Liana POV
"Ya tuhan, aku hanya ingin menikmati hiburan sebentar. Namun malah huru-hara yang ku dapatkan," ujarku berhenti di samping stan makanan yang sepi. Bukan sepi karena tidak ada pembeli. Melainkan karena semua orang di sana telah pingsan.
Aku masih mencerna apa yang terjadi, apa jangan-jangan...tidak! tidak mungkin kejadian yang dialami Alwhin dan Alphonso terulang kembali. Sungguh hal yang sangat buruk apabila itu terjadi. Padahal Alwhin dan Alphonso baru saja sedikit melepaskan rasa trauma mereka.
"Oh ayolah, kemana hilangnya benda itu di saat-saat genting seperti ini? sekarang Alphonso sedang bersama Kak Lyosha. Tapi Nenek Louvinna...ah semoga saja mereka semua baik-baik saja." Aku merogoh-rogoh tas kecil milikku. Berusaha mencari-cari holo faks di dalamnya.
Nihil, aku tidak menemukan apapun. Sambil berlari ke sini aku sempat berhenti sebentar seraya mencari holo faks milik pengunjung lain. Aneh sekali, seakan-akan hilangnya holo faks ini ada hubungannya dengan pingsannya semua orang di sini.
Oke, aku nampaknya terlalu naif, tentunya ini semua pasti berhubungan. Taman Hope Blaster agak jauh dari pusat kota, dan di sini sedikit jauh dari keramaian. Perlu waktu lebih untuk mencari pertolongan di luar sana. Aku tidak punya kekuatan magis telepati ataupun kekuatan magis jenis enchanter lainnya, aku harus segera mencari solusi untuk semua ini.
"Benar-benar sunyi, aku harus secepatnya per---"
Aku berhenti bermonolog, saat hendak melangkahkan kaki dari tempat persembunyian ku. Aku tertahan karena melihat segerombolan orang mendekat ke sini. Aku sangat gugup, aku tidak mengenal mereka. Namun sepertinya mereka bukan orang yang tepat untuk dimintai pertolongan. Tunggu...apa yang mereka lakukan?
"Cepat bawa orang yang memiliki energi magis besar terlebih dahulu. Utamakan yang masih anak-anak sampai berumur 20 tahun. Tenaga dan energi mereka masih segar. Tuan kita sangat membutuhkan yang seperti itu." Seorang wanita bersurai ungu dengan rambut panjang sepinggang memerintah orang-orang berjubah hitam.
Benar dugaan ku, apa jangan-jangan mereka adalah orang yang sama dengan pelaku peristiwa amitte redere? aku harus cepat menemukan yang lainnya. Dan jangan sampai aku tertangkap. Kalau kami melawan mereka bersama-sama persentase kemenangan untuk kami menjadi lebih besar.
Liana POV end.
Saat Liana fokus mengamati gerombolan orang berjubah hitam, seseorang sedang mengendap-endap di belakang Liana. Orang tersebut memegang pundak Liana.
"Hey."
"Uwaa-------hmphhh hmpphh."
"Jangan berteriak Liana! ini aku, Lysander."
"Eh? Lysander? apa kau baik-baik saja? dimana Nenek Louvinna dan yang lainnya?" tanya Liana khawatir, namun ia beringsut-ingsut mundur. "Apa kau benar-benar Lysander? tunjukkan padaku kau itu yang asli atau bukan?"
"Oh, membuktikan ya? apa kau sudah mengerjakan tugas ramuan pengentalan darah kemarin?" balas Lysander sambil berkacak pinggang.
Liana memalingkan wajahnya, "Oh ya Lysander. Di mana yang lainnya?"
'Kalo begitu saja langsung mengalihkan pembicaraan.' Lysander menghela nafas pelan.
"Aku terpisah dengan yang lainnya. Saat kami menonton acara sirkus seorang akrobatnya menyemburkan gas yang membuat sekitaran kami menjadi berkabut. Lalu yang ku dapati adalah semua orang di sampingku pingsan. Nenek Louvinna dan Tuan Hurrold menghilang. Maafkan aku Liana, aku benar-benar tidak bisa diandalkan." Lysander merasa menyesal, dia menunduk di hadapan Liana. Dia malu sekaligus kesal pada dirinya sendiri karena gagal melindungi Nenek Louvinna.
Liana memeluk Lysander tiba-tiba, "Tidak apa-apa, ini bukan salah mu. Yang terpenting sekarang kita harus mencari yang lainnya. Dan..." Liana menggantung perkataannya lalu melepaskan pelukannya.
"Apa?"
"Bagaimana cara membangunkan Alwhin? aku sudah mencoba mencubitnya, memukulnya, menjambaknya, dan menamparnya, tapi dia tidak bangun-bangun sampai sekarang," ujar Liana dengan tatapan polos.
Lysander hanya bisa memasang wajah datar dan menghela nafas panjang. Entah karena pengaruh buruk Lyosha, atau memang Liana punya sifat bipolar. Cara membangunnkan olehnya itu sungguh sadis.
"Apa diantara kita ada yang punya kemampuan enchanter? aku harap ada meskipun sebenarnya tidak ada."
"Sudah kau jawab Lysander, err...kau kan sudah tahu kalau dari kita berdua ini tidak ada yang punya kekuatan magis jenis enchanter. Tapi apa kau punya sejenis ramuan yang bisa membangunkan orang pingsan?"
