Dinda tidak menanggapi apa pun, kepalanya tiba-tiba terasa pusing, dan badannya seringan kapas. Sesekali dia kembali menggigit bibir bawahnya, dan menekan perutnya yang kembali sakit.
"Gimana rasa bibir Nathan? Elo pasti udah ciuman ama dia, kan?" katanya lagi. Seolah tak peduli, jika lawannya sekarang sedang kesakitan luar biasa. "Jangan bilang elo belum diapa-apain Nathan lagi. Pantaslah, emang lo pikir Nathan ngajak elo pacaran itu bener-bener karena dia cinta ama elo? Mimpi!" Gisel mendorong tubuh Dinda, mendesaknya sambil setengah mencekik leher Dinda.
"Gis... Gis.... Gisel!" kata Dinda terbata, mencoba melepas cengkeraman Gisel, tetapi tenaganya tidak cukup kuat untuk itu.
"Gue bakal kasih hadiah besar buat elo, Din, ingat aja. Siapa pun, nggak ada yang bisa bersanding dengan Nathan kecuali pilar kuning. Paham lo!"
"Gis... Gis—"