Setelah tahu Serigala Skoll tidak akan bisa melakukan apapun lagi, aku memutar tubuhku dan melihat Yuki di belakangku. Penampilannya sama seperti sebelumnya, sebuah armor ringan dengan rok putih pendek.
"Te-Terima kasih sudah menyelamatkanku." Kataku.
Yuki menggeleng lemah, "Tidak apa, lagian bukankah wajar jika sesama player saling menyelamatkan? Bukankah itu juga yang sedang kau lakukan, bahkan sampai harus mengorbankan nyawamu?"
Aku tertawa bodoh, "Yah, hehe."
"Zack..." Aku melihat Liz berlari dari belakang Yuki, dan tanpa basa-basi lagi dia langsung memelukku dengan erat. Aku bisa mendengar isakan tangisnya.
"Maaf." Kataku. "Tapi sepertinya aku juga harus berterima kasih padamu karena sudah memanggil Yuki kesini."
Liz tidak menjawab pertanyaanku dan masih terus memelukku. Ah, dadanya benar-benar menyentuhku.
"Aku hanya kebetulan memang mau kesini." Kata Yuki. "Serigala Skoll dan Hati. Aku membutuhkan kristal mereka untuk meningkatkan sihirku."
"Kristal?"
NPC perempuan itu mendekatiku dan tersenyum, "Terima kasih, Zack."
Aku mengangguk, "Iya." Dan saat notifikasi quest selesai, NPC perempuan itu menghilang.
Aku rasa sistem FWO sudah menganggap bahwa itu adalah akhir bagi si Skoll, karena itu questnya dianggap selesai.
Harusnya Yuki tidak bisa melihat NPC perempuan itu, karena dia tidak sedang menjalankan questnya. Dan bicara sendiri di dunia ini tidaklah aneh, karena sama seperti yang aku katakan sebelumnya, Yuki tidak bisa melihat NPC yang barusan.
"Kau sedang menjalankan quest?" Tanya Yuki.
"Iya."
"Quest apa?"
"Melindungi seorang NPC perempuan."
Yuki mengangguk seperti paham akan sesuatu, tapi anggukan itu sepertinya bukan diarahkan padaku, karena tepat setelah Yuki mengangguk, dia berjalan melewatiku, lalu mengarahkan tangan kanannya ke arah rangka es yang di dalamnya ada Skoll yang mengamuk. Lalu tiba-tiba lima paku es raksasa muncul di sekitar rangka es itu, dan dengan cepat paku es raksasa itu melesat layaknya anak panah yang menembus tubuh Skoll dengan mudahnya.
"Be-Berapa levelmu?" Tanyaku.
"Dua puluh."
"Ti-Tidak terlalu jauh dengan levelku, tapi kenapa kau kuat sekali?"
Yuki memutar tubuhnya dan menghadapku, "Class penyihir memang memiliki skill yang sangat kuat, tapi waktu untuk melepaskan skillnya memakan waktu yang sangat lama. Contohnya adalah skill paku es tadi. Aku sudah mengaktifkan skillnya tepat setelah skill rangka besi aktif, dan baru selesai persiapannya tadi."
"Oh, karena itu class sampinganmu adalah berpedang?"
"Iya." Yuki berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Apa kau dapat kristal musim dingin, Zack?"
"Tunggu, aku lihat dulu." Aku memegang pundak Liz, "Liz, aku baik-baik saja, aku ingin melihat ruang itemku, jadi... Umm..."
"Iya." Liz melepaskan pelukannya dan tersenyum canggung ke arahku. Rasanya sangat berbeda saat Rena memelukku, rasanya saat Liz yang memelukku, ada sesuatu yang bangkit di tubuhku.
Kristal musim dingin ya? Oh, ada.
Aku menatap Yuki, "Yuki, aku ada kristalnya."
Yuki tersenyum tipis, "Bisa kau berikan padaku?"
Aku mengangguk, "Tapi sebelum itu, bisa kau bantu aku menangkap satu Yeti hidup-hidup?"
Yuki mengedipkan matanya beberapa kali. "Apa kau mendapatkan quest itu dari kepala desa?"
