Baixar aplicativo
39.39% SUBTITUDE BRIDE ( PENGANTIN PENGGANTI) / Chapter 13: 12. Nakamura dan Rahasianya

Capítulo 13: 12. Nakamura dan Rahasianya

(Mio)

"Ya?"

(Kamu sudah tidur?)

"Iya. Disini pukul dua dini hari. Papa ingat?" Mio mengira papanya mungkin melupakan bahwa dia tengah berada di ribuan mil dari Indonesia. Tapi jawaban papanya mematahkan asumsinya

(Papa tahu. Ini masalah penting. Papa akan bertanya langsung, apa terjadi sesuatu padamu disana?)

Eh? Mio mengerutkan keningnya. Papanya tidak mungkin menempelkan shikigami untuk mengawasinya kan? Energi spiritual untuk melakukan hal itu di luar negeri terlampau besar. Lalu kenapa papanya bertanya? Mio tidak mau membuat papanya kawatir untuk saat ini. Jika papanya tahu, beliau pasti akan menyalahkan diri sendiri karena memilih pertuangan absurd ini.

"Papa, papa ingin mengatakan sesuatu?" Mio bertanya.

(Jawab papa, apa ada hal terjadi diasana?)

"Ya..." Mio tidak mau berbohong.

(Apa itu?)

Mio lalu menceritakan runtutan kejadian yang dialaminya sehari ini. Ada jeda beberapa detik di seberang sana ketika Mio selesai menceritakan hal itu. Mio rasa papanya sedang berpikir. Setelahnya suara papanya kembali terdengar.

(Kamu masih menyimpan kalung safir yang kakek berikan kan?)

"Iya. Aku membawanya tapi tidak memakainya. Kenapa pa?" Kalung safir adalah kalung yang berbentuk hati berwarna biru. Didalamnya ada kristal bening airmata. Kadang, kristal itu akan berubah warna dengan sendirinya. Itu adalah hadiah ulang tahun ke tujuh tahun yang kakeknya berikan pada Mio. Mio selalu memakainya saat di Jepang . Kakeknya mengatakan bahwa kalung itu seperti penekan hawa spiritualnya . Karena banyak hal-hal yang tak terlihat yang membenci kakeknya mengincar Mio, kalung itu bisa dianggap sebagai pelindung. Namun semenjak pindah Indonesia, Mio tidak pernah memakainya lagi. Hanya saja kalung itu selalu dia bawa di dalam tas. Menurut papanya di Indonesia, mereka sedikit aman. Tidak ada musuh kakek baik dari sesama youmeisei maupun yoikai.

(Bagus. Mulai sekarang pakai kalung itu selalu. Jangan melepaskannya bahkan saat kamu mandi.)

Dahi Mio mengerut, " ada apa pa? Apa terjadi sesuatu?"

("Ya. Beberapa hal jauh lebih buruk dari perkiraan. Papa akan menjelaskannya nanti. Yang jelas, kematian Grace bukanlah hanya masalah sepele.") Sama halnya Mio, Yuto pun tidak berniat menyembunyikan hal ini pada Mio.

Kedua anak dan ayah itu bercakap sebentar sebelum akhirnya Yuto mengakhiri panggilan. Tidak lupa Yuto mengingatkan Mio untuk tidak terlalu menggunakan kekuatan spiritualnya berlebihan. Ketika Mio bertanya masalah Sean dan mahluk aneh yang dia lihat, jawaban Yuto membuat Mio terdiam.

(Hantu apa? Itu hanyalah roh jahat dari memori buruk yang tidak mau diingat atau terlupakan. Mengganggu memang. Beberapa akan menjadi semakin kuat tergantung tingkat traumatis seorang yang menjadi inang. Dengan spiritualmu, itu akan mudah melemahkannya. Tapi tidak menghilangkannya. Beberapa juga mungkin diperkuat oleh pihak-pihak yang menginginkan hal buruk yah...bisa kita katakan 'santet' lebih modern? Cara menghilangkannya, hanya bisa dia sendiri.)

