"Apa kamu yakin ingin membunuhku?" Wanita itu tetap tidak takut dengan aura pria berbadan besar itu, malah dia berkata sambil tersenyum.
"Tidak ada orang lain di sini, bagaimana kalau kita bersenang-senang?" Pria lainnya berkata dengan ekspresi menjijikkan. Dia terus menatap wanita ini. Bahkan Erza juga menganggap wanita ini cukup memesona. Usianya mungkin sekitar 30 tahun. Dia cukup matang. Pakaian profesional pada tubuhnya juga terlihat sangat elegan.
"Kamu tidak mau menjawab?" Ketika pemimpin para pria itu berbicara, dia berjalan ke arah wanita itu.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Meski tidak ada rasa takut pada wanita itu, bagaimanapun tidak ada seorang pun di sekitar sini. Melihat pria besar itu berjalan ke arahnya, tentu saja dia merasa sedikit khawatir.
"Berhenti!" gertak Erza.
"Nak, siapa kamu? Pergi jika kamu tidak ingin mati." Pria berbadan besar itu melirik Erza.
"Kalian tidak malu menindas wanita?" tanya Erza dengan nada meledek.
"Apa hubungannya denganmu? Pergi." Pria berbadan besar mulai marah.
"Bagaimana jika aku tidak pergi?" tanya Erza menantang.
"Aku malas memerhatikanmu. Aku akan mengurus wanita ini dulu, lalu menghabisi dirimu." Pria itu berkata dengan suara keras.
Erza menanggapi, "Menurutku kamu terlalu gemuk. Sepertinya kamu tidak akan bisa melawanku."
"Nak, siapa yang kamu bicarakan?" Ekspresi marah muncul di wajah pemimpin para pria itu.
"Hanya kalian berempat yang gemuk, siapa lagi yang ada di sini?" Erza mengejek mereka.
"Sial!" Setelah berbicara, pria berbadan besar itu bergegas menuju Erza, sedangkan tiga orang lainnya tidak bergerak karena mereka merasa satu orang sudah cukup untuk menghabisi Erza.
Tetapi ketika orang-orang ini tidak peduli sama sekali, dan ketika wanita itu juga mengkhawatirkan Erza, mereka semua tercengang. Tepat ketika pria besar itu mengangkat tinjunya dan hendak membenturkan kepalanya ke Erza, Erza tiba-tiba meraih pergelangan tangannya, lalu memukulnya dengan kaki depannya. Pria besar itu tumbang seketika. Perlu diketahui bahwa berat pria besar itu setidaknya lebih dari seratus kilo.
Pria besar itu jatuh dengan keras ke tanah. Dia mencoba untuk bangkit, tetapi dia tidak memiliki kekuatan apa pun. "Sial, bunuh anak ini untukku." Pria itu berteriak keras dengan ekspresi kesakitan di wajahnya. Setelah mendengar itu, tiga pria besar lainnya bergegas menuju Erza.
Erza tidak tinggal diam di sana. Dalam sekejap, Erza bergegas menghampiri mereka bertiga. Tak lama kemudian, terdengar suara jeritan, lalu ketiga pria besar itu juga jatuh ke tanah.
"Apakah kamu ingin aku pergi sekarang?" Erza menginjak kepala sang pemimpin dan berkata sambil tersenyum.
"Tidak, tidak, maafkan kami." Meskipun pria besar itu sangat jengkel, tapi dia tidak berani mengatakan apa-apa.
"Bagus." Erza berkata dengan bangga.
"Terima kasih, namaku Melati. Kamu siapa?" Saat ini, wanita itu juga datang ke sisi Erza dan berkata dengan sangat sopan.
"Nama saya Erza."
"Terima kasih atas pertolonganmu. Bagaimana kalau aku mengajakmu makan denganku?"
"Tapi, tunggu dulu. Mereka menabrak mobilmu, biarlah mereka membayar uang ganti rugi." Mobil milik Melati adalah merek BMW. Erza melihat-lihat, jika ingin diperbaiki, setidaknya perlu sekitar tiga juta.
"Lupakan saja, aku punya banyak uang, ditambah lagi aku terlalu malas untuk mengganggu mereka." Melati sedikit tersenyum, dan dia sangat berterima kasih pada Erza.
"Apa kalian tidak pergi?" Erza melirik empat pria besar itu. Pada saat ini, mereka langsung lari dengan tunggang-langgang.
"Erza, terima kasih untuk hari ini." Melati berkata lagi.
"Nona Melati, Anda berlebihan." Erza menanggapi dengan senyuman.
"Oke, ayo pergi makan malam."
"Tapi, nona, saya tidak bisa. Saya ada urusan yang sedikit mendesak. Ayo pergi di hari lain saja." Erza sedikit tertekan. Kenapa ada begitu banyak orang yang mengundangnya untuk makan akhir-akhir ini?
"Kalau begitu, berikan nomor teleponmu." Melati mengayunkan tangannya. Erza tidak banyak berpikir. Dia memberikan nomor ponselnya, berpamitan pada Melati, dan pergi. Dia harus pergi ke rumah Alina dan menjelaskan tentang hubungannya dengan Lana.
