Baixar aplicativo
1.43% KETIDAKSENGAJAAN BERAKHIR SALING CINTA / Chapter 5: Part 5 Menangis dan menangis

Capítulo 5: Part 5 Menangis dan menangis

Setelah kejadian semalam Arini hanya bisa menenangkan pikirannya yang masih kalut. Dia tidak henti-hentinya meneteskan air matanya di dalam kamar. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah menangis dan menyesali kenapa kejadian semalam bisa terjadi padanya. Dia tidak mengira sebelumnya niatnya bekerja untuk menggantikan bibinya sementara di rumah Panji malah menghantarkannya ke jurang kehancuran masa depannya.

Dia terus menangis dan menangis tanpa henti hingga tidak sadar dia telah menghabiskan waktunya hampir 3 jam hanya menangis saja di dalam kamarnya. Kedua matanya yang sudah sembab sekali setelah tadi malam dan sekarang menangis lagi tanpa henti. Dia tidak peduli dengan bentuk mukanya sekarang. Tapi yang kini dipikirnya adalah gimana nasib masa depannya setelah Panji merenggut apa yang dimilikinya yang selama ini selalu dia jaga.

"Kenapa kejadian seperti ini terjadi padaku?"Arini terisak-isak menangisnya. Kepalanya ditaruh di lulutnya. Arini duduk di atas kasurnya sambil menangis.

Akhirnya dia merasa capek sendiri setelah menangis tanpa henti. Sekuat tenaga dia berusaha bangkit. Percuma saja kejadian yang sudah terjadi padanya disesali dan ditangisi seperti ini. Semua sudah menjadi bubur. Jadi percuma saja kalau dia menangis dan menyesalinya tidak akan bisa mengembalikan semuanya.

Apapaun yang sudah terjadi pada dirinya dia harus menerimanya entah itu baik atau buruk baginya. Kalaupun sudah terjadi dia harus bisa menerimanya apabila disesali itu percuma saja. Melihat dirinya yang sekarang terpuruk sendirian di Jakarta terpaksa harus berusaha bangkit dan menyemangati dirinya sendiri agar bisa lebih kuat lagi dalam menjalani hidupnya. Kalau bukan dirinya sendiri lantas siapa yang bisa menyemangatinya.

"Aku nggak boleh selemah ini. Aku harus kuat. Demi bibi Ayu yang telah merawat aku sejak kecil. Anggap saja tadi malam itu tidak terjadi."Arini menyemangati dirinya sendiri walaupun kini hidupnya sudah hancur setelah kejadian semalam yang dilakukan oleh Panji. Arini berusaha berdiri dari kasurnya. Tiba-tiba rasa tidak kuat menghampiri tulang-tulangnya seakan-akan tidak kuat berdiri.

"Aku harus kuat. Ayo bekerja."Arini sadar kalau dirinya hanyalah pembantu jadi apapun masalah yang tengah dihadapinya tidak boleh menjadi alasannya untuk tidak mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Dia berusaha bangkit walaupun tangisannya belum berhenti.

Pada akhirnya Arini bisa bangkit dari kasurnya dan mulai keluar dari kamarnya. Rasanya dia tidak bisa menatap ruangan dengan jelas karena kedua matanya benar-benar sembab setelah menangis terus menerus tanpa henti tadi. Arini melihat kea rah jam dinding menunjukkan pukul 11 pagi.

"Astaga sudah jam segini aku belum bersih-bersih malah asyik menangis terus."Arini merasa kenyol sendiri. Membuang-buang waktu dengan menangisi semua yang sudah terjadi dan tidak bisa dikembalikan lagi.

Pekerjaan pertama yang dia lakukan adalah mencuci pakaian. Karena terlihat pakaian pakaian kotor menumpuk di belakang. Walaupun itu sebagian besar pakaiannya Panji. Entah kenapa saat dia hendak menghampiri dan mengambil pakaian kotor itu hatinya terasa sakit. Bahkan kini dadanya mulai terasa sesak dan langkahnya juga terasa berat sekali. Semakin dengan dengan tumpukan pakaian itu malah menambah rasa perih dan sakit hatinya.

"Aku harus kuat. Aku harus ingat pesan bibi untuk bekerja sebaik mungkin di rumah ini. Aku nggak mau membuat bibi keceawa."Arini menyeka air matanya yang berusaha jatuh lagi sambil berjalan kearah tumpukan pakaian kotor. Sebenarnya dia tidak mau dan belum siap memegang semua barang milik Panji termasuk pakaianya.

Arini mulai mencuci pakaian kotor milik Panji. Saat mencuci pakaian Panji hatinya serasa teriris-iris harus membersihkan kotoran miik laki-laki yang telah merenggut mahkotanya. Hatinya seakan tidak kuat harus memegang pakaian Panji apalagi membersihkannya.

