"Halo Miss," ujar seseorang berambut oranye panjang.
Vivia berpaling dan menemukan ada seseorang yang berdiri di belakangnya dengan jarak sekitar dua puluh langkah.
Kini Vivia dan orang itu berada di sebuah ruangan kosong yang keseluruhannya berwarna putih. Sangatlah kosong, bahkan Vivia sampai tak bisa membedakan mana yang dinding, mana langit-langit ruangan, ataupun pintu ruangan tersebut.
"Berani-beraninya!" seru Vivia geram. "Siapa kau?! keluarkan aku dari sini!"
"Hei, hei, hei. Anda sangat lancang, berani-beraninya anda membentak saya di wilayah kekuasaan saya saat ini," jawab orang itu dengan senyuman miring.
"Apa maksudmu?! persetan dengan siapa dirimu. Lihat saja, kau takkan bisa melawan ku pada ruangan tertutup seperti ini." Vivia begitu yakin dan percaya diri.
"Hohoho, saya sangat menanti itu." Orang tersebut menunduk hormat, namun itu tak mengartikan hormat sedikitpun. Malah ia bermaksud mengejek Vivia, "Ayo silahkan, coba lah serang saya."
Vivia murka, ia merasa terhina dengan ucapan orang tersebut.
"Arboren Gravis!"
"Arboren Gravis!"
"ARBOREN GRAVIS!"
"GALACTICAL GRAVIS!"
Vivia tersentak, tidak mungkin kekuatannya tidak aktif sekarang. Ini benar-benar membingungkannya. Galactical Gravis adalah jurus pamungkasnya apabila ia sudah di ujung tanduk. Namun tidak ada yang berubah, pemuda itu masih dengan santainya berada di sana.
"Terkejut? hahaha, aduh maafkan saya yang kelepasan tertawa ini." Pemuda tersebut menyeka air mata di sudut matanya menandakan ia benar-benar merasa tergelitik sekarang. "Biarkan saya menjelaskannya sebentar."
Pemuda itu mengehembuskan nafas pelan lalu berkata, "Singkatnya anda telah terjebak pada dimensi milik saya sekarang ini. Karena anda sudah cukup lemah kekuatan anda tidak akan aktif di ruang ini. Tidak ada serangan yang dapat menembusnya. Dan tidak ada yang dapat menghubungi anda sekarang."
Pemuda itu mendekat ke arah Vivia, Vivia mundur selangkah demi selangkah.
"Astaga, saya hanya ingin berbicara kok," ujarnya. "Seandainya anda lebih dahulu mengaktifkan kekuatan magis pamungkas anda, mungkin anda tidak akan terperangkap di sini."
Vivia terdiam, masih mencerna apa yang dikatakan pemuda berambut oranye tersebut.
"Aku seperti berbicara dengan patung. Tapi sebelum itu saya akan memperkenalkan diri. Nama saya Lysander, salam kenal," ujarnya seraya mengulurkan tangannya.
Vivia menepis dengan kasar, dan mengeluarkan pisau serta menyabet tangan Lysander dengan cepat.
Lysander diam, menatap tangannya. Seakan seperti sebuah film yang diputar ulang, luka Lysander sembuh seketika. Darahnya pun tidak jadi menetes dan kembali ke dalam luka di tangannya.
"Saya sudah berbaik hati sampai sejauh ini. Baiklah, saya akan memberi anda hadiah sebagai ucapan terima kasih." Lysander menatap Vivia lalu mengangkat kedua tangannya seakan memeragakan sesuatu. "Fiatte Verum, MAXIMALUS!"
Lysander menggerakan tangannya, membenturkan kedua genggaman tangannya, dan seketika Vivia dihimpit oleh dinding dimensi tersebut. Bunyi sesuatu yang patah terdengar, yaitu tulang tangan dan rusuknya yang patah.
Lysander tak kenal ampun, itu hanyalag permulaan yang kecil baginya. Ia lalu menyatukan genggaman tangannya dan menariknya dari atas dan bawah. Seakan menarik sesuatu. Lalu Vivia seakan-akan ditarik seperti yang tangan Lysander peragakan saat itu.
Vivia meronta kesakitan, tetapi ia tetap bersikeras tidak memohon ampun.
"Anda sudah membuat saya sangat geram. Liana terluka parah akibat dirimu. Dan saya tidak akan memaafkan anda."
Lysander lalu memutar genggaman tangannya. Lalu menangkup dan menjentikkan jarinya. Seketika Vivia seakan tersedot ke dimensi lain. Raga Vivia lenyap.
"TIDAAAAAKKK! KAU AKAN MENYESAL LYSANDER! SEMUANYA SUDAH TERGARIS PADA RAMALANNYA! KALIAN SALAH BESAR!"
Lysander tidak perduli, ia hanya menatap datar apa yang ada di hadapannya. Lysander mencintai Liana, dan dia tak punya ampun untuk orang yang telah menyakiti Liana.
