Esok pun tiba, sesuai janji oleh Andre semalam. Ia akan membawa Anita ke mal terbesar di Manila. Membawa jalan-jalan sekaligus membawanya untuk memilih baju yang layak dipakai pastinya. Makan berdua, dan juga mengenal lebih jauh.
"Kau sudah siap? Aku tunggu kau di luar," pinta Andre ketika keluar dari apartemennya.
Tak lama kemudian, Anita memakai baju seadanya. Ya, baju berkaos longgar, dan celana panjang ketat, serta sandal pengait belakang, dan pasti tidak lupa dengan tas selempang kecil. Rambut sebahunya, ia sengaja di ikat satu kebelakang, jadi terlihat seperti anak ABG.
Andre memunggungi pintu itu sambil mengisap rokok. Terdengar suara pintu terbuka, ia pun berbalik badan, dan memandang tanpa ekspresi apa pun. Melihat penampilan Anita yang sangat sederhana dari ujung kaki hingga ujung kepala. Anita berdiri menatap Andre sejenak.
"Ada apa? Memang ada salah dengan penampilanku?" Kini Anita bersuara, nadanya masih sama tetap ketus. Entahlah, ia merasa tidak ingin dilihati oleh lelaki seperti Andre. Setiap apa yang ia pakai, selalu membuat suasana hatinya semakin mendung.
"Tidak, tidak ada?! Apakah kau setiap ke mana pun memakai baju seperti ini? Aku seperti membawa seorang anak ABG jalan-jalan ke mal," ejeknya lalu membuang puntung rokok itu. Anita acuh atas ejekan dari Andre. Ia pun memilih meninggalkan tempat apartemen tersebut, kemudian dikawal oleh Andre.
Tiba perantara parkiran, Andre membuka pintu depan untuk Anita. Padahal Anita ingin duduk di belakang, karena Andre sudah membuka untuknya, mau tak mau ia menuruti daripada suasana berubah panas.
Anita pun memasang tali pengaman itu, lalu Andre pun menjalankan mobil meninggalkan parkiran tersebut. Dalam perjalanan menuju ke mal, di mobil sangat hening sekali. Andre menyetel lagu favorit sudah ia download.
"Apa aku boleh minta...." Anita memulai berbicara, selama suasana hening di mobil, Andre merespons.
"Hm ... mau minta apa?" Andre balik bertanya, "Lupakan! Tidak jadi," jawab Anita tidak melanjutkan kata-kata.
Andre melirih sebentar. "Ada apa? Katakan saja," ucap Andre penasaran dengan Anita.
"Aku cuma ingin ganti nomor kartu untuk bisa komunikasi dengan orang rumah, tapi...."
Andre langsung menangkap jeda kata-kata dari Anita. Ia lupa, dari Indonesia ke Filipina, hingga tidak berikan kartu telepon untuknya. Pantas dari sikap ketus wanita di sampingnya ternyata maksudnya itu.
"Ah! Aku sampai lupa, maaf, maaf, nanti sampai di sana. Kita ganti, kenapa dari kemarin kau tidak tanya?" kata Andre sembari mengelus rambut kepala Anita.
Andre merasa aneh setiap ada didekat wanita ini, ia seperti di dunia masa lampau. Seakan ia kembali lajang dan bertemu jodoh lagi.
"Kau pikir aku wanita apaan minta tidak ku kenal, ya, seharusnya kau tahu atas nada yang ku berikan padamu!" ucapnya, masih saja ketus.
Andre malah tertawa sangat keras. Lama-lama ia terbiasa dengan sikap ketus dari Anita. Sangat jauh beda dengan Hardi, apalagi wanita lain yang ia kenal. Di sinilah ia suka dengan sikap polos, dan sikap cueknya itu.
"Jangan ketus-ketus, lah. Lama-lama aku suka dengan sikapmu itu?! Apa begini caramu jika seseorang mengajak kau berbicara? Selalu menunjukkan sikap cuek, dan judesmu?" cecar Andre mematikan mesin mobilnya, dan keluar dari mobil. Mereka sudah sampai di mal. Entah nama apa mal itu, yang pasti Anita itu mal paling besar.
"Suka-suka aku, lah?! Kenapa kau yang sibuk?!" balas Anita makin galak saja. Pokoknya Anita sangat sensi sama Andre.
Andre tidak menyahut atas balasan dari Anita tadi. Saat Anita turun dari mobilnya, ia hampir jatuh karena tinggi mobilnya itu tidak seimbang pada tubuh kecil. Untung Andre menahan, kalau tidak malunya itu tidak tertolong.
"Tuh, kan? Tidak perlu gugup begitu?! Untung ada aku, hanya dipuji sedikit sudah grogi seperti itu. Bagaimana nanti sudah menikah? Apa begitu juga sikapmu?" Andre semakin menjahilinya.