"Iya."
"Di depan bangunan yang diatasnya ada serigala raksasanya?"
"Iya. Kau tahu?"
"Aku juga sedang menjalankan questnya."
"Wow! Apa kau sudah dapat Yetinya?"
Yuki mengangguk, lalu dia mengoperasikan sesuatu pada sistemnya. Dan notifikasi ajakan bergabung menjadi teman party berbunyi di sistemku. Tanpa basa-basi lagi aku langsung menekan menu konfirmasi.
"Dengan itu kau bisa menyelesaikan questnya."
"Iya, terima kasih."
"Mana kristal musim dinginnya?"
"Ah, iya."
Aku langsung mengirimkan kristal musim dingin pada Yuki. Dia tersenyum senang saat menerima itu dariku.
Hmm? Suara langkah kaki ini terlalu cepat. Aku menoleh ke arah kanan, dan mendapatkan seseorang berlari dengan kecepatan yang tidak normal meluncur ke arah Liz. Pedang yang di pegang player itu jelas bukan untuk membunuh Monster. Aku langsung memakai perisaiku dan menahan serangan player itu. Percikan api keluar saat pedangnya dan perisaiku beradu. HPku yang kini hanya tersisa satu persen, jelas dalam bahaya jika aku harus melawannya.
"Apa maksudmu?!" Tanyaku.
Dia tidak menjawabku dan hanya tersenyum.
"Yuki!" Kataku.
"Baik!"
Aku melompat mundur dan meminum healing potion terus-menerus sampai tangan kananku tumbuh lagi dan HPku pulih.
Yuki menebaskan pedangnya ke arah player bermata merah itu. Tapi si mata merah itu berhasil menahan tebasan Yuki dengan mudahnya, lalu menendangnya.
"Ah!" Yuki mundur satu langkah saat terkena tendangan itu. Kemudian mereka kembali terlibat adu pedang.
"Di-Dia..." Liz menarik sniper hitamnya dan menodongkannya pada player bermata merah itu.
"Ada apa, Liz?"
"Dia yang membunuh Kakakku."
Jadi, player bermata merah yang berpapasan denganku di penginapan adalah si pembunuh? Sial! Yuki dalam bahaya.
Aku memegang pundak Liz dengan tangan kananku yang sudah kembali normal, "Kau jangan bertarung dengannya! Kau terlalu emosi! Kau tidak akan bisa fokus! Serahkan ini padaku!"
Aku mengambil pedang merah yang Maya pinjamkan padaku.
Saat mataku beralih pada pertempuran lagi, tiba-tiba pedang Yuki terpental jauh, dan dengan cepat tangan kiri si mata merah mencekik Yuki, lalu dengan pedangnya dia menusuk Yuki tepat di perutnya sampai menembus ke punggungnya.
"Haa! Ahh!"
Aku langsung melesat ke arah si mata merah. Si mata merah melempar Yuki begitu saja, lalu dengan cepat dia menahan seranganku.
"Kenapa kau membunuh orang?!" Tanyaku.
"Ini hanyalah bisnis, tidak ada yang personal!"
"SIALAN!" Aku melepaskan serangan dengan perisai segi limaku tepat ke arah wajahnya.
Dia menendang perutku dengan cepat dan salto ke belakang untuk menghindari seranganku. Tanpa mau memberinya celah, aku langsung mengaktifkan skill: perisai udara tepat di belakangnya dan membuat gerakannya terhenti. Aku langsung menusukan pedangku ke arah perutnya. Dia menghindar ke arah kanan dan menebaskan pedangnya tepat ke leherku. Aku menunduk untuk menghindari serangan itu, lalu dengan cepat aku memukul perutnya dengan sisi tajam perisai segi limaku. Dia terpental beberapa centi dan tersenyum.
"Kenapa kau tersenyum?" Tanyaku.
"Tidak ada! Aku hanya sedang menikmati pertarungan kita."
Aku menggeleng kesal, "Tidak ada yang menikmati pertarungan kematian seperti ini!"
"Benarkah? Aku kira tadi saat kau bertarung dengan Skoll dan Hati, kau tersenyum."
