Tangannya terulur mengambil tas dan saat hendak berjalan, dia menoleh ke arah jendela ketika mendengar suara dari luar sana. Rena berjalan dua langkah dengan tangan yang membuka tirai juga jendela.
"Apa?"
"Ayo berangkat," ucapnya tersenyum.
"Hm? Gue mau sarapan dulu."
"Oke, gue tunggu di luar."
Rena mengangguk, dia menutup kembali jendelanya dan tirai itu. Saat tirai sudah tertutup, Rena tersenyum ketika mengingat senyuman Rean yang menambah kesan tampannya. Cewek itu merasakan ada perbedaan sikap Rean di hari ini dan kemarin.
"Nak, ayo sarapan dulu," teriak bundanya dari bawah sana,
"Iya, bunda," jawab Rena yang segera bergegas keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan cepat. Rena tersenyum saat bundanya menyiapkan bekal untuknya, juga sarapan yang sudah siap di piring.
Rena duduk di tempatnya, tangannya langsung mengambil sepotong roti itu dan meletakan ke dalam piring.
"Bun, aku bakal ada kemah. Aku boleh ikut?" tanya Rena di sela-sela makannya.
"Why not? Ikutlah," jawab bunda mengijinkan.
"Tapi waktu SMP kenapa bunda enggak ngebolehin?"
"Siapa yang bilang?"
"Rean."
Marlyn tertawa kecil dengan menatap anaknya. "Dulu kamu itu gampang sakit kalau kecapean, dan kamu tau? Rean yang ngelarang bunda buat enggak ijinin kamu," jawab bundanya yang membuat Rena melongo tidak percaya.
Jadi selama ini Rean berbohong?
Rena beranjak berdiri saat roti dan minumannya sudah ia habiskan. "Bun, aku berangkat dulu ya."
"Ini bekal untuk kamu, dan ini untuk Rean," ucap Marlyn memberikan dua bekal dengan bungkus paper bag.
"Rean? Kenapa untuk Rean juga?"
"Kemarin dia yang jagain kamu, sesekali lah kamu kasih dia, siapa tau kalian itu jodoh," ujar Marlyn diakhiri dengan tertawa.
Rena hanya menghela napas, dia tak mau berkata apa-apa lagi, tangannya meraih paper bag itu, dan langsung berjalan keluar rumah seraya memasukan paper bag ke dalam tasnya.
Saat membuka pintu, Rena langsung di sambut oleh senyuman Rean yang melihat dari atas pagarnya. Bahkan saat melihat itu, Rena menyadari sesuatu. Tubuhnya sedikit makin tinggi dari pada saat hari pertama masuk di SMA.
Rena ikut tersenyum dengan berjalan mendekat. "Nungga lama?"
"Iya, se-abad gue nunggunya," jawab Rean tersenyum tipis.
"Maaf, ya udah ayo berangkat." Rena membuka pagar itu, dan berdiri disamping tubuh Rean. Tangannya menutup pintu pagar itu kembali.
"Ini di pake, gue nggak mau otak lo ilang gara-gara ke tiup angin."
Rena yang mendengar itu seketika menoleh dengan melotot kan matanya. "Heh! Kurang ajar lo! Mana ada otak ilang gara-gara ga pake helm doang?!" sewot Rena yang membuat Rean seketika tertawa.
"Kali aja, kan kita nggak tau," jawab Rean yang masih tertawa itu.
"Ngaco lo!" ucap Rena yang ikutan tertawa.
Rena langsung memakai helm-nya meskipun ia masih tertawa karena meliat Rean yang tampak belum bisa meredakan
"Udah ketawanya! Gigi lo ntar kering, buruan berangkat. Ntar telat lagi."
Rean langsung memakai helm-nya seraya naik ke atas motornya. Rena pun juga langsung naik tanpa cowok itu suruh.
Rean menyalakan mesin motor dan melajukan motornya dengannya kecepatan yang sedikit lebih cepat. Rena seketika langsung memeluk pinggang cowok itu karena baginya ini sangat cepat, juga menakutkan.
***
Yunbi keluar dari pintu pagarnya, dan terkejut melihat Victor yang duduk di motor dengan menatap ke arahnya. Cowok itu yang melihat Yunbi, seketika berdiri dengan melangkahkan kakinya mendekat.
"Kenapa chat nggak ada yang kamu bales?" tanya Victor menatap Yunbi lekat.
"Maaf, aku semalem udah tidur," jawab Yunbi dengan nada pelan. Yunbi menahan emosi dan kekecewaannya, ia tak ingin mempermasalahkan masalah yang sudah terlewat.