Anita langsung memasang tatapan tidak senang, ditepis tangan dari lengannya. Andre pasrah, senang saja lihat sikap wanita ini.
Saat masuk ke mal itu, Anita seperti orang kampungan. Bagaimana tidak kampungan, ia merasa seperti orang kaya sungguhan. Apalagi mal ini jauh lebih besar daripada tempat kota ia pijak.
Andre pun meraih tangan Anita tanpa izin padanya. Anita pun menunduk kemudian mendongak menatap lelaki itu. Meskipun ia seperti anak ABG, bukan berarti ia bisa hilang, kan. Anita menjauhkan tangan dari tangan Andre. Andre pun sigap menoleh.
"Kenapa?" tanyanya.
"Tidak perlu pegang segala, memang aku anak kecil? Aku tidak akan nyasar atau hilang?!" jawabnya makin ketus, padahal disisi lain ia gugup. Cara menghilangkan rasa gugup ia memilih jalan duluan. Andre memasukan tangan ke kantong celananya pun mengikuti jejak langkah wanita itu.
Jalan-jalan sambil lihat-lihat, Tiba-tiba Anita berhenti salah satu tempat toko serba boneka, tentu Andre memantau wanita itu. Masih mengamati dari jauh, melihat sikap Anita antara mau masuk atau tidak, ia pun menoleh melirih sebentar pada lelaki itu sedang berdiri jarak sekitar tiga meter. Kemudian ia pun kembali melanjutkan langkah melihat lagi.
Akan tetapi, sebuah tangan panjang menarik dirinya, sehingga tubuh Anita mundur, dan menabrak dada bidang lelaki itu bahkan tercium sangat jelas parfum dipakai oleh Andre. Lagi-lagi Anita terhipnotis aroma parfum di baju Andre, ia jadi teringat masa remaja waktu sekolah. Aroma itu sangat hafal sekali, lembut, dan tidak menyengat.
"Ayo!" Andre membawa Anita masuk ke toko serba boneka itu.
Anita mencoba menahan, tenaga mana lebih kuat, Anita atau Andre. Andre sangat tahu kriteria wanita seperti apa? Karena istrinya dan putri kecilnya juga suka di sini. Bahkan sering ajak mereka untuk bermain sembari mencari hiburan untuk istrinya. Kesenangan wanita itu simpel, tinggal bawa ke tempat favorit sudah, tidak perlu bertele-tele asal isi kantong tebal, apa pun minat wanita selalu dijadikan nomor satu.
Terlanjur sudah, terlepas dari rangkulan Andre. Anita pun menelusuri jajaran pajangan beraneka macam boneka. Bahkan ia tidak pernah lewatkan satu per satu jajaran boneka itu. Kemudian, ia tertuju pada boneka yang sangat besar. Lebih besar dari postur tubuhnya. Disentuh, dan dielus-elus, benar-benar sangat lembut sekali.
"Kau suka?" Tetiba suara itu menendang telinganya. Dengan cepat Anita menjauh dari posisinya, dan Andre tidak sempat menghindar, bertepatan pula dagunya menabrak kepalanya Anita.
Anita sampai kaget, dan juga merasakan benturan itu. Sangat pastinya, Anita langsung cemas, dan terus meminta maaf. Ia kaget tiba-tiba karena tanpa sadar Andre sudah di belakang dengan suara beratnya. Pasti dong gugup bukan main.
"Maaf, maaf, kau tidak apa-apa?" Anita sampai cemas dan bersalah banget.
Andre langsung menggeleng, meskipun dengan sikap cool nya, ia tetap harus jadi lelaki jantan. Sebenarnya dalam hati ia berkata, ["Sialan! Sakit banget, coy! Untung kau wanita, kalau tidak, bonyok muka kau?!"]
"Tidak apa-apa, kepala kau terbuat dari apa sih? Keras banget? Untung gigi aku tidak lepas?!" Masih bisa Andre bercanda dengannya.
Anita yang diambang kecemasan langsung merenggut kesal. Kalau begini buat apa ia bersimpati, dan bersalah pada lelaki ini ujungnya bercanda mulu. Sontak Andre berubah setelah melihat ekspresi Anita makin jengkel.
Andre menghela napas pendek, "Ya sudah, kalau kau sudah selesai, panggil saja. Aku rokok sebentar," Andre pun keluar dari toko itu.
Setelah kepergiannya, Anita pun mengurung niat untuk beli apa pun. Andre yang mengeluarkan sebatang rokok dari kantongnya. Ia terdiam melihat sosok berdiri di sampingnya.
"Ada apa? Lanjutkan saja, pilih sepuas mu, besok-besok kau tidak akan bisa ke sini lagi. Karena masih banyak pekerjaan yang harus aku tuntaskan," ucapnya memerintah Anita kembali ke toko itu.