"Kau, kau sudah mengawasi kami dari awal?"
"Iya. Aku langsung menyerang Liz karena dia terlepas dari perlindunganmu, tapi tidak kusangka ternyata salah satu classmu adalah pencuri."
"Ha? Bagaimana kau tahu?"
"Salah satu classku adalah Assasin, dan hanya Thief lah yang bisa mendengar suara langkah kaki ku."
"Kau bilang membunuh orang adalah bisnis? Apa maksudmu?"
"Iya, membunuh Liz adalah bisnis untukku, jadi tidak ada yang personal."
"Dan bagiku itu PERSONAL!!!"
Tanpa basa-basi lagi aku menebaskan pedangku ke arah si mata merah dengan brutal. Tapi mungkin karena salah satu classnya adalah Assasin, dia jadi bisa dengan mudah membaca seranganku.
"Ada apa? Kau adalah orang yang bertahan hidup setelah melawan dua Boss Monster Zone sendirian, dan kau tidak bisa mengalahkanku?"
"Berisik, pembunuh!"
Aku terus menambah kecepatan seranganku. Terus tambah. Terus tambah. Harus terus di tambah.
"Haaaaaa!!!"
"Sial! Dia terus menambah kecepatannya!!!"
Aku tiba-tiba langsung menghentikan serangan cepatku.
"He?"
Si mata merah terlihat sangat terkejut saat aku tiba-tiba menghentikan langkahku, lalu dia tersenyum dan dengan cepat mengayunkan pedangnya. Mungkin dia mengira gerakanku lag. Saat baru setengah tebasan pedangnya, aku langsung maju dan menahan pedangnya dengan perisaiku. Wajah terkejutnya terlihat cukup menarik. Lalu dengan cepat aku langsung menebaskan pedang merahku dan memotong tangan kanannya yang memegang pedang dari bawah.
"Gah!" Si mata merah terhuyung-huyung ke belakang. Dia melihat tangan kanannya sendiri, lalu menatapku dengan tatapan marah. "SIALAN!!!"
Dia melesat ke arahku dan melepaskan pukulan tangan kiri yang kosong. Sama seperti sebelumnya, baru saja setengah pukulan, aku langsung menahan pukulannya dengan perisaiku dan membuat tangan kirinya tertahan, dan dengan posisi mudah seperti itu aku langsung menebaskan pedangku dan memotong lagi tangan kirinya. Kini wajah tersenyum dan sombong si mata merah menghilang, dia berbalik dan melarikan diri. Tapi tiba-tiba suara dua tembakan di lepaskan terdengar dari belakangku, dua peluru terlihat melintas di samping kepalaku, peluru tersebut melesat ke kedua kaki si mata merah dan melumpuhkannya.
Si mata merah terjatuh ke depan. Suara jatuhnya terdengar sangat keras. Aku bisa melihat HPnya yang kini hanya tersisa enam puluh lima persen dan terus turun karena efek dari berdarah.
"Sialan! Bangsat! Bajingan! Anjing! Babi! Monyet! Kalian semua player sialan!" Dia terus mengumpat seperti itu sambil berusaha untuk melarikan diri seperti ulat.
Liz tiba-tiba berjalan melewatiku.
Aku dengan sigap memegang pergelangan tangan kirinya untuk menghentikannya.
"Apa?!" Tanya Liz, dengan nada marah.
"Kau mau membunuhnya?"
"Iya!"
"Balas dendam?"
"Iya!"
"Aku tidak akan melarangmu." Aku melepaskan cengkramam tanganku, dan membiarkan Liz berjalan ke arah si mata merah. "Tapi aku hanya akan mengatakan ini padamu, 'saat kau membunuhnya, itu artinya kau adalah seorang pembunuh'. Aku memang belum pernah membunuh seseorang, tapi mungkin bayangan wajah seseorang yang kau bunuh akan selalu terbayang saat kau menutup matamu."
"Dan bayangan wajah Kakakku saat aku menutup matapun selalu terlihat!"
"Yah, aku hanya mengatakannya, karena kemungkinan suatu saat nanti pun aku juga akan menjadi seorang pembunuh di death game ini. Karena mau bagaimana pun, masih banyak player biadab seperti si mata merah itu, membunuh hanya karena bayaran."
