Dewan seperti orang yang sedang disidang saat ini, dia hanya bisa diam, tanpa bisa berkutik. Dia deg-degan, padahal ayahnya belum mengatakan apapun, tapi perasaannya sudah tidak enak, sepertinya yang akan diucapkan oleh ayahnya adalah hal yang penting.
"Dewan, selama hampir lima tahun ini, Ayah sudah memberikan Kamu kebebasan. Memilih jalan hidupmu sendiri, tapi kamu harus ingat, sejauh apapun Kamu pergi, tetap saja. Kamu harus pulang. Dan ini rumahmu yang sebenarnya. Terlepas dari segala perihnya hidup, maaf jika Ayah tidak ada di saat kamu butuh. Aku juga sama, Ayah dan Kamu sedang membiaskan diri, tanpa Ibu."
Dewan sudah berkaca-kaca. Dia selalu bersaha untuk tidak membahas soal ibu dengan ayahnya, karena dia tahu rasa cinta ayahnya tak kalah besar darinya. Meskipun memang ayah menikah lagi, tapi rasa sayang terhadap ibunya masih tetap ada.
Dia tahu, ayahnya masih sering memberikan sebuket bunga untuk ibunya di hari Jumat, dia bahkan kalah, terkadang dia lupa.