"Kenapa kau bisa sampai kemari?" ucap Nathan yang mengawali percakapan. Wajahnya yang sudah sangat merah dengan dengusan protes yang terus mengepulkan asap di hidungnya.
Telapak tangannya terkepal erat, menahan diri untuk tak merontokkkan deretan gigi yang di perlihatkan oleh pria di hadapannya itu. Memorinya masih jelas teringat tentang pertemuan terakhir mereka yang tak menemui kesepatakan. Kedatangan Max yang tak terduga pun cukup di pahami jika pria itu masih sangat bebal dengan ketertarikan seksual padanya.
"Kenapa kau marah? Apakah menurut mu, orang seperti ku akan diam saja jika orang yang di cintainya memilih kehidupan yang sulit?"
"Ehmmm… Sangat romantis…"
Ucapan Max rupanya begitu membuat satu-satunya wanita itu terhibur. Bekas sembab pada netranya kali ini menampil dengan sangat berbinar. Bibirnya menarik kedua sudutnya dengan begitu lebar. Kedua lengannya yang menangkup di depan wajah, serta tubuhnya yang berjingkrak-jingkrak di tempat.