"INI BUKAN SALAHKU!!!" Tiba-tiba si mata merah meneriakan hal itu. "GADIS, GADIS DI PENGINAPAN WAKTU ITU ADALAH KLIENKU!!! AKU TIDAK SALAH!!! DIA YANG SALAH KARENA SUDAH MENYURUHKU UNTUK MEMBUNUH LIZ!!! KAU JUGA TAHU ORANGNYA, PENGELANA HITAM!!!"
"Terserah." Kataku, sambil berbalik dan berjalan ke arah Yuki yang terduduk sambil meminum healing potionnya dengan santai. "Liz, pikirkan saja apa yang aku katakan."
"Iya, dan aku akan membunuhnya!"
Mendengar suara pengaman pelatuknya di tarik.
"TIDAK! SUDAH KUBILANG BUKAN AKU!!!"
"Yuki, kau sudah baik-baik saja?" Tanyaku.
"Iya."
Aku berjongkok dan melihat luka tusukan di perut Yuki yang sudah mulai tertutup seiring dia meminum healing potionnya.
"Kenapa kau meminumnya lama sekali?"
"Aku hanya menikmati rasa healing potionnya."
Aku tersenyum, "Kau benar! Rasanya seperti jus apel."
Lalu, suara peluru di tembakan pun terdengar, dan di saat yang sama suara rengekan si mata merah menghilang.
"Dia membunuhnya ya?" Gumamku.
"Tidak." Yuki menjawabku.
"Ha?"
"Kemungkinan dia menggunakan skill: peluru tidur."
"Eh?" Aku berbalik.
Jasad si mata merah masih utuh dan tidak menghilang menjadi asap berwarna putih. Liz berdiri di samping si mata merah dengan snipernya yang jatuh ke tanah. Aku yang menggunakam skill: mata elang, tahu kalau Liz sedang menangis.
---
Setelah itu, kami memasukan Si mata merah ke penjara bawah tanah di Area satu. Beberapa hari yang lalu, Yuki bilang kalau ada semacam serikat yang memberi hukuman pada player killer. Sejak apa yang di katakan Prof. Jack belum sepenuhnya terbukti, disini kami tidak bisa membunuh untuk keadilan, maka dari itu penjara di buat oleh serikat bernama The Police, yang selalu berpatroli di Safe Zone. Mereka adalah orang-orang baik, mereka menggunakan koin emas yang mereka kumpulkan setiap hari untuk memberi makan dan minum pada anak-anak yang terlalu takut untuk memburu Monster di luar Safe Zone. Kebanyakan member The Police adalah orang-orang di garda belakang, yang hanya memburu Monster yang lima kali lipat lebih lemah dari mereka, tapi setidaknya mereka adalah orang-orang baik.
Saat aku berbicara dengan pemimpin mereka yang ternyata adalah seorang Kakek tua, aku memang sedikit terkejut karena dia tidak seperti The Police yang lainnya, dia malah terlihat seperti Kakek-Kakek di panti jompo dari pada harus jadi seorang Guild Leader. Tapi semua orang mengikutinya. Bahkan Yuki pun yang notabennya tidak terlalu peduli dengan hal-hal semacam itu, dia menghormati kakek tua itu. Yah, kalau untukku, aku menghormati Kakek tua itu hanya karena dia sudah tua.
Di Area satu, Liz memutuskan untuk berpisah denganku. Dia bergabung dengan The Green Eyes bersama dengan Gay, maksudku Rio dan Rena serta player lainnya. The Green Eyes sebentar lagi akan menjadi Guild yang besar, aku yakin itu. Saat Liz menerima hadiah scope super, dia tanpa basa-basi lagi langsung memakainya.
Dan mumpung masih di Area satu, aku mengunjungi toko pandai besi Maya bersama Yuki. Maya benar-benar bahagia saat aku memberikan busur baja padanya, bahkan saat tokonya ramai, dia tidak memperdulikannya dan tetap melompat bahagia. Sikap Maya yang seperti anak-anak itu membuat para player pria tersipu saat melihat sikapnya, dan saat Maya hampir memelukku, mata para player pria seperti ingin aku mati saja. Beruntung saat itu Yuki menghentikan Maya.
