Wajah dan matanya agak berat.
"Yesika Sukarno, kau membenciku." Kata Pangeran William tegas. Ada jejak kegembiraan dan harapan dalam keputusasaan. Meski dia tahu ketidakjelasan itu, dia menolak untuk menyerah. "Apa kau membenciku?"
Yesika Sukarno menggelengkan kepalanya. Dulu membencinya, tapi sekarang aku tidak membencinya lagi, hanya sedikit kebencian yang tersisa. Jadi, aku tidak bisa tidak menggunakan kejadian ini untuk menyakitinya. Biarkan dia merasakan rasa asli dari keputusasaannya.
Jika kau masih membencinya, itu lebih dari sekadar lidah yang beracun.
"Yesika Sukarno, aku mendengar sepatah kata dari ibuku. Ada garis tipis di antara cinta dan benci. Kamu masih mencintaiku, itulah mengapa kamu sangat membenciku, bukan?" Mata Pangeran William menunjukkan harapan dan bergegas. Dia meraih wajahnya, "katakan padaku, bukan?"