Baixar aplicativo
62.06% Caffe Latte With Jae / Chapter 18: I'm not Jaelous

Capítulo 18: I'm not Jaelous

Hari ini aku harus membereskan semua pekerjaan ku supaya besok aku bisa santai-santai

"oii bumil ambis banget" terdengar suara Brian dari pintu

Brian baru saja sampai ke kantor karena dia harus menemani Jae bertemu client

"Brisik" kataku sambil melempar tisu yang berada ditanganku

"ee buset galak banget" Brian kemudian rebahan di sofa

"capekk banget Bri?" tanyaku sambil mengetik di laptop ku

"ho ohhh, mana si bos rese" gerutunya

"kenapa dia?" aku terkekeh mendengar nya

"iyaa, biasa dia kan kalo kerja harus kelar hari itu juga, jadi tadi meeting nya lama banget"

"ya emang gitu lah bos lo" kataku

"laki lo tuh bilanginn" ledek Brian

Aku tertawa mendengar nya, sekarang Brian punya kata-kata sakti yaitu "laki lo tuh ca" hahaha dia selalu mengatakan itu kalau kesal dengan Jae yang katanya bawel setengah dewa. Jae emang tipe yang kalau kerja gabisa setengah-setengah. Semua nya harus selesai sempurna.

"mau kemana lo?" tanya Brian yang melihatku beranjak dari kursiku

"mau ke Jae minta tanda tangan" kataku sambil merapikan rambutku

"ohh dia di dalam tuhh"

***

Tok tok tokk

Aku mengetok ruangan Jae, tapi sepertinya dia sedang ada tamu

"masukk" aku bisa mendengar suara khas nya

Aku masuk keruangan nya, tapi tungguuu.. Alice? Kenapa dia ada di ruangan Jae? Hmm apa mereka balikan? Tapi kenapa Jae tidak memberitahu ku? eh maksud ku sebenarnya aku tidak kaget kalo mereka balikan lagi hahaha aku terdengar seperti sedang cemburu ya? Tapi jujur aku sama sekali tidak merasakan cemburu karena hubungan ku dan Jae kan memang tidak ada apa-apa selain nikah formalitas.

"c..ccaa?" muka Jae terlihat sedikit kaget

Kenapa dia kaget? Apa dia takut aku akan marah? Hey tenang saja aku bahkan tidak punya waktu untuk mengurusi percintaan mu Jae

"iya pak maaf menggangu, ini ada beberapa berkas yang harus di tanda tangan" kataku lalu meletakan kertas tersebut di meja nya.

Alice senyum kepadakau yang mau tidak mau aku harus membalasnya kan. Aku dan Alice jarang bertemu karena kami di divisi yang berbeda, jadi aku agak sedikit canggung aja. Tenag saja, aku tidak membenci Alice. Aku malah mendukung kalau dia balikan dengan Jae, karena mereka berdua pantas untuk bahagia kan

"oh i.. iyaa, se...sebentar ya" balas Jae terbata-bata

"baik pak nanti sore saya ambil, permisi pak" aku senyum ke meraka berdua lalu meninggal kan ruangan nya.

***

"udahh? Kertasnya mana?" tanya Brian yang melihatku balik ke ruangan tanpa kertas tadi

"nanti gue ambil, lagi ada Alice tadi" kataku santai

"hahh? Dia ngapain disana?" muka Brian sedikit kaget

"mana gue tau" aku mengangkat bahu ku

"Jae gada cerita apa-apa kok, mungkin Alice cuma mampir aja ca" kalo ini kalimat Brian seperti ingin menenangkan ku.

Hahaha padahal aku biasa saja, aku tidak marah ataupun cemburu. Hubungan ku dengan Jae sampai saat ini belum ada kemajuan, jadi belum ada rasa apapun.