"Begitukah? Jadi, jika Sean tidak bersamaku, mahluk itu akan kembali?" Tanya Mio polos. Namun sayang, kepolosan pertanyaan Mio membuat Yuto akhirnya sadar satu hal dan membuatnya marah.

(Apa kamu membantunya dan tidur bersamanya?! Ya! MIO! Sean bajingan...)

Mendengar amarah papanya, Mio langsung kelabakan.

"Ah papa? Hallo...halo...putus putus suara papa. Yah..."

Pip.

Mio langsung mematikan ponselnya. Mio memukul kepalanya sendiri.

"Ya ampun...aku nemang benar-benar bodoh. Papa akan gila jika tau aku memang tidur bersama. Aih..." Mio melirik Sean disampingnya. Lalu beralih pada tangan kekar di perutnya. Dia menghela nafas.

"Ne, mencari uang itu sulit...keputusanku untuk menyelamatkan atm berjalan ini adalah tepat. Iya!" Mio menyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusannya benar.

***

Pagi selanjutnya, Mio terbangun dengan sisi tempat tidur yang sudah mendingin. Jelas sekali Sean telah bangun lebih lama dibandingkan dengannya. Melirik jam di samling tempat tidur, ini baru pukul tujuh. Please, ini New York. Jam tujub pada musim pergantian dari panas ke dingin saat ini jelas langit masih gelap. Jam berapa Sean bangun? Mio tidak bisa bertanya-tanya dalam hati.

Mengedikkan bahu tak acuh, Mio segera menyibak selimutnya dan turun dari tempat tidur. Alarm alam nya menuntut untuk segera ke kamar mandi.

Setelah melakukan ritual pagi, Mio tidak berpikir banyak langsung terjun ke jacusi. Dia ingin berendam. Sean adalah lelaki yang pengertian. Bahkan di kamar mandi dia sudah menyiapka dua bentuk essensial oil. Satu beraroma mawar, satu lagi beraroma kayu manis mint. Itu berarti mawar miliknya bukan? Tidak mungkin Sean ingin mandi berendam dengan aroma mawar kan?

"La la la...aku senang sekali...Sean Emon...." sambil bernyanyi serampangan, tangan Mio gesit menuangkat air panas dan dingin untuk mendapatkan suhu yang pas. Tidak lupa dia menuangkan essensial oil dan beberapa busa. Baru setelahnya dia dengan semangat membuka bajunya meletakkan di keranjang, mandi, dan berendam.

"Aku ingin begini...aku ingin begitu ingin ini ingin itu banyak sekali..." saat tengah mandi, Mio memiliki kebiasaan buruk yaitu bernyanyi dengan suara sumbangnya. Mio selalu merasa suaranya bagus. Namun entah kenapa adiknya-Riou selalu memarahinya ketika dia bernyanyi di kamar mandi.

"Berhenti bernyanyi! Lagumu buruk! Jangan mengganti lagu indah orang dengan lagu terkutukmu! Dan yang jelas suaramu sumbang! Kamu mengotori telinga suciku! Cepat keluar!" Itu yang dikatakan Riou sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi ketika Mio mulai bernyanyi di dalam kamar mandi. Tapi Mio sama sekali tidak percaya bahwa suaranya buruk. Dia selalu merasa suaranya pasti merdu karena Papanya maupun mamanya memiliki ciri khas suara baik.

***

Di luar, Sean dengan pakaian jogging miliknya baru saja kembali dari lari pagi. Beberapa pelayan membungkuk. Salah satu diantaranya memberikan Sean handuk bersih.

Menyeka keringatnya, Sean bertanya, "dimana dia?"

Pelayan langsung mengerti bahwa yang dimaksud Sean adalah Mio. Mereka mengetahui status Mio sebagai tunangan Sean,karena itu para pelayan menunjukkan hormat pada Mio.

"Nona masih di dalam kamar tuan muda. Sesuai instruksi anda, kami tidak membangunkannya."

"Baik. Kirimkan pelayan untuk membantunya bersiap-siap. Instruktur table maner akan segera tiba."

"Baik tuan muda."

