Tak pernah terpikirkan hal ini akan terjadi begitu saja.
Suara dering alarm yang menusuk telinga langsung membuat jantung berdetak sangat kencang dalam ketakutan dan kekhawatiran paling dalam. Mungkin, takkan ada yang menyadari betapa gentingnya situasi ini sehingga merusak tatanan yang telah ada.
"Apa yang terjadi!?"
***
Pagi ini sudah pukul setengah tujuh pagi. Matahari telah bersinar hangat memasuki area dalam rumah Pramudirga. Di balik tiap dinding yang ada, hanya ada Keiza yang sibuk sendiri berada di area ruang makan.
Banyak peralatan makan di atas meja makan tersebut, sangat lengkap dengan piring, mangkuk, sendok, dan garpu. Benda-benda itu telah disiapkan sejak kemarin sore, demi sebuah jamuan manis nan romantis yang diinginkan. Hanya saja, keinginan selalu saja berekspetasi lebih dan kenyataan sangat suka mematahkannya.
Hari itu sangat kacau! Mulai pagi hari yang menyedihkan sampai akhir pada hari itu yang menggunjangkan pesta yang telah diatur. Untungnya, semua tamu undangan menikmati pestanya, menikmati makanannya, dan masih bisa bersenang-senang di tengah kecemasan ini. Sampai pada pagi ini, Keiza pun masih begitu cemas.
Dia tidak bisa tidur semalaman. Setelah pesta, dia tidak pergi dari rumah Pramudirga. Dia memutuskan untuk tinggal menemani kekasihnya yang tidak bisa lepas dengan kembarannya sekarang.
Keiza sempat membersihkan diri, badannya masih terasa segar, namun rasanya dia begitu letih. Selain karena aktivitasnya yang memadat dan kurangnya istirahat yang cukup, dia menjadi makin lelah. Apalagi, kemarin dalam seharian penuh dia sudah cukup tertekan.
Keiza merapikan semua alat-alat makan yang ada di atas meja. Menumpuk semuanya menjadi satu dan mengumpulkan semuanya untuk dimasukan ke dalam mesin pencuci piring. Setelah itu, dia mengeluarkan sepiring nasi goreng sea food instan dari microwave. Rasanya sangat panas saat dia menyentuhnya dengan kain tipis yang dipakainya untuk mengelap meja makan tadi. Segera dia meletakannya di atas kabinet sebelum telapak tangannya terbakar.
Tepat saat dia meletakannya, dia mendapatkan sebuah panggilan.
"Hall-"
"Kau sekarang dimana!? Kau tak tahu sudah jam berapa sekarang!?"
Suara itu terdengar sangat tinggi dan melengking seakan emosi telah memuncak. Hal ini biasa terjadi pagi-pagi, apalagi ada hal yang membuatnya begitu kesal dan kecewa.
"Ma, Keiza masih di rumah Rei. Rin sakit lagi."
Seakan tak suka mendengar jawaban Keiza, sang ibu langsung memerintah.
"Penerbangannya 2 jam lagi, tak mau tahu kau harus sudah siap. Ini kesempatan terbesarmu untuk mengikuti show besar nanti dan ke depannya! Apa kau akan melewatkan kesempatan ini!?"
Apa yang dikatakan ibunya tidaklah salah. Wajar bagi seorang ibu sangat mendorong anaknya agar menjadi yang terbaik dan sukses. Sang ibu sangat mendukung karir Keiza di dalam dunia model, karena memang dunia ini sangat pantas untuk putrinya yang sangat cantik seperti dewi ini. Aset terbesar dan termahal inilah yang tak bisa dilewatkan begitu saja.
"Baik, Ma. Keiza segera ke bandara."
Telepon langsung terputus.
