Baixar aplicativo
9.61% Ardy & Erza / Chapter 20: Diancam bagian 2

Capítulo 20: Diancam bagian 2

Pulang nganterin Erza, Ardy jadi terus kepikiran tentang si unyu yang kelihatan berantakan dan nggak jujur itu, kira-kira dia kenapa ya? Kalau sampai Erza ada yang gebukin, Ardy nggak akan maafin siapa pun yang ngelakuin itu. Pikiran Ardy langsung muter ke Andre, kenapa Ardy malah inget sama adiknya Dinda? Soalnya Andre gagal ngeroyok dia kemarin, kalau dipikir-pikir Erza lebih mudah dikeroyok.

Bangunlah Ardy dari rebahan sorenya di ranjang dengan sprei motif spiderman-nya, kenyokapnya sih bilangnya mau belajar tapi malah rebahan dan mikirin Erza. Ardy nyamber jaket kulitnya tapi dia langsung sadar kalau kunci motornya ada di bokapnya, mau ngumpat takut dosa soalnya bapak sendiri, Ardy ngusak rambutnya. "Ah ya udahlah!" Ardy turun ke bawah, celingukan berharap ibunya nggak lihat dia keluar.

Ceklek...

Kaget Ardy sewaktu buka pintu ada nyokapnya abis belanja. "Mau ke mana, Ardy?" tanya nyokapnya.

"Keluar sebentar bu, boleh ya bu?" Ardy mencoba buat kelihatan manis, matanya yang besar bak burung rajawali itu cocok banget buat memelas.

"Mau ke mana?" ulang ibu sembari masuk ke dalam.

"Ketemu temen, bu," jawab Ardy.

"Belajarnya udah?" Ardy hela nafas, masa kudu bohong sih? Ardy kan takut dosa kalau kebanyak bohong sama orangtua.

"Abis ini, Ardy janji," jawab Ardy.

"Ibu telpon ayah ya?"

Ah ibu mah! protes Ardy dalam hatinya.

Nggak jadilah Ardy buat pergi, ngekorin nyokapnya ke dapur buat lihat nyokapnya bawa apa sembari mikirin gimana caranya dapet izin buat keluar. "Tadi ibu mampir ke rumahnya tante Tania, katanya Erza ada lebam diperutnya," kata ibu yang sadar kalau putranya ngekorin dan seketika bikin si putra kaku di tempat. Ibunya balik badan setelah letakin belanjaannya di meja, natap putranya penuh tanya. "Kalian ada kelahi?" tanya ibu kemudian.

"Bu, Ardy mau ke rumah Erza." Bukannya jawab Ardy langsung pergi gitu aja sampai nyokapnya manggil-manggil, ngancam mau bilang ke bokapnya aja nggak didenger karena Ardy lagi panik banget sekarang.

Panik, cemas dan marah, Ardy lari-lari sampai nggak sempet pake sepatu, ada sendal ibunya langsung dia pake meski sendalnya model perempuan terus kecil lagi dikakinya yang gede itu. Begitu sampai di rumah Erza, Ardy ngos-ngosan tapi nggak segera atur nafasnya, dia langsung salam yang kesannya kayak yang nagih utang.

"ASSALAMUALAIKUM!" Suara yang gede karena lagi puber itupun ngagetin nyokapnya Erza.

"Waalaikumsalam, ya ampun Ardy kamu ini mau tawuran? Salam kok kayak gitu!" Omel mamanya Erza.

Ardy lagi panik karena denger Erza terluka, dia langsung ngegas nanya ke nyokapnya Erza. "Tante, katanya Erza luka?" tanya Ardy ngegas dengan mata yang melotot panik.

Mamanya Erza mengerjap beberapa saat, dia pikir Ardy udah tahu kalau Erza kepentok meja. "Loh kamu nggak tahu kalau Erza kepentok meja? Bukannya tadi pulang bareng kamu, Dy?" tanya balik tante Tania.

"Nggak tante, Ardy nggak tahu bahkan Erza aja nggak ngasih tahu," jawab Ardy.

Setelah dapat izin buat masuk, dia ngekorin nyokapnya Erza masuk sampai naik lantai dua buat ke kamar Erza. Erza kaget waktu mamanya masuk ke kamarnya bareng Ardy, Erza langsung akting seolah nggak apa-apa dengan ngubah posisinya dari baringan di kasur jadi duduk bersandar ke kepala ranjang walaupun agak meringis. "Loh, kok ke sini, Dy?" tanya Erza sebisa mungkin kelihatan normal.