Sean mengangguk dan memutuskan untuk naik ke kamar. Sean adalah penderita OCD perfeksionis dan kebersihan. Meski dia senamg berolahraga, Sean tidak pernah menyukai perasaan lengket dan gerah karena keringatnya.

Memasuki kamar, Sean berpikir Mio akan menjadi babi tidur melihat bagaimana gadis itu mengeluh lelah dan ngantuk karena jetlag. Namun diluar dugaan, ketika dia masuk kamar, yang didapatinya adalah ranjang kosong dan suara shower mengalir dari kamar mandi.

"Dia mandi?"

Awalnya Sean akan berbalik keluar dengan membawa baju ganti untuk mandi di kamar mandi tamu. Namun suara dari dalam kamar mandi sukses membuat Sean menghentikan langkahnya.

"Semua semua semua dapat dikabulkan. Dapat dikabulkan dengan kantong atm...la la la...aku suka sekali Sean EMON...du du du..." lagu ost doraemon yang diubah liriknya dipadukan dengan blackpink di akhir lagu sukses menarik perhatian Sean.

Bibir Sean berkedut mendengar nyanyian dari kamar mandi. Bukan hanya liriknya yang diubah sedemikian rupa, dengan perpaduan suara sumbang Mio, lagu itu benar-benar terasa sangat buruk didengar. Namun di sisi lain mampu membuat siapapun yang mendengarnya merasa lucu.

"Tuan." Betty, salah satu pelayan membungkukkan badan.

Dalam sekejap senyum yang sedikit terulas berubah menjadi garis tipis kembali ketika Sean berbalik melihat pelayan.

"Aku akan mandi di kamar tamu. Kamu, bantu dia." Sean tidak menggunakan bahasa Inggris untuk berbicara dengan Betty.

Betty adalah salah satu pelayan yang dapat berbicara bahasa Indonesia. Meski tidak sefasih kepala pelayan, Betty dapat memahami instruksi sederhana.

"Baik tuan."

"Dimana Miss Han dan kura-kura yang aku beli?"

"Mereka ada di halaman belakang tuan muda. Tuan Philip tengah memberi Miss Han makan dan membuat hiasan akuarium untuk kura-kura."

"Bagus."

Merasa puas, Sean melanjutkan langkah kakinya untuk keluar kamar. Meninggalka Mio yang masih bernyanyi tidak jelas di kamar mandi.

"Gadis konyol." Bersandar pada pintu kamar, senyum yang tadi sempat menghilang kembali terlihat di bibir Sean.

***

RS Medika Internasional

At 10 am.

Kamar Jenazah.

Miranti keluar dari kamar mandi. Wajahnya masih tetap cantik seperti biasa. Namun sinar di wajahnya terlihat redup. Setelah kepulangannya dari rumah sakit, Miranti tidak bisa meninggalkan bayang-bayang tubuh Grace yang tampak menawan meski telah menjadi jasad. Hanya saja...jejak kekuatan spiritual milik Galrace benar-benar tidak ada. Salah satu tangan Grace terlihat jejak jarum dengan warna ungu kebiruan. Jelas itu adalah darah yang diambil. Wajah Miranti muram. Teringat apa yang Yuto katakan.

"Nares, kenapa kamu menyembunyikan hal ini padaku? Jika saja kamu tidak menyembunyikannya, perawatan jasadnya pun akan aku lakukan. Sekarang, dia sudah mengambil darah dan energi spiritualnya. Kamu tau kan akibatnya?"

Darah tidak pernah tua. Diwariskan secara turun temurun dari generasi Nakamura pada keturunan pilihan. Memiliki furtune eyes, spiritual tinggi, namun memiliki kelemahan. Pasangan mereka harus memiliki spirit yang kontanibel dengan spirit miliknya. Memiliki rentang hidup lebih lama dengan wajah selalu tampak tidak lebih dari dua puluh lima tahun. Berkah atau kutukan, hanya tergantung bagaimana mereka menerima. Beberapa Youmeisei selalu menginginkan esensi spiritual dan darah dari pemilik "darah tak pernah tua". Mereka kuat, hanya saja semakin kamu kuat, semakin kamu menonjol, beberapa masalah akan datang bersamaan dengan itu.

