"Kalungku?" Liana meraba lehernya dan melotot horor. "Oh iya, aku baru ingat kalau aku meletakkannya di kamar."
"Kenapa kau menanggalkannya?" tanya Lyosha.
"Hanya ingin saja, entah kenapa aku rasa kalung itu semakin berat. Untung saja Nenek mengingatkanku akan kalung itu. Terima kasih Nek," ucap Liana sambil tersenyum.
"Bukan apa-apa. Nenek hanya menanyakan saja Liana." Nenek Louvinna mengambilkan irisan buah Pearlpurpur*.
*Buah Yang putih unyuk mengkilap seperti mutiara namun memiliki corak motif mirip seperti tempurung kura-kura.
Sebenarnya kebetulan yang Liana lakukan merupakan suatu keberuntungan baginya. Karena kalung itu mempunyai keterkaitan dengan kelompok berjubah hitam tersebut. Terutama dengan pemimpin dari kelompok tersebut.
Masih belum jelas karena apa dan mengapa tuan mereka Orland mencari kalung milik Liana.
Kalung tersebut seakan menjadi benang merah antara pemimpin kelompok berjubah hitam, Liana, dan mungkin dengan masa lalu Liana. Namun masih belum pasti apa hubungannya.
Makan buah besar-besaran, ditambah makan malam membuat seisi Coil Cottage kekenyangan. Mereka masuk ke kamar masing-masing. Namun Liana memutuskan untuk menyelinap masuk ke kamar Isaura karena ingin berbincang-bincang dengannya.
"Isaura, apa kau benar-benar siap mengikuti tes seleksi tahun ini?" tanya Liana penasaran.
"Sebenarnya aku masih ragu. Tapi aku akan tetap berusaha sekuat tenaga ku. Aku sudah ngebut belajar akhir-akhir ini. Tapi aku masih kurang melatih kekuatan magisku," jawab Isaura sambil masih berkutat dengan buku yang ada di tangannya.
Isaura padahal belum pernah belajar dengan rinci. Hanya sebatas mengenal huruf dan angka. Tapi Lysander memutar otaknya agar Isaura bisa belajar dengan efektif dalam waktu yang sudah lumayan mepet seperti ini. Tentunya di bantu Liana juga. Tapi kalau Lyosha jangan ditanya, ia masih harus fokus belajar untuk dirinya sendiri.
"Kau sudah belajar materi, setidaknya dalam waktu sehari sisihkan waktu mu sekitar tiga jam untuk berlatih kekuatan magismu." Liana membuka jendela kamar Isaura, duduk dan menikmati angin yang berhembus dari luar.
"Iya Liana, aku sedang mengusahakannya. Aku tidak ingin gagal tahun ini."
"Bicara soal itu, kenapa kau tidak berlatih dengan Lyosha?" tanya Liana. Sebenarnya ia tahu alasannya, namun hanya ingin mencari hiburan denfan menjahili Isaura.
"Mana bisa!" seru Isaura. "Bukannya melatihku yang ada dia akan menjadikanku samsak tinjunya."
Liana tertawa, lucu sekali menurutnya mengingat Lyosha selalu saja marah tanpa alasan terhadap Isaura. Katamya ia cemburu dengan Liana yang lebih memanjakan Isaura dibanding dirinya. Padahal Liana merasa tidak begitu.
"Ayolah, cobalah lebih akur dengannya. Ku lihat kau juga suka menjahilinya," ujar Liana.
Isaura nyengir, sebenarnya beberapa kemarahan Lyosha juga disebabkan oleh sifat usil Isaura. "Habisnya dia tempramen sih, lagipula ku rasa dia butuh melatih emosinya agar tidak meledak-ledak terus."
Liana mengangguk-anggguk kepalanya, benar juga apa yang dibilang Isaura. Meski Liana tidak yakin niatan Isaura itu apa memang sepenuhnya untuk melatih emosi Lyosha.
"Tapi dia termasuk orang yang tepat kalau kau ingin melatih energi magismu Isaura. Cobalah untuk berbaikan dengannya. Aku juga akan mencoba membujuknya, siapa tahu dia mau berlatih denganmu. Kebetulan katanya besok dia tidak sibuk." Liana beranjak dari kamar Isaura. "Selamat malam Isaura."
"Astaga, terima kasih banyak Liana. Maaf aku sering merepotkanmu. Iya Liana, selamat malam juga," jawab Isaura.
*****
Keesokan harinya Liana mengintip Lyosha yang sedang ada di taman belakang rumah. Ia nampaknya sedang melakukan peregangan, dan saat itu pula Isaura nampak hendak mendekatin Lyosha dengan ragu-ragu.
'Ayo Isaura! kau pasti bisa!'
Isaura mengendap-endap di belakang Lyosha dan Lyosha masih fokus meregangkan kedua tangannya.
"Sedang apa kau kucing malas? jangan mengganggu ku sekarang."
"A-aku tidak ingin mengganggumu kok! aku...aku...aku hanya ingin bicara denganmu."
Lyosha berbalik lalu menatap Isaura. "Silakan, tapi kalau kau macam-macam aku akan menghajarmu pagi ini. Aku sedang tidak dalam perasaan yang baik."
"Astaga, kau ini curigaan sekali. Padahal aku hanya ingin meminta bantuan padamu."
Alis Lyosha naik sebelah. "Bantuan apa? kalau kau minta bantuan agar aku mendekatkanmu dengan Liana maka jawabannya adalah kau akan ku makamkan hari ini."
Isaura memijat pelipisnya. "Aku ingin berlatih denganmu."
"Berlatih? hmm..." Lyosha memasang pose berfikir. "Baiklah, tapi dengan satu syarat."
