Baixar aplicativo
4% Was My Sweet Badboy / Chapter 17: Minggu seru

Capítulo 17: Minggu seru

Sudah jam 9.15 pagi, aku yang tidur lagi setelah subuh tadi baru membuka mataku karena terkena silau matahari yang masuk dari jendelaku, ternyata sudah di buka oleh mamah gordennya.

Sebenarnya ingin tidur lagi karena badanku rasanya sakit semua, resensi buku untuk mading benar-benar bikin capek badanku yang jadi duduk seharian untuk menyelesaikannya kemarin. Yah, walaupun di bantu Bimo sih.

Ohiya Bimo! segera ku cek ponselku kalau-kalau ada pesan darinya. Dan benar saja ada 1 pesan masuk dari Bimo,

>Bimo<3 :

[Rayaa, kalau aku tidak balas pesanmu berarti aku masih tidur.

Nanti sore aku telfon, jangan ngambek]

Dia kirim pesan dari jam 4 subuh tadi, apa dia pulang larut dan baru tidur subuh? Dasar itu anak, sudah dibilang jangan pulang kemaleman!

Ngantuk ku jadi hilang setelah baca pesannya, lalu kuputuskan untuk turun dari kasur menuju ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Memang hari minggu paling enak tidak mandi pagi.

Hahahaha...

Selesai gosok gigi aku turun ke bawah dan mendapati mamah yang sedang sibuk masak dibantu bibi, sedangkan ayahku sibuk memandikan mobil kesayangannya di halaman depan.

Irin? masih molor di kamarnya, paling tidak dia akan tidur sampai jam 10 pagi. Kami memang di bebaskan bangun siang hanya di hari minggu, dan jangan coba-coba di hari lain.

Aku lalu ke dapur untuk minum sekalian ngintip mamah sedang masak apa, ternyata sudah ada nasi goreng di meja makan lengkap dengan telor ceplok dan acar.

Tanpa basa-basi ku ambil piring dan nasi gorengnya lalu segera ku lahap karena perutku sudah keroncongan minta diisi.

"Ray, cuci sepatu kamu tuh, mumpung cerah" kata mamah mengingatkan.

"Iya mah, abis makan" jawabku sambil mengunyah nasi goreng mamah.

"Maaaah...lapeeer.." Irin yang baru bangun, turun dari kamarnya dan langsung minta makan.

"Iiih...gosok gigi dulu Irin!!" Kataku kesal

"Males ah, ntar aja" katanya sambil mengambil nasi goreng di meja makan.

"Jorok kamu ah!" Protesku.

"Biarin, bweek!" balasnya cuek, lalu langsung membawa piring nya ke depan TV untuk nonton kartun sembari sarapan.

Ini bocah memang jorok sekali, super cuek dengan segala hal. Tapi untuk kau tau, Irin adalah adik kesayanganku yang sangat mengerti aku, dia akan menangis bersamaku saat lihat aku sakit, dia akan membelaku tidak peduli orang-orang bicara apa tentang aku karena dia merasa dialah yang paling tau aku, paling mengenalku selain mamah dan ayah. Dia anak yang sedikit tomboy dengan gaya bicara spontan dan ceplas-ceplos yang berbanding terbalik dengan karakterku.

Aku bersyukur punya adik seperti Irin, kecuali bagian sifat joroknya yang sudah mendarah daging.

Selesai sarapan aku lalu cuci sepatuku yang terlihat sudah lumayan kotor. Hari ini cerah, awan putih bergelombang sedang bertengger di langit menjadi penghias latar biru di belakangnya, seolah-olah tau aku yang sedang senang.

Ini adalah cuaca yang paling aku suka.

Aku termasuk orang yang senang sekali menatap langit, terutama pada saat cuaca cerah seperti ini, seperti mendapat penghiburan dari gerak awan yang bergumpal bagai permen kapas, seperti menarikku untuk pergi kesana dan bermain-main di atasnya.

Sebaliknya, aku tidak suka hujan. Karena hujan membawa sendu, setiap kali hujan aku akan jadi cemas dan resah dengan sendirinya, entah apa sebabnya.

Ada ungkapan bahwa hujan membawa rindu, tapi aku tidak merasa begitu, bagiku hujan seperti kesedihan yang tidak terungkapkan, yang membuat sesak dadamu.

"Ray, jangan lupa bersihkan kamarmu, terus siram tanaman di halaman" perintah mamah padaku saat aku selesai menjemur sepatuku.

"Iya mah" jawabku yang lantas menuju kamarku untuk ku bersihkan.

Kami memang di wajibkan mengurus hal-hal pribadi kami sendiri meskipun ada bi Marni, tujuannya supaya kami tidak bergantung pada orang lain dan bisa mandiri. Mamah tidak membolehkan bi Marni merapihkan kamar kami, mencuci sepatu kami, bahkan pakaian dalam kami juga harus diurus sendiri.

Mamah juga selalu masak ketika sempat, jadi bi Marni hanya membantu mamah masak, tapi jika mamah tidak sempat atau sedang tidak sehat, bi Marni yang akan masak untuk kami. Selain itu tugas bi Marni juga bantu bersih-bersih rumah, cuci baju, menyetrika, dan sebagainya.