"Shu, beraninya kamu mengambil darah anakku. Kali ini aku tidak akan memaafkanmu." Bibir Miranti menipis dengan wajah memerah menahan amarah. Mengingat penampilan muda lelaki yang tampak berusia tidak lebih dari dua puluh lima tahun, Miranti sangat tahu berapa banyak gadis yang menjadi korban ritual terkutuk lelaki itu.

"Mom?"

Mendengar panggilan dari sisi pintu, Miranti mengerjap meninggalkan ingatan buruk dan segera mengubah raut wajahnya seperti biasa. Dia mengalihkan pandangannya pada sumber suara.

"Lut?" Mata Miranti berhenti sejenak. Meneliti setiap inci lelaki tinggi tak jauh darinya sebelum berkata,

" kamu menghapus warna rambutmu?"

Rambut biru langit, dengan iris mata biru dan gaya rambut yang dibuat sedikit panjang dan messy, Miranti merasa anak angkatnya ini terlihat bukan seperti orang yang sama.

"Em.." Lutfian mengangguk kecil lalu melanjutkan,

"Aku pikir mengubah seperti warna asliku tidak buruk. Apa aku terlihat aneh?"

Miranti tersenyum hangat, "tidak. Kamu terlihat cocok. Maafkan Mom yang tidak memperhatikanmu beberapa hari ini. Mom akan panggilkan hair style besok untuk memangkas rambutmu. Kamu keberatan?"

"Em. Aku suka itu."

"Lutfian, persiapan pemakaman Grace, mungkin kita akan mempercepatnya."

Meski Miranti tidak mengatakan apapun pada Lutfian, namun pemuda itu merasa ada yang tidak beres. Namun Lutfian memilih tidak bertanya. Hanya menganggukkan kepalanya.

"Aku akan menelpon Dad untuk pulang."

Miranti mengangguk, "ya. Lalu apa ada hal yang ingin kamu tanyakan? Kenapa kamu menemui Mom?" Miranti memberi isyarat Lutfian untuk mendekat.

Menuruti Miranti, Lutfian berjalan mendekat dan duduk di bibir ranjang.

"Hanya ingin mengatakan bahwa mungkin beberapa hari ini aku ingi cuti dari kantor. Aku sudah menyelesaikan beberapa hal penting hingga bulan depan. Semua tugas akan kualihkan pada paman Sam. Mom selalu percaya padanya kan? Mom mungkin sudah mengetahui hal ini, tapi aku tetap merasa harus bicara padamu."

"Kamu akan pergi ke New York?" Memiringkan kepalanya, Miranti tersenyum menggoda.

"Kamu selalu tau Mom." Lutfian tidak mengelak. New York adalah tempat kelahiran Lutfian sekaligus tempat dimana dia diadopsi. Meski kepergiannya kali ini karena wasiat Grace, namun alasan lain adalah Lutfian ingin menemukan ketenangan. Beberapa hari setelah kepergian Grace, Lutfian selalu merasa tidak tenang. Dalam surat wasiat Grace, gadis itu juga memintanya untuk berkunjung ke New York dan mengunjungi apartemen milik Grace untuk mengambil kotak. Mengenai kotak apa itu, Lutfian tidak tahu.

"Kalau begitu Mom akan menandatangani cutimu."

"Terimakasih Mom."

Miranti sudah duduk di sebelah Lutfian. Memandang wajah tampan anak yang sudah dianggap anaknya sendiri, Miranti tidak bisa menahan diri untuk menyentuh pipi Lutfian sayang.

"Berhati-hatilah. Mom hanya memilikimu saat ini. Apapun yang membuatmu bahagia, Mom akan berusaha mewujudkannya."

"Mom..."

"Sudahlah, Mom akan ganti baju. Kamupun harus bersiap untuk kembali ke kantor bukan?"

"Em. Aku akan segera ke kantor. Aku rasa aku terlalu lama."

Setelahnya Lutfian berdiri meninggalkan Miranti. Melihat kepergian Lutfian, Miranti menghela nafas berat.