"Ramuan? Hmm." Lysander berpose memikirkan sesuatu. "Kau pintar memanfaatkan apapun di sekitarmu. Tapi...aku sekarang tidak membawa ramuan seperti itu dalam kekuatan dimensi ku. Tapi...kalau membuat sekarang aku bisa, hanya tinggal champer dan sejenis bahan stimulan."
Liana menyipitkan matanya. Dia melirik sedikit ke samping Lysander. Dan itu dia, mereka berdua sedang berada tepat di samping stan penjual rempah-rempah alami. Liana bersama Lysander lalu mengendap-endap sedikit ke stan tersebut. Sambil mengucap permisi, maaf, dan terima kasih berkali-kali mereka mencomot sedikit barang dagangan di stan tersebut. Bukannya mereka meminta maaf karena tidak bayar, namun mereka tidak tahu harga yang semestinya dibayar, jadinya mereka hanya memberi uang yang dikira sesuai dengan harga barang tersebut.
Setelah dirasa cukup, Lysander lalu langsung mengolah bahan-bahan tersebut. Untuk air hangat mereka tinggal melipir sedikit ke stan di sebelah kiri mereka, ya stan makanan.
Setelah sepuluh menit mengolah ramuan sederhana tersebut, Lysander dan Liana memasukan ramuan itu ke dalam botol kecil lalu mendekatkannya ke indra penciuman Alwhin, sedikit lama dan dia mulai terbangun.
"Eh? apa yang terjadi? kenapa---"
"Ssst! nanti mereka mendengar kita!" ujar Liana memotong ucapan Alwhin.
"Mereka? siapa?" tanya Alwhin.
"Itu...." sahut Lysander sambil menunjuk ke arah gerombolan orang yang dicurigai merupakan akar pemasalahan tersebut.
"Astaga!...di mana ayah, Nenek Louvinna dan yang lainnya? apa mereka tertangkap oleh orang-orang itu?" tanya Alwhin khawatir.
"Tidak...tahu. Kami tidak yakin entah mereka tertangkap atau tidak."
"Kita harus mencari mereka dulu, aku khawatir kalau festival ini---"
Sebelum Lysander sempat menyelesaikan ucapannya, Liana buru-buru menutup mulut Lysander. Kalau ia keceplosan, bisa-bisa Alwhin menjadi kalut dan traumanya kambuh.
Alwhin menatap gerombolan orang berjubah hitam tersebut. Lamat-lamat ia menatap, namun tiba-tiba ia mendadak bergetar. Sesuatu yang menjadi memori kelamnya teringat kembali.
"M-me-mereka...mereka pelakunya!" ujar Alwhin ketakutan.
"Dari mana kau tahu?"
"Simbol yang ada di jubah mereka, itu simbol perkumpulan mereka. Aku sempat melihatnya dulu sebelum mereka membuatku pingsan."
Liana dan Lysander memicingkan mata, mempertajam penglihatan. Dan mereka mendapati simbol jari telunjuk yang bersilangan satu sama lain. Di poles dengan warna ungu terang disekitar simbol jari tersebut.
"Apa kau yakin?" tanya Lysander meyakinkan.
"Aku yakin, sungguh. Aku salah satu yang paling terakhir dieksekusi mereka. Mereka pasti berencana untuk melakukan hal yang sama dengan tragedi beberapa tahun silam."
"Lebih baik kita menyusun rencana dulu. Terlalu lama di sini hanya membuang waktu," ujar Liana sembari mengambil satu botol ramuan. Karena di sini terlalu berbahaya, kita harus pergi ke tempat yang lebih jauh dari sini. Kita harus membangunkan orang lain sebanyak-banyaknya. Semakin sedikit orang yang pingsan, semakin sedikit pula yang tertangkap."
"Benar, ayo! kita tidak ada waktu lagi!"
Lalu Liana, Lysander, dan Alwhin beralih dari tempat itu. Sedikit ke arah barat tempat festival, mereka mengarah ke tempat diadakannya La Prouda Melodys. Tempat awal Liana dan Lysander.
Untung saja ramuan yang dibuat tadi cukup untuk tiga botol berukuran 80 mili. Tapi mereka harus tetap efisien dalam menggunakannya, apabila sudah ada respon dari orang yang dibangunkan, botol harus segera ditutup. Karena ramuan ini cukup cepat menguap karena sesuai dengan kandungan di dalamnya yang mengandung campher cukup banyak.
Liana, Lysander, dan Alwhin dengan sigap menciumkan ramuan mereka ke orang-orang yang telah terkapar di festival. Tapi mereka tetap waspada, kalau-kalau kelompok penjahat itu ada di sana.
Satu orang, dua orang, hingga sekitar empat puluh orang sempat mereka bangunkan. Dengan segera mereka mengarahkan orang-orang tersebut untuk bersembunyi. Untung saja beberapa dari mereka ada yang punya kemampuan untuk terbang. Jadi mereka bekerja sama untuk menolong satu sama lain.
"Nak, kenapa kalian tidak ikut?" ujar seorang perempuan paruh baya.
"Tugas kami masih banyak, terlalu banyak orang yang masih terperangkap di tempat festival," ujar Liana.
"Tolong cari bantuan, siapapun itu. Segera! kami tidak yakin bisa menyelamatkan semua. Namun, kami akan berusaha sekuat tenaga."