Erza kini sudah tiba di rumah Alina.
"Erza, kenapa kamu baru datang? Aku sudah lama menunggumu." Begitu memasuki rumah Alina, Erza mencium aroma makanan. Alina juga berdiri di depan pintu untuk menyapanya, dan bahkan membantu Erza menggantungkan mantelnya. Erza merasa seperti di rumah sendiri.
"Alina, sebenarnya aku ingin…" Alina memotong kalimat Erza, "Jangan bicarakan ini. Makanan hampir siap. Cepat cuci tangan dan bersiap makan." Erza mengangguk. Jika dia mengatakan semuanya saat ini juga, itu akan menyakiti Alina. Lebih baik dia berbicara perlahan saat mereka makan.
Tetapi ketika datang ke meja makan, Erza terkejut. Ada lebih dari selusin hidangan di atas meja. Meskipun bukan makanan mewah, semuanya dibuat oleh Alina seorang diri. Erza jadi ragu untuk menjelaskan hubungannya dengan Lana sekarang.
"Jangan kaget, duduk di sini untuk makan. Aku akan menuangkan anggur untukmu." Sambil berbicara, Alina juga menuangkan segelas anggur putih untuk Erza.
"Terima kasih, Alina, aku tidak menyangka kamu memiliki keahlian seperti ini." Erza meminum anggur putih itu.
"Jika kamu suka, kamu bisa datang ke sini untuk makan setiap hari." Alina berkata dengan senang hati.
"Itu tidak perlu. Melelahkan jika aku harus bolak-balik dari asrama." Erza menggigit makanannya. Dia mengakui bahwa Alina sangat jago memasak.
"Ada apa? Tinggal saja di sini." Alina menyesap anggur putih. Dia memasang ekspresi malu-malu ketika berbicara.
"Aku tidak berani tinggal di sini."
"Ada apa? Kita pacaran, 'kan? Ayo minum."
"Tapi, Alina, aku punya…"
"Minum dulu dan bicara nanti."
Hampir setiap Erza berbicara, dia disela oleh Alin. Hal ini membuat Erza sangat tertekan. Semula dia datang untuk menjelaskan semuanya, tetapi pada akhirnya dia justru terlalu banyak minum.
"Erza, tahukah kamu? Sejak pertama kali aku melihatmu, aku pikir kamu aneh."
"Apa yang aneh tentang diriku?"
"Kamu sangat misterius. Awalnya, aku hanya ingin dekat denganmu dan melihat apa yang sedang terjadi, tapi aku tidak menyangka bahwa pada akhirnya, itu akan benar-benar…" Kalimat Alina menggantung.
"Apa yang terjadi?" tanya Erza menunggu kelanjutannya.
"Aku menyukaimu." Setelah mengatakan itu, Alina juga menatap Erza. Mungkin karena pengaruh alkohol, penampilan Alina terlihat lebih menawan. Penampilan Alina membuat Erza mabuk kepayang. Dia mengenakan piyama berpotongan rendah dengan renda di bagian leher. Meskipun tidak terbuat dari bahan transparan, Erza bisa melihat tubuh Alina di baliknya.
Erza merasakan darahnya seperti mendidih. Dorongan untuk menyerang Alina terus-menerus memengaruhi dirinya, tetapi Erza masih berusaha keras untuk mengendalikan dirinya dan membuatnya tetap sadar.
"Tapi Alina, aku benar-benar punya istri." Erza akhirnya mengucapkan kalimat ini. Ketika berbicara, wajah Erza juga memiliki ekspresi serius.
"Apa kamu tidak menyukaiku? Kenapa kamu harus menggunakan alasan ini untuk berbohong padaku?" Sangat disayangkan, meskipun Erza serius mengatakannya, Alina masih tidak mempercayai Erza.
"Alina, ini benar. Aku benar-benar punya istri dan aku tidak berbohong padamu. Sebenarnya, aku datang ke sini hari ini untuk menjelaskan hal ini padamu." Erza menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu bawa aku menemui istrimu." Alina juga memasang ekspresi serius di wajahnya. Hal ini membuat Erza sedikit terdiam. Dia telah berjanji pada Lana bahwa hubungannya tidak boleh diketahui oleh orang-orang di perusahaan. Doni adalah pengecualian.
"Jika kamu tidak membawaku menemui istrimu, itu berarti kamu tidak punya istri." Alina sepertinya minum terlalu banyak. Tubuhnya sedikit bergetar ketika dia berbicara.
"Alina, aku benar-benar punya istri. Aku tidak bisa mengajakmu menemuinya untuk saat ini. Ini sudah larut. Kamu harus istirahat lebih awal." Erza menghela napas. Dia memutuskan untuk pergi meninggalkan Alina sebelum semuanya bertambah kacau.
"Erza, jangan pergi." Namun, sebelum Erza bisa pergi, dia merasakan kehangatan di punggungnya.