"Apakah kutukan ini akan terus berjalan? Grace,apa kamu tahu? Bahkan dengan pengorbananmu, mom tidak yakin kutukan ini terputus sayang..." jejak air mata mulai menggenang di mata Miranti.

***

Osaka, 1962

Gerimis membasahi jejak-jejak rumput yang terpangkas tipis. Menapaki genangan air yang mengembun di tengah hujan, seorang lelaki berpakaian kimono menatap keatas hujan dibalik payung rotan miliknya. Matanya memiliki iris mata biru laut indah beberapa lama. Namun kemudian, salah satu matanya berubah warna menjadi ungu jernih.

"Ah, lihat! Monster itu!"

"Ah aku tau...itu Yuujin Nakamura ne? Apa kalian tau? Dia membunuh ibunya saat baru lahir. Bahkan di umur yang tua, dia sama sekali tidak menua."

"Apa itu buruk?"

"Dia pasti melakukan ritual buruk dengan tumbal. Jangan mendekatinya."

Seolah tidak mendengar bisik-bisik orang yang menggunjingnya, Yuujin Nakamura melangkahkan kakinya dan berhenti tepat di tepi danau. Manusia memiliki insting sendiri. Beberapa orang akan iri pada Yuujin. Beberapa membutuhkan bantuannya. Dan beberapa membencinya. Bukankah hal itu wajar? Karenanya Yuujin tidak pernah mau memikirkan perkataan manusia. Toh...pada akhirnya, dia yang akan melihat mereka mati .

Berjongkok di tepi danau, Yuujin merentangkan tangannya di udara. Memejamkan mata. Sebuah bayangan muncul dalam pikirannya. Itu adalah bayangan dua gadis kecil. Satu memiliki rambut pirang dengan kecerdasan dan keanggunan. Satu lagi gadis berambut cokelat dengan kepolosan dan keceriaan. Dua sinar berbenturan, cahaya biru tampak terserap pada gadis berambut pirang sedangkan kerlipan emas masuk kedalam gadis satunya. Saat membuka matanya, pandangan Yuujin agak redup.

" kutukan ini...akankah menurun pada anakku? Atau cucuku?"

Bayangan itu terlihat jelas. Dengan menggunakan furtune eyes miliknya, Yuujin dapat memastikan darahnya akan menurun pada salah satu gadis itu. Namun Yuujin tidak dapat memastikan. Apakah itu anaknya yang kini tengah dikandung istrinya, atau akan menjadi cucunya.

Pandangan Yuujin kembali menerawang. Yuujin telah memiki umur lebih dari satu abad. Dia baru menemukan takdirnya. Dan kini, di tengah kebahagian dalam kesepiannya, apakah takdir akan merenggut istrinya?

"Yuujin kun." Seorang gadis berparas cantik dengan kimono biru berjalan mendekati Yuujin. Tanpa melihatpun Yuujin tahu siapa itu. Tidak ada gadis lain yang akan memanggil nama kecilnya seperti itu kecuali Mio Mikamoto.

"Nani o shimasuka?" (Apa yang kamu lakukan) Mio melepaskan alas kaki miliknya dan tanpa ragu memasuki tepi danau dengan riang.

"Tidak ada. Kenapa kamu kesini? Apa tubuhmu baik-baik saja?"

Mengelus perutnya dengan sayang, Mio tersenyum hangat, " ya, mereka cukup tenang. Ne,apakah mereka laki-laki dan perempuan, atau laki-laki saja, atau perempuan semua?"

"Apapun itu aku tetap menyukainya."

***

Beberapa tahun berlalu. Yuujin memiliki sepasang anak kembar beda jenis kelamin. Mereka tumbuh bersama. Semakin mereka dewasa, semakin Mio Mikamoto menua. Ketika Yuto dan Miranti memasuki masa dewasa, Mio menghembuskan nafas terakhirnya. Semua berubah. Kehidupan selalu berjalan. Miranti dan Yuto mulai menyadari kespesialan keluarganya. Ketika mereka tumbuh semakin dewasa, bahkan Yuujin sama sekali tidak menunjukkan penuaan. Yuujin selalu terbuka dengan pekerjaannya. Termasuk sepak terjangnya dalam menjadi youmeisei. Hingga suatu hari Yuujin memanggil Miranti untuk menemuinya.