Sang ibu jelas sedang kesal dengan putri satu-satunya ini. Keiza pun sebenarnya sudah bisa memahami sikap ibunya yang seperti ini, sangat cepat marah jika anaknya tidak mau menurut dengannya. Apalagi, Keiza telah menginap di rumah Rei malam ini tanpa memberitahu orang tuanya sebelumnya. Alasan mengapa dia masih berada di tempat ini adalah hal yang begitu mendesak, sampai membuat Keiza harus sedikit membangkang kepada ibunya.
Keiza pasti akan meminta maaf karena hal ini nanti saat sudah bertemu dengan ibunya secara langsung.
Dia kemudian membawa piring yang di atasnya terdapat satu porsi nasi goreng seafood dengan segelas air putih di atas nampan. Keiza membawa semua itu dengan dua tangan menuju ke sebuah ruang kamar Rin. Pintu kamar itu sengaja terbuka sedikit, Keiza bisa mengintip di baliknya dalam diam. Dia sudah melihat kondisi ini semalaman dan hanya bisa terdiam. Kemudian, dia membuka pintu itu lebar-lebar dan masuk.
"Rei, ini sarapanmu ya..." Kata Keiza sambil meletakan nampan itu di atas meja.
Keiza melihat si kembar ini dengan begitu sedih. Entah bagaimana, Rin tiba-tiba saja masuk ke dalam kondisi yang sangat kritis, hingga membuat mereka berdua langsung melakukan tindakan medis awal sebelum dokter datang kemari. Seharusnya, bisa saja Rin dibawa ke rumah sakit sekarang, namun Rei dengan sangat tegas mengatakan bahwa itu tidak perlu. Keiza memang tidak mengetahui betul tentang perawatan yang sedang dijalani Rin sampai-sampai dilarang dibawa ke rumah sakit dan harus dirawat di dalam rumah ini.
Rei, sejak saat kepanikannya memuncak dan membuatnya terlihat hampir putus asa, tidak pernah bergerak dari tempatnya sekarang. Dia masih duduk di kursi samping tempat tidur kembarannya itu. Tidak pernah Keiza melihat Rei seperti ini sebelumnya, Rei tidak pernah terlihat begitu terpuruk karena kondisi Rin yang sangat kritis ini. Dalam kondisi seperti ini, Keiza beransumsi bahwa Rei juga menangis semalaman karena ini.
Keiza mengerti perasaan kekasihnya terhadap kembaran yang lemah ini. Rei begitu menyayanginya meski mereka terlihat selalu bertengkar tiap harinya. Yang sebenarnya dirasakan oleh Rei adalah apa yang dia lakukan selama ini. Dia adalah seorang pekerja keras, dia sangat mau bekerja apapun untuk terus mampu mendanai pengobatan kembarannya yang tidak murah. Semua ini... sudah tidak bisa terbayang berapa uang yang sudah dihabiskan oleh Rei hanya untuk kembarannya. Keiza juga mengerti betapa sangat sedihnya Rei jika Rin tidak kunjung membaik. Jika Rin sedikit kambuh saja, Rei langsung sedikit depresi. Dan kali ini, ini adalah yang terburuk yang pernah dilihat oleh Keiza.
"Aku harus pergi karena ada urusan penting, maafkan aku." Kata Keiza kemudian karena Rei tidak mengatakan apapun.
Keiza berjalan mendekati Rei, memeluk tubuh lelaki itu dari belakang dengan begitu erat.
"Jangan lupa makan ya..." Keiza meninggal kecupan di kepala Rei. Di ujung pandangannya, dia juga melihat Rin yang memakai berbagai selang untuk membantu kinerja dalam tubuhnya yang makin melemah.
"Jangan begitu khawatir, kata dokter dia masih bisa bertahan. Dan dokter Hans sebentar lagi akan datang." Keiza terus-terusan mencoba untuk menyemangati kekasihnya.
Tapi itu tidak berhasil... dan Keiza harus pergi di saat itu juga.