"Kamu marah sama aku?" selidik Victor saat mendengar nada bicara Yunbi.
"Hm? Marah sama kamu? Buat apa?" jawab Yunbi mengangkat kepalanya dengan tersenyum paksa.
"Ya udah, ayo berangkat—" Ucapannya terhenti saat mendengar teleponnya yang berdering menandakan satu panggilan masuk. Tangannya langsung merogoh kantongnya mengambil ponsel, ia langsung mengangkat telpon itu tanpa melihat nama penelpon itu.
"Halo."
"…."
"Lo nggak ada yang anter? Oke aku kesana sekarang," jawab Victor yang langsung mematikan sambungan telpon itu. Cowok itu langsung menatap Yunbi yang tampak datar, saat tangannya hendak memegang tangan Yunbi, seketika tangannya ia tarik ke belakang.
"Kamu ke Nessa aja, keburu telat. Aku bisa naik bus," ucap Yunbi tersenyum paksa dengan melangkahkan kakinya meninggalkan Victor yang masuk terdiam disana.
Sejujurnya cowok itu merasa bersalah, tapi ia tak bisa meninggalkan Nessa begitu saja.
"Maaf, Bee."
Disisi lain, air mata Yunbi sudah keluar dengan sendirinya. Ia tak ingin menangis, tapi air matanya terus keluar. Hatinya kembali sesak saat Victor langsung mengatakan kalau ia akan segera menjemputnya, sikapnya berbeda.
Saat bersama Nessa, ia selalu lembut, dan penuh perhatian. Berbeda saat bersamanya, ia kadang lembut, dan sering marah tanpa alasan yang jelas.
Dulu sebelum Nessa datang, semua baik-baik saja. Hubungannya selalu dipenuhi dengan keceriaan, tapi sekarang?
Hanya sakit hati yang dia dapatkan.
***
Rena duduk di bangkunya dan melihat bangku Yunbi yang masih kosong itu. tak seperti biasanya Yunbi jam segini belum datang.
Atau dia sakit?
Rena menghela napas dengan memperhatikan teman sekelasnya yang sudah sangat akrab satu sama lain. Ia sedikit tersenyum melihat Rean yang bisa berbaur dengan teman sekelasnya, tidak seperti dulu yang hanya dekat dengannya.
Srreekkk!
Pintu kelas bergeser terbuka, dan semua orang yang ada di kelas langsung melihat ke arah pintu. melihat Josen dengan napas ngos-ngosan membuat teman lainnya tertawa karena wajahnya yang sangat lucu.
"Lo abis ngapain?" tanya Dino yang melihat Josen masih berdiri di ambang pintu. Cowok itu tidak menjawab pertanyaan Dino, melainkan ia berjalan masuk dan langsung tertuju pada Rena yang sedang menatap luar jendela.
"Ren," panggil Josen pelan, namun membuat cewek itu terkejut, dan langsung membalikan tubuhnya menatap Josen yang berdiri di hadapannya.
"Kenapa?"
"Lo kemarin kenapa? Sumpah ya, gue khawatir banget sama lo. Gue telpon nggak aktif, chat juga centang satu. Pintu pager lo gembok pula, pinter ya lo bikin orang khawatir. Yang paling khawatir itu Yunbi, sama Rezvan tau!" ucap Josen panjang lebar.
Rena yang mendengar itu hanya tersenyum. Namun, seketika senyumnya menjadi kaku saat ingat Josen menyebutkan nama Rezvan. "Hah? Rezvan? Kenapa sama dia?"
"Kemarin kita ke rumah lo, tapi pintu pager lo di gembok. Rean langsung usir kita."
"Kalau nggak gue usir mau apa lo? Panjat pager lalu tertangkap security?" timpal Rean yang berjalan mendekat.
"Ya, nggak gitu, anjim!" protes Josen dengan berjalan ke bangkunya dan meletakan tasnya di meja.
"Kalian berangkat bareng?" tanya Josen melihat mereka berdua bergantian.
"Iya, kenapa?" tanya Rena dan Rean bersamaan.
"Gue iri liat kalian kompak," ucap Josen yang berakting sok sedih.
"Alay, njing!" ketus Rean melihat Josen dengan tatapan tajamnya.
Maaf kalau ada typo ya :( Akan di revisi setelah author senggang hehe.
Kalau suka sama cerita ini jangan lupa untuk collection, beri vote, dan bintang limanya yaa! ^^