"Otousama? Apa yang ingin anda katakan pada saya?"

"Nares, aku tahu kamu tau apa yang akan aku katakan padamu. Jadi lebih baik kamu mengambil keputusan yang bijak."

Miranti terdiam. Meski dia tahu hubungannya dengan Shu tidak akan berjalan dengan baik karena ketidak kontinobel spiritual mereka, namun Miranti terlanjur mencintai pemuda itu. Shu berbeda. Dia tidak mencemooh pekerjaan Yuujin. Dia juga mengetahui kelebihan Miranti tanpa takut.

"Otousan tau apa yang kamu pikirkan. Namun Miranti, kamu dan Yuto sama-sama memiliki seperempat darah kutukan ini. Namun tidak seperti Yuto, kamu juga mewarisi penglihatanku. Aku melarangmu menggunakannya karena itu akan mengambil terlalu banyak energimu. Karenanya aku ingin kamu memilih lelaki yang menyeimbangkan kekuatanmu . Entah kamu, atau Yuujin, salah satu diantara kalian akan memiliki anak yang akan mengambil penuh darah kutukan ini. Saat itu, jika kamu salah memilih lelaki, kamu hanya akan menyesal."

"Tapi otousama, bagaimana jika aku memberikan darahku padanya? Bukankah dia juga akan awet muda sepertiku? Dengan begitu kami tidak akan..."

"Cukup Nares!" Yuujin memotong ucapan anaknya.

"Jangan pernah melewati batas yang digariskan Dewa! Aku memintamu untuk mengakhiri hubungan kalian. Shu bukan lelaki yang baik. Bahkan jika saat ini dia baik, itu tidak akan bertahan lama jika kamu melewati garismu."

***

Miranti mengusap air matanya. Mengenang memori itu hanya membuat hatinya terasa sakit. Penyesalan selalu datang terlambat. Semua ucapan ayahnya benar. Ketika Shu menerima darahnya, lelaki itu berubah. Itulah alasannya meninggalkan lelaki itu demi menyelamatkan Grace. Miranti marah pada ayahnya yang telah mewariskan darah terkutuk pada Grace. Miranti benci ayahnya yang membiarkan Shu kehilangam kesadaran manusianya. Namun Miranti tidak mau mengakui, bahwa semua itu adalah karena kecerobohannya. Kini Grace tidak ada. Permatanya yang berharga telah hilang. Satu-satunya tujuan Miranti saat ini adalah...menemukan Shu--membunuhnya.

.

.

.

NEW YORK

Guan Penthouse

at 8 am.

Ketika Mio selesai didandani oleh pelayan, Mio merasa wajahnya kaku oleh riasan dan perutnya kencang karena korset yang dipakainya. Baru saja Mio akan turun dari tangga, jantung Mio dikagetkan oleh suara serempak dari bawah.

"Nyonya!"

Mio melompat dan menyandarkan salah satu tangan di tangga dan memegangi dadanya dengan tangan lain.

"Mengagetkan...aku hampir mati kaget." Mio menjulurkan kepalanya mengamati barisan wanita memakai seragam pelayan hitam putih.

"Mwoya? Apa aku sedang syuting BBF?" Mio iseng mengamati sekelilingnya. Sadar tidak ada kamera yang terpasang, Mio merasa dirinya cukup bodoh.

"Apa yang kamu lakukan?"

Sekali lagi Mio dibuat kaget. Ekspresi gadis itu menjadi hitam. Begitu menoleh mendapati Sean telah siap dengan kemeja putih dan setelan jas

"Ck." Apa mereka hobi membuat orang kaget?

"Sean," menunjuk para pelayan di bawah Mio bertanya , " mereka adalah?"