"ccaaa" tiba-tiba Jae muncul di pintu ruanganku, aku melihat tangan nya penuh dengan berkas tadi

"ohh udah kelar" tanya ku

"anuu,, tadii itu?" dia mulai terbata-bata lagi

"kenapa Je yang jelas" kata Brian dari balik laptopnya

"ituu tadi Alice Cuma nganterin barang-barang gue yang dulu" katanya dengan sangat cepat sampe aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan

"hah?" kataku

"Alice katanya Cuma ngantar barang nya dia" kata Brian

"ohh trus ada apa kesini pak?" tanyaku sopan

"engga caa, jangan mikir macam-macam" katanya sambil menuju ke meja ku

"dan satu lagi, gue risih di panggil pak" katanya pelan

"yauda Jae" kataku, aku sebenarnya juga males harus sopan kepadanya hahaha

"ini uda ditanda tangan semua" dia meletak kan berkas nya lalu duduk di sofa

Aku sekilas melihat Brian, Brian pasti tahu kenapa aku melihat nya

"tumben Je mampir keruangan gue, ada apa?" Brian menyusul Jae duduk di sofa

"gak papa, pengen aja" katanya

"ica baik-baik aja kok gausa takut" kata Brian

Yaaa.. Brian kamu ngomong apa sihh?? kenapa harus membawa namaku, apa kamu gak tau Jae tuh pasti galau gara-gara bertemu Alice barusan, bukan gara-gara takut aku marah. Ada-ada aja kamu Bri

"caa uda makan? Susunya masih ada?" kali ini Jae menatap ku dari sofa

"eh, udahh.. udah kok" kenapa aku ikutan terbata-bata seperti ini sih

"susunya masih banyak Je, tapi kata ica dia sukanya rasa vanilla"

Tuhh Brian selalu aja dehh lemes ke Jae, please Bri biar aja. Kasihan kalo dia harus memikirkanku juga, aku bisa merawat diriku kok. Lagian kan ada kamu sama Dandi yang menjagaku.

"ohh sorry gue gak tau, nanti gue beli vanilla aja semuanya" katanya

"ehh.. gapapa Jae gausa repot-repot" kataku

"caa apaan si? Itu uda hak lo buat diperlakuin kek gitu, dan itu kewajiban Jae buat peduli sama lo" Brian kali ini sewot

"Briii!!" aku mengomel

"lagian sampe kapan sih lo berdua mau kek gini? Lo uda hamil 4 bulan ca" kali ini Brian menaik kan suara nadanya

Ku lihat Jae menunduk, dia seperti diomeli. Padahal aku tahu betul Brian mengatakan nya untuk memarahi ku, berkali-kali Brian marah kalo aku nolak kebaikan Jae, contoh mya pas itu aku lagi ngidam MCD dan Jae menawarkan untuk membelikan ku, namun aku bilang aku beli sama Dandi saja. Brian pas itu marah katanya itu sudah hak ku menerima kebaikan Jae

"sorry Bri jadi ngerepotin lo terus menerus" kata Jae pelan

Mungkin Jae merasa bersalah karena selalu Brian lah yang ku repotkan, padahal aku tahu Brian tidak bermaksdu untuk membuat Jae merasa bersalah, aku tahu dia mengatakan itu untuk kebaikan ku dan Jae

"bukan gitu Je, gue pengen lo berdua sama-sama buka hati"

Lagi dan lagi Brian mengatakan itu. Aku jadi sedikit kesal, berapa kali aku bilang ke Brian kalau aku masih butuh waktu. Tapi setelah ku fikir-fikir benar juga sih, sepertinya aku harus membuka hati mulai saat ini. Setidak nya aku harus mencoba dulu kan ya?

"iya iya bawel lo, gue mau ke dapur mau nitip kopi ga kalian?" kataku guna mencairkan suasana hening ini.

Mungkin aku harus mengikuti perkataan Brian kali ini, aku harus mencoba menerima kebaikan Jae. Bagaimana pun dia suamiku meski hanya formalitas.

Setelah difikir-fikir Jae memang baik banget, dia juga suka melebihkan gajiku entah tujuan nya buat akpa. dan kadang-kadang aku tidak enak untuk meminta bantuam kepadanya. Aku masih harus mencoba dekat dengan nya, maksudku aku harus menganl dia terlebih dahulu supaya aku bisa menentukan sampai kapan aku dan dia berstatus seperti ini, menikah tapi seperti orang asing. Aku harus meyakinkan diriku terlebih dahulu supaya bisa melihat kedepan nya bagaimana nasib pernikahan ini.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C18
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login