Mereka bangun kesiangan, jika bukan karena suster masuk ke dalam ruangan itu, mungkin Zalfa, Dewan dan Figo akan bangun lebih lama lagi. Mengingat, dini harinya mereka tidak tidur.
"Malu banget rasanya, ketahuan suster kalau kita itu tidur kayak kebo aja," ujar Zalfa, setelah suster itu keluar. Sebagai wanita yang disiplin dan rajin, tentu Zalfa merasa ini adalah sebuah hal yang bisa mencoreng nama baiknya. Ok, ini emang terlalu berlebihan, Zalfa hanya kesal dengan tatapan Suster yang terus menatap ke arah Figo tadi. Seakan orang itu melihat pemandangan indah yang gratis.
"Namanya juga habis bergadang," jawab Dewan santai. Dia sih, tidak ada urat malunya lagi. Baginya, tidak masalah, mau kesingan ataupun kepagian, lagian dia bayar, bukan numpang.
Figo juga santai saja, dia duduk dan mengumpulkan tenaganya, atau lebih tepatnya, mengumpulkan nyawanya dulu yang belum sepenuhnya masuk ke dalam raganya. Beberapa kali, Figo masih menguap, terlihat jelas oleh Zalfa.
Perempuan itu meleleh, melihat muka bantal Figo, lagi begitu saja, Figo ganteng sekali. Malah, lebih ganteng dari biasanya. Dewan memperhatikan Zalfa yang sedang memperhatikan Figo, dia undur diri ke kamar mandi, untuk menjernihkan pikirannya. Ini amsih terlalu pagi, untuk dirinya merasa badmood. Hanya karena hal sepele.
Setelah, perasaannya terhadap Zalfa diketahui oleh Delvis, dia sekarang lebih sensitif, dia ingin Zalfa menjaga perasaannya juga. Harusnya perempuan itu tahu, bahwa sikapnya pada Figo, mampu membuat Dewan tidak bersemangat. Ini memang alay, tapi apa boleh buat, Dewan memabg benci melihatnya.
Lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi, dengan menutup pintu dengan keras. Sampai Kedua orang itu sadar, dan saling tatap. Kemudian dua-duanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa Dewan?" tanya Zalfa refleks.
"Masuk angin kali," jawab Figo ngawur. Dia benar-benar merasa sangat mengantuk, bukannya bangun dan mencari sarapan, Figo malah kembali tidur.
"Figo! Bangun!" Teriak Zalfa, sayang sekali perempuan itu belum kuat untuk menghampiri Figo dan mengguncangkan lengan Figo.
"Hmm," jawab Figo hanya berdehem. Dia masih mengantuk berat, tapi Zalfa sangat berisik membangunkannya.
"Figo kan harus kerja, kasihan Bang Delvis malah keteteran nanti," ucap Zalfa mengingatkan agar Figo tidak malas, seperti biasanya. Dia ingin sekali menegaskan pada Figo, bahwa lelaki itu harus bertanggung jawab, tapi Figo memiliki sikap yang beda, semakin kita keras, semakin dia akan lebih jauh.
"Tugasnya udah selesai semua kemarin." Figo berkata dengan jujur, memang sengaja, dia kemarin bekerja keras, hari ini dia ingin lebih santai.
"Beneran?" tanya Zalfa memastikan, takutnya Figo bohong.
"Kenapa juga Gue harus jujur sama Lo?" Pertanyaan tantangan dari Figo untuk Zalfa, sekilas lelaki itu menatap Zalfa masih dengan posisi tiduran.
"I-ya, kan cuma ngingetin." Zalfa tidak ingin disalahkan, dia memang benar-benar hanya ingin mengingatkan saja.
"Yaudah, Gue mau tidur dulu, jangan diganggu, kecuali ada hal yang penting."
Tidak sampai lima detik, setelah mengucapkan itu, Figo benar-benar tertidur. Zalfa hanya bisa bersabar. Beruntung sayang, coba kalau enggak. Sudah Zalfa maki-maki pasti. Lelaki kok malas sekali, gimana mau sukses.
"Tidur lagi si Kebo," ucap Dewan memberikan sebuah pernyataan terhadap apa yang dilihatnya, jika tidak di hadapan Zalfa. Dewan jelas akan mengusir lelaki itu dari pandangan matanya.
"Jangan diganggu Dewan, Figo bilang dia udah selesai ngerjain tugasnya."