"Tentu saja pelayan. Segera turun, instrukturmu akan segera tiba." Seab berkata sambil berjalan melewati Mio. Mendengar kata instruktur, Mio mengerutkan alisnya dan segera mengejar Sean. Kaki Sean panjang dan cara berjalannya cepat. Sehingga dalam hitungan detik saja Sean sudah hampir tiba di akhir tangga. Sedangkan Mio memiliki kaki pendek ditambah hills tujuh senti yang dipaksa pakai padanya membuatnya harus sangat berhati-hati dalam melangkah. Akhirnya Mio berhasil menyusul Sean tepat di meja makan.

"Apa maksudmu dengan instruktur?"

"Nyonya, sarapan anda telah siap." Pelayan mengintrupsi.

"Kita sudah membicarakannya kemarin. Dia akan mengajarimu dasar-dasar berperilaku. Setiap krlas hanya dua jam per hari."

"Tapi aku tidak setuju."

Sean membiarkan pelayan menyiapkan roti untuknya. Dia menatap Mio sejenak sebelum berkata, " jika kamu dinilai baik, perminggu aku akan mengabulkan permintaanmu."

Wajah Mio langsung memerah seolah menahan amarah medengar ucapan Sean. Mio mengacungkan pisau roti ditangannya pada Sean di seberang.

"Kamu..."

Sean menaikkan alisnya.

"Benar-benar doraemonku!" Binar bintang jelas terlihat di mata cokelat Mio. Dia tersenyum sangat lebar hampir menutupi wajah bawahnya. Dengan patuh dia duduk dan bersenandung lirih.

Di seberang, Sean hanya menggelengkan kepalanya.

Jadi wajah memerahnya karena terlalu bahagia? Sean merasa dia harus bekerja keras untuk menghasilkan uang jika ingin menjinakkan wanita di depannya yang tengah memakan sarapannya dengan bahagia.

"Setidaknya aku tau cara mengatasinya saat dia marah sebelum memanggil 'teman' nya." Sean mengambil pisau dan garbu memulai sarapannya.

***

Kediaman Nakamura

Yuto tidak pergi ke kantornya. Setelah dari rumah sakit melihat jenazah Grace, Yuto langsung kembali ke rumah. Dia mendapati istrinya yang tengah memasak ketika dia masuk kedalam rumah.

"Ah? Kamu sudah pulang?"

"Hm." Yuto menarik kursi meja makan menuangkan air putih langaung menenggaknya.

Alesya memandang suaminya sejenak sebelum kembali bertanya, "apa terjadi sesuatu?"

"Ya. Dan aku kira aku harus pulang menemui ayah."

"Eh?" Alesya mematikan kompor setelah mengangkat tempura terakhir yang digoreng lalu mendekati suaminya.

"Apa sesuatu itu sangat buruk?"

Yuto tersenyum tipis, " aku belum bisa bercerita. Yang pasti tolong pesankan aku tiket ke Jepang untuk lusa penerbangan pagi. Dan lagi kamu harus bersiap. sepertinya kita akan sedikit terkenal setelah pemakaman Grace."

"Apa maksudmu?" Alesya tidak mengerti.

"Guan telah membicarakan beberapa rencana mengenai kemunculan Mio. Tentu saja beberapa hal menjadi masalah. Seperti, saat Grace kecelakaan, Mio masih aktif sebagai magang asisten Melisa di rumah sakit. Dia memiliki pasien juga. Jika kebohongan Grace telah koma, bukankah kebohongan itu sangat nyata? Bagaimana orang koma masih di rumah sakit."

Alesya awalnya tidak menyadari hal ini. Namun setelah mendengar ucapan suaminya, dia baru berpikir bahwa ternyata mereka terlalu gegabah.

"Lalu apa rencana mereka? Aku tidak mau jika Mio menjadi kambing hitam ."

Yuto menggelengkan kepalanya, " tidak akan. Hanya saja, mungkin Mio akan sedikit kesulitan. Aku tidak mau hal itu, tapi ayah sudah mengatakan bahwa Mio memang harus menikahi Sean . Itu tentu memiliki alasan. Karenanya aku harus pulang."

***


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C13
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login