaat, pikirannya lebih baik melanjutkan pembicaraan di perjalanan Jennie menghela napas dan tersenyum, Nayeon memutar bola matanya sambil menunggu ucapan Jennie. "Aku tidak suka menjadi bahan pergunjingan, Nayeon. Tolong, jangan seperti ini lagi. Kau mungkin tidak perduli dengan komentar-komentar mereka, tapi aku harus menjadi peduli. Orang lain tidak akan merendahkan mu, tapi mereka akan menyudutkan ku. Aku benar-benar tidak menyukai situasi semacam itu, Nayeon jangan membuat posisiku menjadi sulit."

"Makanya dari itu, Aku sangat membencimu!. Kamu selalu mengambil yang jadi miliku! kau selalu mencurinya dan aku benci barangku direbut oleh orang lain."

"Aku tidak merebutnya!, dari awal memang bukan kamu peran-nya maka berhentilah menjadi peran itu. Ini bukanlah peranmu! Carilah peranmu atau kembali ke peranmu semula. Mereka tidak mungkin bertingkah buruk di depanmu karena kau adalah orang yang mereka takuti."

"Kamu ingin aku kembali keperanku? Peran yang hanya menjadi diam?. LIHAT SAJA AKU AKAN MEMBUATMU HANCUR DAN MENDERITA!! SELAMANYA!"

Teriak Nayeon yang membuat Jennie terdiam. "Nayeon, kau fikir menjadi seperti ini aku akan melupakan siapa kamu sebenanya!? Memangnya dengan menjadi orang lain mereka akan perduli? Jika insiden itu terus menghantuimu maka lupakan dan jangan seperti ini kamu terlihat menyedihkan"

"Apa kamu tahu apa yang kurasakan? Kurasa tidak! Kau, Kim Jennie , Orang yang selalu aku benci sampai aku mati. Kamu adalah anak dari orang yang aku benci."

"Jennie terusan. Ia tak ingin mengakui kebenaran ucapan Neyeon, namun begitulah yang terjadi. Gadis dengan rambut yang terurai cantik itu bungkam seketika. Ia tak lagi membuka mulut. Walau ia bertanya-tanya bagaimana Neyeon bisa berkata seperti itu, Jennie menyimpan pertanyaan itu untuk diri sendiri. Sekali saja dia salah bicara, tanggung jawab yang ia pikirkan selama belas tahun yang terakhir akan menjadi malapetaka.

SEOUL FOREST TRIMAGE, Seongsu-dong, SOUTH KOREA

Sepuluh menit kemudian, mobil Jennie terhenti di basement sebuah apartemen "kelas standar" dengan fasilitas lengkap dan harga yang terbilang terjangkau, tapi tidak dalam lingkungan kumuh. Area parkir lantai 8, tepat di unit yang ditinggali Jennie dan Ibu-nya. Jennie menatap langit penuh tanya.

"Apa maksud dari perkataan Nayeon? Anak? Apa arti dari semua itu". Jennie menatap langit lekat. Begitu banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya sekarang.

"Mwo!? Jennie, Apa yang kamu lakukan disini? Kenapa tidak langsung masuk?. Masuklah, lalu mandi dan makan malam bersama". Sudut bibir kiri Jennie sedikit tertarik keatas, membentuk sebuah seringaian. "Ehmm, aku baru saja duduk Ibu sebentar lagi aku akan masuk. Lalu Ibu sedang apa keluar? Ibu terlihat ber Make-up. Tidak biasanya Ibu berhias seperti ini. Kim Jennie, kamu sengaja memancing Ibu untuk berceritakan? tidak akan lagipula Ibu hanya keluar untuk berbelanja dan berbincang santai dengan teman ibu saja."

Lagi-lagi Ibu Kim terbungkam atas analisa Jennie terhadap dirinya yang tak melesat sedikit pun. Satu hal yang Jennie pahami, Jennie mengetahui banyak tentang dirinya yang tidak diketahui orang lain. Ibu Kim membuang muka ke luar jendela. "Apapun itu Ibu keluar dengan Paham Choi kan? Sudahlah Aku akan masuk dan mengganti pakaian, Ibu tolong masak yang enak" ucap Jennie berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. "Apa pernah Ibu memasa tidak enak?."

Ibu Kim kembali di buat tercengang mendengar kalimat terakhir Jennie yang terdengar seolah seperti mengejek dirinya. Bibir Jennie membentuk bulat kecil yang terlihat lucu. "Ayah lihatlah Ibu dia terlihat manis semoga Ayah disana bahagia juga, ujar Jennie sambil mentap bingkai foto hitam yang di kalungi bunga dan dupa. Ayah aku mencintaimu dan menyangimu, ucap Jennie sambil melangkah pergi melewati foto mendiang Ayah-nya.

"Jennie, kamu ingin makan apa malam ini?. Sepertinya cuaca dingin seperti ini Ibu ingin makan Jampong. Kamu ingin makan Jampong? Teriak Ibu Kim.

"Ya, apapun masakan Ibu pasti enak, tapi tolong berhentilah memakai baju tidurku Ibu." Teriak Jennie kesal.


Load failed, please RETRY

Novo capítulo em breve Escreva uma avaliação

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C2
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login