Keiza menaiki taxi yang sudah dipesannya, taxi khusus yang bisa mengantarkannya ke bandara dalam hitungan menit. Dia sudah sangat terlambat untuk ke bandara, tapi itu bukan sebuah masalah untuknya jika ada ibunya yang dapat mengurusi hal itu. Sesampainya di sana, ada seseorang yang sudah menunggu Keiza di sana. Dia adalah seorang petugas bandara yang telah ditugaskan untuk memandu Keiza ke lobi khusus untuk penerbangannya.
Dia sudah menunggu Keiza dan pandangannya tidak lepas darinya seakan sudah mengenalnya lama.
"Nona muda, Anda sudah ditunggu." Kata laki-laki itu.
"Kurasa aku sudah sangat terlambat." Kata Keiza. Dia penasaran karena masih begitu banyak penumpang pesawat yang berada di lobi. Ibunya juga masih berada di sana, duduk di salah satu meja dengan layar hologram menyala di depannya.
"Penerbangan ke Singapura pagi ini tertunda karena ada kendala, jadi semua penumpang masih harus menunggu di lobi. Ah, masuk ke sini untuk lobi kelas bisnis."
Keiza akhirnya berada satu ruangan dengan sang ibu, dia segera menghampirinya dan duduk di depan ibunya. Tak lama kemudian, dia tiba-tiba mendapati satu piring dengan menu breakfast lengkap di depannya. Ai telah membawanya untuknya.
"Terima kasih." Kata Keiza.
Ai hanya tersenyum, lalu dia pergi meninggalkan Keiza dengan ibunya. Ini adalah momen yang tepat untuk membiarkan mereka berdua memiliki waktu untuk berbicara.
"Ma, Keiza sudah tiba di sini sekarang. Maafkan Keiza karena telah terlambat..."
Alis sebelah dari ibunya dinaikan, tandanya Keiza belum seharusnya berhenti berbicara.
"Maafkan Keiza juga karena tiba-tiba harus menginap di rumah Rei."
Asalkan sudah meminta maaf, sang ibu mulai sedikit melunak. Dia menyingkirkan layar hologram di depannya untuk menatap putrinya yang cantik.
"Jika kau bukan anak mama, kau tidak akan mungkin seberuntung ini. Banyak jadwal yang harus diundurkan karena kejadian ini, termasuk show-nya. Lihat, kita masih memiliki waktu dan kau masih sempat sarapan." Inilah sosok ibu dari Keiza. Dia bukan hanya gampang kesal karena sikap bandel putrinya, tapi dia sangatlah penyayang kepada putri cantiknya.
"Iya, Ma."
"Lain kali, jangan pernah mengalah kepada gadis itu lagi. Kau mengorbankan mimpimu hanya untuk gadis lemah seperti itu, dan lagi laki-laki yang kau sebut sebagai pacar lebih peduli dengannya daripada kau."
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya bagi sang ibu memberitahu putrinya tentang ini. Melihat kondisi keluarga Pramudirga yang tidak baik, kondisi keluarga menyedihkan antara si kembar yang mencoba untuk bertahan hidup. Waktu mereka sudah habis untuk mereka, tidak akan pernah cukup untuk putri semata wayangnya, Keiza. Ya, sangat jelas sendiri, bagaimana bisa putri kesayangannya harus ikut menderita seperti mereka? Sang ibu pasti menginginkan hal yang terbaik untuk putrinya.
Saat akhirnya semua penumpang di penerbangan itu sudah diperbolehkan untuk menaiki pesawat, Keiza bersama sang ibu dan Ai mulai mengikuti arahan dari petugas penerbangan. Tidak banyak waktu untuk mereka berjalan sampai memasuki pesawat, namun Keiza begitu cepat teralihkan karena melihat seseorang yang berjalan ke arah jalan keluar. Seorang gadis yang juga begitu cantik dengan kulitnya yang putih, berjalan di antara kerumunan membuatnya tetap terlihat terpancar.
"Oh, sialan!"
.
.
Bab 39
The Feast II