Tunggu! Kenapa aku ceritakan ini? Hah, sudahlah...

Sekitar jam 11 siang kami semua sudah selesai dengan pekerjaan kami dan sedang kumpul di halaman belakang sambil minum es teh dan makan kue, di halaman belakang, ayah membuat sebuah gazebo kecil yang nyaman dengan kolam ikan koi di sebelahnya.

Kalau sedang libur, ayah senang sekali duduk disini sambil menghisap rokoknya dan minum kopi kesukaannya.

"Ray, kamu pacaran dengan Bimo?" Tanya mamah tiba-tiba.

"Bbfffkk...." aku yang sedang minum jadi tersedak.

"Hahahaha...mbak Raya gitu aja sampe keselek" ledek Irin yang berhasil mendapat pelototan dariku.

"Hehe...iya mah, boleh kan?" Tanyaku sembari melirik ayah yang diam saja dengan mata yang masih lekat ke koran ditangannya.

"Yaah...gak apa-apa, mamah gak melarang toh kalian sudah besar dan bisa bertanggung jawab atas pilihan kalian, yang penting gak boleh kelewat batas Ray, kamu anak perempuan." Nasihat mamah padaku.

"Iya mah, Raya paham...hmm...menurut mamah Bimo bandel gak?" Tanyaku penasaran sebab aku juga ingin tau penilaian orangtuaku terhadap Bimo.

"Bandel, bandel sekali!! Persis ayahmu dulu waktu seumur kalian" jawab mamah dengan ketawa jahilnya.

"Hah? Masa sih mah?" Kataku dan Irin hampir bersamaan.

"Ceritain dong maaah" rengek Irin.

"Ayah itu dulu waktu SMA, mirip dengan Bimo, gak punya takut, sering berantem, disekolah suka bolos juga, kalau bicara juga percaya diri sekali, yaaah mirip banget sama Bimo kurang lebih, mamah sampe ketawa sendiri waktu lihat Bimo, karena jadi ingat ayah waktu muda."

Mamah jawab dengan panjang lebar.

"Hahahah...Wah ayaaah.. bandel ternyata" Canda Irin pada ayah yang berbuah senyum di bibir ayah lalu menutup korannya dan nimbrung di obrolan kami.

"Heheh...dulu mamah kenalan sama ayah gimana pas SMA? " Tanyaku yang memang sudah tau kalau mamah dan ayah sudah pacaran dari SMA lalu menikah sampai sekarang.

"Hmm..dulu ayah yang naksir mamah duluan, katanya jadi suka pas lihat mamah sedang pidato perpisahan untuk kakak kelas yang lulus, lalu kirim surat ke radio untuk titip salam pada mamah.. Hehe" cerita mamah sambil malu-malu, dan bikin kami berdua cekikikan geli mendengar kisah romantis luar biasa itu.

"Ayah juga dulu pernah kayak Bimo, dateng kerumah mamah larut malam, dan di marahin sama kakek kalian." Celetuk mamah.

Aku refleks lihat ke ayah yang diam mendengarkan kami cerita sambil menghisap batang rokoknya.

"Beneran yah?" Tanyaku.

"Iya, habis itu gak boleh ketemu mamah 3 hari" jawab ayah enteng.

"Ahahahahahah..." aku dan Irin ketawa serempak.

"Datengnya pakai alasan ngantar mangga dari kebun buat mamah" maksudnya alasan ayah datang larut malam kerumah mamah dulu.

"Hahahah...pantesan ayah gak marah waktu Bimo kesini larut malam kemarin" jawabku.

"Iyaaa...waktu Bimo sudah pulang, ayah ketawa karena kata ayah jadi inget jaman muda pas lagi nakal-nakalnya" Sahut mamah.

"Heheheh...Raya sudah takut ayah jadi gak suka Bimo gara-gara itu" kataku

"Ayah tidak mau jadi orangtua yang banyak membatasi anak-anaknya, selama kalian bisa ayah percaya...yang ayah lihat Bimo cukup bisa di percaya, setiap kali ayah kasih batas waktu untuk pulang dari sini, dia berani menepati itu tanpa banyak komentar, bahkan sebelum waktu yang ayah tentukan dia sudah dengan tau diri pamit pulang... Bandel itu wajar, bahkan anak laki-laki memang seharusnya bandel biar tangguh. Asal masih punya etika dan sopan santun, bandel sih tidak masalah."

Jawab ayah yang seketika memberiku perasaan lega.

"Mamah juga pikir Bimo bisa diandalkan untuk kamu karena mamah lihat dia cukup berani menghadapi ayah, dan bicara dengan apa adanya, jadi kalau ada apa-apa diluar, mamah harap dia akan berani jaga kamu dan membelamu" timpal mamah

"Heheheheh" aku hanya bisa tersenyum malu.

"Irin juga suka mas Bimo, kalau diajak ngobrol seru..trus suka main game juga kayak Irin" komentar Irin.