Mamanya sedekap dada dan itu bikin Erza nelen ludah kasar, dari mamanya dia noleh ke Ardy yang kelihatan cemas, dia juga jadi cemas dan panik sekarang. "Erza, mama nggak tahu kamu belajar bohong darimana, Ardy bilang nggak tahu kalau kamu kepentok meja," ucap mamanya nuntut alasan Erza. "Kamu dipukul siapa?" tanya mamanya diakhir.

"Ma-mama, Erza..." Erza nggak berani natap mamanya sama Ardy, dia nunduk. "E-Erza cu-cuma jatuh, jangan dimasalahin!" jawab Erza sembari merem. Hari ini dia udah bohong ke Ardy dan ke mamanya, dia pengen nangis karena ngelakuin hal yang jelas nggak boleh, apalagi dia bohong ke orangtua.

Ardy paling tahu tentang Erza, kalau Erza udah kayak gitu itu artinya dia udah ketahuan bohong. Ardy nepuk pundak mamanya Erza dan dapetin atensi dari beliau. "Biar Ardy aja yang tanya." Nyokapnya Erza langsung ngerti, dia noleh keputranya yang kelihatanya mati-matian tahan tangisnya.

"Kalau Erza bohong lagi, mama bilangin ke papa," ancam mamanya sembari pasang wajah galak dan Erza ngelirik sekilas, jadilah Erza makin pengen nangis.

Setelah mama Erza pergi, Ardy nyamperin Erza terus duduk di tepi kasurnya. "Za, kenapa sih lo bohong?" tanya Ardy. "Lo diancem?" Erza langsung dongakin kepalanya, pipinya udah dialirin air mata sewaktu natap bak rajawali Ardy.

Lihat respon Erza, Ardy jadi makin yakin kalau Erza diancam. "Siapa? Ngomong ke gue, siapa?" Tapi Erza gelengin kepala sembari nangis.

"Ng-nggak ada Ardy, ih!" Erza tetep keukeuh.

Ardy pegang kedua sisi bahu Erza, dia ini paling nggak suka kalau Erza bohong apalagi menyangkut masalah diganggu, inilah alasan kenapa Ardy pengen melindungi Erza, Erza itu penurut diancem supaya tutup mulut pun dituruti. "Za, Erza lihat gue, lo diancam apa? kalau lo nggak mau ngasih tahu siapa orangnya, oke nggak apa-apa tapi lo diancem apa biar gue tahu." Ardy memutuskan buat tahu apa isi anceman orang yang mukul Erza, dia cuma butuh tahu apa ancaman itu supaya bisa lacak orang yang ganggu Erza.

Erza agak sesenggukan sewaktu natap Ardy, dia pikir mungkin nggak akan jadi masalah kalau dia ngasih tahu isi ancaman itu toh Ardy nggak akan tahu siapa orangnya, kan? "Dy, ka-kamu jangan bikin anak-anak perempuan di Sekolah jadi salah paham sama kita," kata Erza sembari nunduk mainin jarinya.

Oh Ardy langsung konek, dia pasang wajah datar. "Emang kita kenapa? anak-anak cewek tuh kenapa sih? heboh bener sama kita, emang kita kenapa gue tanya?" tanya Ardy terkesan mendesak dan bikin Erza pun bingung kudu jawab apa.

"Za, jawab kita ini kenapa emangnya?" ulang Ardy.

"A-aku nggak, nggak tahu," jawab Erza yang memang nggak tahu.

"Lo dikatain bencong, banci, letoy?" tanya Ardy. "Homo?" lanjutnya dan itu bikin Erza agak tersentak.

Ardy hela nafas, dia angkat dagu Erza supaya natap dia lurus tepat dibak rajawalinya yang selalu sukses bikin Erza tenang dan merasa aman. "Za, lo bukan bencong atau apalah itu, Lo itu Erza Mahendra si unyu putranya tante Tania sama om Hendra, kalau lo dikatain bencong padahal lo bukan bencong, besok-besok gue pake rok ke Sekolah biar gue aja yang dikatain bencong." Ardy mencoba menghibur Erza dan itu berhasil, Erza ketawa kecil yang amat terdengar manis dan menghangatkan hati Ardy. Ardy tuh seneng lihat si cowok lucu itu kelihatan seneng dan bahagia, ketawa gemesin dengan pipi gembilnya yang memerah daripada sedih dan nangis, berapa kali Ardy harus ngakuin itu? dia sayang banget sama Erza.

"Cowok kan nggak boleh pake rok!" sahut Erza nanggapin candaan Ardy yang berhasil menggelitiknya itu.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C20
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login