Lalu, disinilah kami, di depan ruang pengorbanan.
Kepala desa itu menyapaku dan Yuki.
"Oh, kalian sudah kembali, apa sudah selesai?" Tanya kepala desa itu.
Yuki mengangguk, "Iya."
"Terima kasih, kalian berdua. Kalau begitu, bisa ikut aku?"
Aku dan Yuki mengangguk.
Kami masuk ke dalam bangunan yang di atasnya ada serigala Fenrir yang kemungkinan adalah Boss Area dua.
Saat kami masuk ke dalamnya, kami melihat sebuah altar yang lumayan besar. Ada lima pria berbadan kekar yang menanti kami.
"Bisa kau lepaskan Monster Yetinya di sini, Nona Yuki?"
Yuki hanya mengangguk, lalu melepaskan Monster Yeti yang selama ini terkurung di ruang itemnya.
Monster Yeti itu mengamuk saat di lepaskan, tapi kelima NPC berbadan kekar itu dengan sigap melumpuhkan Si Yeti. Empat orang lainnya memegangi rantai di tangan dan kaki Yeti, sedangkan NPC berbadan kekar sisanya memegang sebuah pedang raksasa dan berdiri di depan Monster Yeti yang di rantai di tengah altar.
Kepala desa itu maju beberapa langkah, lalu mengucapkan kalimat yang entah bahasa apa. Lalu dengan cepat si NPC yang membawa pedang raksasa menebas kepala Monster Yeti itu.
Di sini, kami di beritahu oleh kepala desa bahwa Fenrir adalah serigala raksasa yang membuat musim dingin abadi di desa ini. Jika Fenrir berhasil di kalahkan, maka musim dingin ini akan berhenti. Tapi layaknya game MMO lainnya, hal itu hanyalah sebuah jalan cerita yang tidak mungkin jadi nyata, artinya walau kami mengalahkan Fenrir seribu kali pun, musim dingin ini akan terus jadi musim dingin.
Pak kepala desa bilang, Fenrir berada jauh di kedalaman hutan musim dingin. Masalahnya, karena hutannya sangat luas, kami tidak tahu di mana tempat pastinya.
Setelah kami menerima hadiahnya yang hanya berupa koin emas dan exp, kami keluar dari ruang pengorbanan itu.
Yuki memegangi rambutnya saat tiba-tiba angin berhembus dari arah barat selama beberapa detik.
"Barat?" Gumamku.
"Apanya?"
"Fenrir ada di barat."
"Eh? Bagaimana kau tahu?"
"Sudah dua kali angin menabrakku, dan dua-duanya berasal dari barat. Angin musim dingin ini selalu datang dari barat."
"Kau yakin, Zack?"
"Mau memeriksanya?"
Yuki menggeleng, "Tidak mau."
"Aku juga sih."
"Apa kita langsung saja membuat pengumuman di World Chat?"
"Iya."
World Chat, atau Chat Dunia, adalah menu chat yang menghubungkan seluruh player di game FWO. Seluruh player sepakat, bahwa chat dunia hanya boleh di pakai untuk hal-hal penting saja, seperti informasi tentang Boss Area, atau Boss Monster Zone, atau informasi lainnya. Tapi kebanyakan orang tidak mau memberitahu informasi yang bisa menguntungkan mereka, contohnya adalah kristal musim dingin yang Yuki tahu dan tambang adamantite atau semacamnya. Tapi aku yakin Yuki tidak memberitahu tentang kristal musim dingin bukan karena dia pelit, itu hanya karena dia tidak pernah peduli dengan semua itu. Aku yakin bahkan jika aku tidak sengaja melihatnya sedang mandi, dia hanya akan menatapku dengan wajah dinginnya, tidak! Malah aku yakin dia akan langsung membunuhku tanpa menjerit atau menyebutku 'mesum' dan yang lainnya.
"Aku sudah memberitahunya di World Chat."
"Oke."