"Kamu tuh main game teruuus" sahutku

"Biarin, kan nilai Irin masih tetep bagus, mas Bimo juga semangat main game dengan Irin, bweek!" Balas irin lalu menjulurkan lidah padaku.

"Yang penting inget batasan Ray, mamah sama ayah cuma pesan itu, jangan kelewatan kalau pacaran karena kamu anak perempuan, jaga masa depanmu, jangan sampai menyesal di kemudian hari" kata mamah kembali mengingatkan aku dengan lembut.

"Iya mah, Raya akan ingat-ingat" jawabku pada mamah.

"Tapi inget, kalau dia bikin masalah ayah gak segan bikin dia kapok" Ancam ayah.

"Iiih...ayaaaaah.." jawabku yang disambut tertawaan dari mamah dan Irin.

--@@@--

Aku baru selesai mandi sore setelah seharian kumpul dengan keluargaku di halaman belakang, banyak ngobrol tentang apa saja, hari ini mamah juga masak enak. Ku tutup pintu kamar lalu duduk di kasurku sembari bersandar pada kepala kasurku kemudian meraih ponsel yang tidak ku sentuh dari pagi tadi.

>Dwi :

[Ray, PR fisika udah ngerjain?

besok pagi aku nyontek ya? Heheh]

>Sari~sari :

[PR fisika, besok liat ray ;P]

>0857xxxxxxxx :

[Rayaaa...lagi apa?

Ini aku putri :-*]

>Rina eksjur :

[Ray, kunci ruangan sama mading ada sama kamu kan?]

>0852xxxxxxxx :

[Hai..ini Raya anak Teladan kan?

boleh kenalan?]

>0812xxxxxxxx :

[Hai.....

ini bener nomernya Raya?]

>0856xxxxxxxx :

[Kenalan dong, kamu Raya kan? Anak Teladan?]

>Bimo<3 :

[Raya anak pak Hasan!

Mau telfon]

Ku balas satu persatu pesan yang masuk ke ponselku, menyimpan nomor Putri dan balas pesannya lalu ku hapus semua pesan tidak jelas yang entah darimana dapat nomorku.

Pesan Bimo juga sudah ku balas. Tidak berselang lama, dia telfon.

Bbbzzzt..bbzzztt..bbzztt...klik

"Halo?" Sapaku saat mengangkat telfonnya.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam..."

"Sudah mandi?"

"Sudah, kamu baru bangun?"

"Enggak sudah dari tadi...jadi mimpi si Burhan semalem? wkwk" Tanya nya menyebalkan

"Iiiiih...gak mimpi si Burhaaan..." Rengekku kesal.

"Hehehe iya..iyaa..cup cup cup..gitu aja nangis" ledeknya.

"Tauk ah! Mukanya gimana? Sudah baikan memarnya?" Tanyaku

"Udah, gak terlalu kelihatan lagi"

"Mama kamu gak tanya kenapa sama muka kamu?"

"Tanya"

"Terus jawab apa?"

"Dicakar kucing tetangga"

"Hah? ih ada-ada aja, mana mungkin percaya"

"Hahah iya gak percaya sama anak sendiri."

"Ya iyalah kalau kamu mah, ngawur sih! Terus gak di tanyain lagi?"

"Enggak, sudah paham mama ku"

"Gak dimarahin?"

"Diomelin bentar"

"Sudah kebal sama kamu yang bandel ya.."

"Hahahah gak papa lah, kan gak nyolong" maksudnya dia bandel tapi tidak pernah mencuri.

"Iya, tapi hati-hati juga dong, kalo parah lukanya gimana? kalo ada yang bawa senjata pas berantem gimana?"

"Heheh...khawatir nih?"

"Gak! seneng! Ya iyalah khawatir Bambang!"

"Hahahahah galak!"

"Bodo"

"Pinter aku"

"Pinter apa?"

"Pinter bikin kamu kesel"

"Ahahahaha.... Ngaco ah"

"Hehehehe"

Kami ngobrol di telfon tidak lama sebab harus sholat magrib, setelah sholat aku merapikan buku pelajaranku yang besok akan ku bawa ke sekolah.

Drrt..ddrrtt...

pesan masuk dari Putri

>Putri :

[Raya, bsk plg sekolah main yok?

ajk Bimo jg, pergi maen rame2 psti seru!!

Udh lm gk main sm kamu]

>Aku :

[Maaf Put, besok mau kerja kelompok sama temanku pas pulang sekolh

Lain kali aja ya..]

>Putri :

[Yaaah...yaudh deh]

Aku lalu turun ke dapur untuk makan malam setelah membalas pesan putri tadi.

Besok sepulang sekolah aku sudah janji dengan Dwi dan Sari untuk kerja kelompok bersama, kami harus me-review film untuk tugas bahasa indonesia. Filmnya sudah kami tentukan, jadi besok kami tinggal ke bioskop untuk nonton filmnya baru setelah itu membuat reviewnya.

Hmmm....besok ajak Bimo gak ya??....

--***--

Note : Isi pesan sengaja dibuat sesuai seperti selayaknya orang kirim pesan yaitu dengan mempersingkat kata-kata.

Happy Reading !!


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C17
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login