Lysander lalu menangkup kedua tangannya, dan seketika ruang dimensinya lenyap. Lysander lalu berjalan, melangkah gontai dan terjatuh.
Lysander merasa lemas sekali. Kekuatan dimensi tingkat penuhnya perlu energi magis super besar. Karena ruang dimensinya dapat menahan serangan, memanipulasi apa yang ada di dalamnya, termasuk membuat dirinya kebal serangan. Tapi ada harga setimpal yang harus ia berikan.
Alasan dirinya tidak pernah memakai jurus magis yang ini karena efeknya sangat berat untuk tubuhnya. Ditambah dirinya tidak mempunyai energi magis sebesar kakaknya. Lysander mulai menyesal kenapa ia tidak melatih kekuatan magisnya dari dulu.
"Uhuk uhuk..." Lysander batuk dan muntah disaat yang bersamaan.
Ada darah pada batuknya. Tidak banyak memang, tapi itu menandakan dirinya tidak dalam kondisi yang baik.
Liana dan Alwhin telah menghajar semua anggota berjubah hitam dan mengikat mereka. Mereka berdua yang tengah menolong para korban terkejut melihat Lysander yang tiba-tiba muncul dan muntah. Ditambah dengan batuk Lysander yang berdarah membuat Liana panik.
"Lysander!" seru Liana, lalu ia dan Alwhin berlari ke arah Lysander. "Kenapa bisa begini? kau kenapa?! ada apa sebenarnya?"
"A-aku...aku t-tidak apa-apa uhuk uhuk," jawab Lysander terbata-bata.
Lysander tak lama setelah itu langsung tak sadarkan diri. Kini Liana dan Alwhin bergegas membawa semua korban termasuk Lysander ke luar ruangan itu. Untung saja semuanya dapat dibawa dengan mudah berkat kecepatan Alwhin.
*****
Di sisi lain, Lyosha yang telah meluluh lantakkan bangunan tempat tinggal para anggota di bagian belakang kastil sekarang sedang di hadapkan dengan seseorang yang amat kuat.
Orang itu dapat mengimbangi kekuatan besar Lyosha tanpa melakukan perlawanan yang berarti. Lyosha sudah kehabisan nafas, ia tersengal-sengal. Lawan yang ia hadapi kini lebih kuat daripada dirinya.
"Aku akui dirimu cukup kuat Nona, namun kau harus sadar diri dengan tingkat kekuatanmu sekarang. Memberiku luka yang parah saja kau tidak sanggup, apalagi membunuhku. Bukankah tadi kau hendak membunuhku?"
Lyosha tidak menjawab apa-apa, ia dengan cepat menyerang orang itu kembali. Dengan kobaran api yang panas dirinya mencoba meledakkan area di dekat orang tersebut. Namun nihil, semuanya tidak sesuai dengan keinginan Lyosha.
"Kekuatab magisku sangat berhubungan dengan perhitungan. Pada rasio dan persentase tertentu, aku mengubah keadaan seperti mengubah hasil dari suatu soal ilmu angka hanya dengan mengganti angka di soalnya. Sangat sederhana bukan? namun dampaknya besar sekali rupanya." Orang tersebut tersenyum dibalik topengnya.
Lyosha kali ini benar-benar kalut. Ia sangat mengkhawatirkan teman-temannya, termasuk adiknya. Ditambah pesan holo faks dari Liana membuat dia hendak cepat-cepat memuntaskan pertarungan ini. Tapi apa daya dirinya tidak cukup kuat melawan musuhnya sekarang.
Lyosha tak dapat mengenali suara ataupun wajah musuhnya, karena ia memakai topeng yang menutup wajahnya dan membuat suaranya terdengar aneh. Lalu dia juga memakai jubah yang menutup bagian kepalanya. Lyosha jadi tidak bisa melihat ciri-ciri musuhnya tersebut.
Di atas langit masih ada langit, kekuatan brutal Lyosha tidak dapat menyaingi kekuatan yang berkaitan erat dengan ketenangan dan perhitungan akurat.
Lyosha sudah kalap, ia tanpa fikir panjang mengumpulkan energi magis di sekitarnya dan dalam tubuhnya. Satu-satunya pilihan menurutnya adalah dengan membakar habis area ini.
"Spirare ignis!!!"
Suhu memanas, api menjalar dimana-mana. Amukannya ini mirip dengan amukanna ketika hendak pergi dari kerajaan asalnya dulu. Lautan kobaran api membakar habis apa yang ada di dekatnya. Namun lawannya hanya terkekeh.
'Tugasmu sampai di sini saja dulu Orland, kembalilah. Aku sudah berada di kastil lain.'
Orland mendapat pesan dalam batinnya. Panggilan Tuannya adalah sesuatu hal yang sangat penting.
"Sampai jumpa. Aku telah dipanggil oleh Tuanku. Kalau kau masih hidup mari berjumpa lagi dan bertarung lagi. Aku harap kau bertambah kuat dan layak bertarung denganku nantinya."