---
Sudah tiga hari berlalu sejak tim penyerbu mengirimkan seorang mata-mata untuk mengintai Boss Area. Tapi tidak ada yang terjadi, bahkan kami semua mulai khawatir kalau memang benar di sana adalah tempat Bossnya berada. Player yang menjadi mata-mata pun tidak mati, tapi juga tidak mengirimkan pesan apapun di World Chat, rasanya seperti dia pingsan atau semacamnya.
Untuk itulah kenapa tim penyerbu mulai berkumpul di Area satu. Seperti biasa, tim penyerbu berkumpul di tengah-tengah kota atau di sekitaran air mancur kebangkitan.
Tim penyerbu kali ini benar-benar berbeda dengan tim penyerbu kemarin, hari ini tim penyerbu memiliki banyak sekali player yang ikut serta, bahkan armor orang-orang yang baru saja ikut tim penyerbu terlihat lebih keren dan kuat dibandingkan denganku.
Dalam tiga hari itu, aku naik level menjadi level tujuh belas, tapi sepertinya akulah player paling lemah diantar tim penyerbu yang memiliki armor dan senjata yang terlihat kuat, sedangkan aku hanya menggunakan yang biasanya. Ngomong-ngomong soal pedang, aku sudah mendapatkan pedang pangolin baru dari Maya.
Rapat terbuka tim penyerbu selesai hanya dalam sepuluh menit, dan kami semua sepakat untuk pergi ke hutan di bagian barat. Karena mau bagaimana pun, memang aneh saat seorang pengintai tidak mengirimkan pesan apapun di World Chat jika dirinya tidak mati.
Dan dengan begitu, kami semua langsung kembali ke Area dua dan bergegas menuju hutan di bagian barat, yang mana angin musim dingin selalu berhembus dari arah sana. Bahkan untuk persiapan Boss Area yang kemungkinan memiliki efek beku yang luar biasa, tim penyerbu di wajibkan membawa heat potion untuk melepaskan diri dari status beku yang merepotkan itu.
Aku tidak tahu ada berapa banyak player yang sekarang menyerbu hutan bagian barat, tapi satu yang aku tahu, kalau tim penyerbu kali ini beranggotakan lebih dari seratus player. Bahkan para Monster yang menyerang kami tidak lebih hanyalah kroco yang menunggu giliran untuk mati. Dan karena kami semua dimasukan dalam Party yang ketuanya adalah Ray, player yang hanya berjalan saja pun mendapatkan exp dan drop item dari Monster yang di bunuh oleh player lain. Senang rasanya hanya diam saja, tapi kau bisa mendapatkan Exp walau tidak seberapa.
Akhirnya, kami memasuki hutan di bagian barat. Monster White Wolf mulai menyerang kami dari berbagai arah, bahkan ada jenis Monster lain selain White Wolf dan Yeti, yaitu White Ant dan White Bat. Kedua Monster itu sama-sama memiliki efek status beku setiap mereka menyerang menggunakan skill mereka. Untungnya Boss Monster Zone tidak muncul sama sekali. Bisa gawat jika Skoll dan Hati muncul saat kami sedang fokus pada tempat misterius di mana Boss Area yang belum tentu benar ada di sana. Walau pun aku yakin dengan jumlah sebanyak ini, bahkan Boss Area pun bukanlah sebuah masalah besar.
Mungkin sudah lebih dari tiga puluh menit tim penyerbu berjalan, tapi kami tidak menemukan satupun tanda. Kami diwajibkan untuk melaporkan apapun yang kami lihat di World Chat, tapi kebanyakan yang kami lihat hanyalah Monster-Monster biasa yang selalu menyerang kami.
Saat itu, tiba-tiba aku terkena status beku level satu, yang hanya membuat gerakanku melambat. Tidak! Bukan hanya aku yang terkena status beku level satu, tapi sepertinya seluruh tim penyerbu juga terkena.
Notif World Chat berbunyi.
Ray: Tidak perlu menggunakan Heat Potion, status beku ini tidak akan hilang.
Benar apa yang dikatakan Ray, karena ini seperti kita terus terkena serangan oleh Monster yang memiliki efek beku.
Tunggu!