"Apa syaratnya?" tanya Isaura semangat.
"Jangan dekat-dekat dengan Liana. Jangan kau cari perhatian dengannya. Mengerti?"
'Tapi nanti di belakangmu aku akan mendekatinya hihihihi.'
"Itu urusan mudah," jawab Isaura. "Jadi kapan kita akan berlatih?"
"Mulai dari hari ini kalau kau mau. Temui saja aku nanti." Lyosha mengarah ke pintu, Liana buru-buru pergi dari situ. "Dan jangan berniat mendekati Liana di belakangku."
'Kok dia bisa tahu ya? hmm...,' batin Isaura heran.
"Aku selalu tahu," jawab Lyosha.
*****
Liana tersenyum, dia tahu Lyosha adalah orang yang suka menolong. Untuk saat ini circle pertemanan inilah yang dapat menjadi tempat saling membantu ataupun meminta tolong.
Bukan hanya untuk saat ini, dulu dan mungkin nanti mereka tidak bisa terlalu mempercayai orang lain. Tapi cukup bagi mereka saling percaya satu sama lain. Yah sebenarnya agak aneh juga dulu kenapa ia dan dan yang lainnya bisa begitu mudah untuk saling mempercayai.
Liana mengarah ke kamarnya untuk mengambil bukunya yang tertinggal di kamar.
"AAAAAAAAA HENTIKAAAAAN!"
"BODOH! KITA BARU BERLATIH DUA MENIT! DI MANA JIWA JANTANMU HAH?!"
Liana baru sana memegang kenop pintu, dan ia terperanjat mendengar suara teriakan menggelegar yang berasal dari luar Coil Cottage. Nampaknya ide untuk menggabungkan Isaura dan Lyosha dalam satu lokasi tanpa ada orang lain adalah ide yang buruk.
'Ku doakan semoga kau panjang umur Isaura,' bati Liana dengan senyum miris.
Saat di dalam kamar, Liana mencari buku-buku yang hendak ia baca. Lalu ia terhenti ketika melihat suatu benda mengkilap di hadapannya.
"Ah! kalungku!" seru Liana. Ia mengambilnya lalu memasangnya. "Maaf aku melepasmu kalungku. Aku tidak akan melepaskanmu lagi setelah ini."
Liana duduk dan membaca buku yang ada di tangannya. Ia akhir-akhir ini merasa sedikit cemas. Ia khawatir dengan tes seleksi yang akan ia hadapi beberapa pekan ke depan. Ia berharap bukan hanya dirinya saja yang lulus tes itu, tetapi juga semua teman-temannya.
Terfikir tentang tes seleksi membuat Liana teringat dengan Alwhin dan Alphonso. Bukankah mereka sudah mempunyai kekuatan magis mereka? tentunya mereka berdua pasti akan ikut mendaftar sebagai siswa di sana namun lewat jalur lain. Karena mereka bukan Orph.
Holofaks Liana bergerak, menandakan ada sebuah pesan holo magis yang masuk.
'Hai Liana. Astaga kami berdua rindu sekali denganmu. Akhir-akhir ini kami tidak pergi ke kedai karena sibuk mengurus tentang pendaftara ke Tummulotary Academy. Otak kami juga pening karena harus belajar. Kami kagum padamu yang bisa belajar lebih banyak dari kami selama ini. Oh iya, apa Ayah kami sudah menghubungi Nenek Louvinna? karena beliau hendak mengundang kalian ke acara makan bersama di rumah. Kami menunggu kalian, terutama kau Liana.'
Liana tersenyum, baru saja ia memikirkan tentang mereka berdua, dan pesan dari mereka sudah masuk.
Pintu kamar Liana terbuka, menampakkan sosok Nenek Louvinna yang berdiri di sana.
"Liana, Nenek tadi dapat pesan dari Hurrold."
Liana tersenyum, ia tahu apa yang akan di sampaikan neneknya.
Malamnya mereka berenam pergi ke rumah Tuan Hurrold. Meski bukan acara makan yang meriah, namun acara makan tersebut penuh dengan rasa kekeluargaan. Mereka semua mengucapkan syukur karena telah selamat dari peristiwa yang hendak membahayakan mereka semua.
Tak lupa juga mereka membicarakan tentang Tummulotary Academy, para kaum muda sepakat untuk tidak membicarakan tentang rumor kesulitan tes tersebut. Takutnya Nenek Louvinna jadi paranoid.
Untuk Alwhin dan Alphonso, mereka sudah mantap akan masuk Tummulotary Academy dengan jalur umum seperti anak-anak Non Orph lainnya. Alwhin dan Alphonso juga sempat mengambilkan beberapa buku yang mereka pesan dari tempat jauh. Dan mereka memberikannya kepada Liana dan yang lainnya.
Mereka awalnya menolak, namun Alwhin dan Alphonso bilang mereka sudah punya buku yang serupa. Jadi mereka ingin memberikannya kepada Liana beserta yang lainnya.
"Terima kasih." Senyum manis Liana terukir indah di wajahnya.
Tinggal sebentar lagi, mereka akan berjuang kembali, meraih mimpi, dalam peliknya takdir ini. Tidak ada yang tau apa yang menanti mereka kedepannya.
Semoga saja mereka semua bisa menghadapi semua halangan dengan baik.
pada chapter 40, bab sudah terkunci. Tolong jangan uncoll cerita ini. Kalian bisa membaca bab yang terkunci dengan menggunakan free past. Dan kalau ada koin juga kalau mau menyumbang author dengan bahagia menerimanya. Jadi tetep stay tune yaa readers ku sayang ^○^