"Iya, mana bisa bangun dia, kalau gak Lo cium dulu," jawab Dewan dengan ketus. Sepertinya air dingin di kamar mandi rumaj sakit ini tidak berfungsi banyak untuk Dewan, buktinya sekarang ubun-ubun Dewan sudah kembali panas.
Zalfa tidak melayani ucapan Dewan, baginya Dewan iseng bukanlah hal yang aneh, faktanya. Dia sudah sering kali, diisengin oleh Dewan, bahkan perkataan Dewan mampu membuat Zalfa si wanita strong menangis semalaman.
"Hari ini Lo ke kantor?" tanya Zalfa, karena Dewan keluar memakai dalam baju berwana putih, artinya lelaki itu akan memakai kemeja. Biasanya Dewan memakai kemeja berwana-warna kalem, bahkan lelaki itu pernah memakai baju berwarna pink. Anehnya, saat Dewan yang pakai, kemeja itu tidak terlihat norak, ataupun membuat Dewan turun kelas, yang ada esoknya banyak yang mengikuti, dan hasilnya tidak ada yang sebagus Dewan, lelaki itu benar-benar mengerti soal Fashion. Zalfa saja yang perempuan, merasa kalah olehnya.
"Bagusnya pakai kemeja yang mana?" tanya Dewan, memperlihatkan kedua baju kemeja yang dia pegang. Keduanya bermerk. Membuat Zalfa bingung, karena yang satu biru muda, yang satu tua. Dua-duanya Zalfa suka, karena yang manapun sudah pasti cocok. Dewan memiliki badan yang proporsional, ditambah kulit yang bagus dan berwana lebih terang.
"Dua-duanya juga oke," jawab Zalfa, dia sudah tidak menemukan jawabannya. Karena, bagi Zalfa. Dewan memakai apapun tetap bagus.
"Emang iya sih, Gue pakai apa juga ganteng, harusnya gak usah nanya lagi sama Lo," jawab Dewan dengan percaya diri, lelaki itu sangat mengesalkan sekali. Lain kali, Zalfa akan membalasnya.
Suara panggilan telepon mengakhiri sesi debat mereka. Dewan segera kembali ke kamar mandi, entah untuk apa, padahal tinggal pakai kemeja saja.
"Tolong bilang pada Dewan, hari ini dia suruh ke kantor dulu ya," ucap Delvis. Panggilan mereka sudah ganti menjadi panggilan vidio call.
"Iya Abang, siap."
"Kami gimana? Sudah lebih baik?" Pertanyaan yang mampu membuat siapapun yang mendengarnya, menjadi lebih bahagia.
"Selalu lebih baik, di setiap harinya. Kan harus," jawab Zalfa dengan bahagia.
Delvis tersenyum, di sana terlihat bahwa lelaki itu sudah rapih dengan kemeja abu-abu dan juga dasinya. Dia sedang duduk sembari sarapan.
"Ya sudah, Saya tutup dulu ya, Kalau ada perlu apa-apa, segera hubungi Saya."
"Siap Abangku," jawab Zalfa, kemudian mematikan panggilan teleponnya.
"Lo suruh ke kantor hari ini," ujar Zalfa, setelah melihat dewan keluar dengan kemeja biru mudanya.
"Kata siapa? Kan kerjaan sudah beres semua." Dewan berniat rapih, karena hari ini dia sekalian harus bertemu dengan seseorang.
"Bang Delvis," jawab Zalfa jujur.
"Pasti bohong, bilang aja mau berduaan sama," Dewan menggantungkan ucapannya. Kemudian matanya melirik ke arah Figonyang sedang tertidur.
"Ya udah, kalau gak percaya, lagian ada juga Lo kali, bilang aja gak mau jauh-jauh di dari Gue, iya kan?"
"Enggak. Siapa juga, males banget. Ini juga mau ke kantor."
Dewan berjalan ke sebuah meja yang diatasnya ada tasnya. Dia mengambil tas itu,
"Ke kantor mau pakai sendal?" tanya Zalfa, yang melihat Dewan masih memakai sandalnya.
"Ada di mobil sepatunya."
"Yaudah, hati-hati."
"Iya hati," jawab Dewan santai lalu keluar dari kamar inap Zalfa.
Zalfa mengerutkan keningnya sebentar, agak aneh sekarang Dewan, sering kali lelaki itu menggombalinya. Zalfa hanya menganggapnya sebagai bercandaan. Lagian, setiap hari juga Dewan selalu bersikap berubah-ubah