Akhirnya dia tidak kuat menahan perihnya dan sakit hatinya jadi air matanya mulai berlinang lagi. Dia tidak bisa menahannya. Untungnya Nyonya Diana tidak ada di rumah sekarang jadi tidak ada yang mendengarnya. Kaluapun Panji mendengar tangisannya dia tidak peduli. Biar Panji juga sadar kalau hidupnya sekarang sudah hancur karena perbuatan kejinya itu.

"Hiks….hiksss….hiksss"tangis Arini pecah sambil memegang pakaian kotor Panji. Tangannya mulai meremas pakaian kotor itu seolah-olah itu ungkapan perasaannya pada Panji. Dia ingin menghancurkan hidup Panji setelah kejadian semalam.

"Aku tidak menyangka kalau sekarang begini. Dia hancur karena semalam. Maafkan aku Arini.kata Panji dari dalamhatinya. Panji tidak sengaja sepulang dari nggym tadi mendengar suara tangisan dari belakang. Ternyata yang menangis adalah Arini. Panji takut mendekati Arini apalagi setelah kejadian tadi malam. Dia hanya bisa berdiri di belakang Arini dan menatapnya dari kejauhan.

"Aku nggak tahu. Kenapa hidupku seperti ini. Hiks…hiksss.hiksss."isak tangis Arini masih didengarkan Panji. Panji ingin mendekati dan menenangkan Arini. Jujur Panji juga menyesali perbuatannya semalam.

Berusaha dia untuk kuat dan tegar ketika mencuci pakaian Panji namun kini hatinya sudah tidak kuat. Dia ingin beralih pekerjaan yang lainnya saja. Agar rasa sedihnya bisa berkurang. Dia berdiri dan meletakkan pakaian Panji kembali ke tempat semula.

Dia langsung membalikkan tubuhnya dan berlari sekencang-kencangnya agar bisa terhindar dari pakaian Panji. Dia tidak mau semakin sakit hati karena melihat sosok Panji dari pakaian kotornya. Alangkah terkejutnya dia setelah kakinya yang sedang berlari tiba-tiba terhadang oleh Panji. Panji yang sudah berdiri tepat di depannya itu langsung membuat tubuhnya serasa ingin jatuh kedepan menabrak tubuh Panji. Karena dia mengerem mendadak agar tidak menabrak Panji akhirnya tubuhnya jatuh kedepan juga dan kini dia memeluk Panji.

"Ma…maaf."Arini berusaha melepaskan wajahnya yang tepat jatuh di dada Panji. Arini tahu kalau dirinya sekarang memeluk dada Rama. Perasaannya yang masih hancur itu membuatnya langsung cepat-cepat bangun dan menghindar dari Panji.

"Tunggu."Panji menahan tangan Arini yang hendak pergi meninggalkannya setelah meanbrak dan memeluknya. Arini tertahan dan tidak bisa melangkah. Ingin rasanya tangan dan tubuhnya menepis tangan Panji dan menjatuhkannya lalu memukulinya sampai babak belur. Hanya dengan itu Arini bisa meluapkan rasa kecewa dan bencinya pada Panji. Tapi lagi-lagi pesan dari bibinya selalu hinggap dikepalanya. Akhirnya dia berusaha meredam emosinya itu.

"Aku minta maaf atas kejadian semalam."Panji masih menggenggam tangan Arini. Kini malah Panji beralih posisi dan berdiri tepat di depan Arini. Seketika emosi Arini memuncak lagi. Pembalasannya tadi yang sempat terpikirkannya muncul lagi dikepalanya..

"Nggak."Arini cepat-cepat meredam emosinya agar tidak keblablasan. Biargimanapun juga Panji tetaplah majikannya. Dan dia hanya pembantu. Kini dia hanya bisa berpura-pura kalau kejadian semalam sudah tidak dianggapnya lagi alias tidak terjadi padanya. Betapa sakit dan perih perasaannya sekarang yang seolah-olah melupakan kejadian semalam begitu saja. Arini hanya bisa menundukkan kepalanya berusaha menghindar dari tatapan Panji agar emosinya tidak semakin membara.

"Aku minta maaf. Aku tahu sekarang kamu sedih dan benci sama aku."Panji masih menggenggam tangan Arini. Walaupun dia juga merasakan kalau tangan Arini sedang mengepal pertanda memedam amarah. Tapi Panji juga salut pada Arini karena masih menghormatinya walaupaun Panji telah menodainya.

"Segitu gampangnya kamu minta maaf setelah kamu melakukannya padaku."batin Arini sambil mengepal telapak tangannya dan matanya mulai meneteskan air mata lagi. Dia berusaha mengontrol emosinya kepada Panji. Arini masih menunduk saja walaupun emosinya sekarang sudah semakin memuncak.

"Permisi."Arini berusaha sopan dan menghormati Panji. Arini melepaskan tangan Panji dengan pelan. Arini tidak kuat jika harus berhadapan terus dengan Panji.

"Apa kamu nggak maafin aku. Apa kamu hanya pergi saja."kata Panji menghentikan langkah Arini lagi. Mendengar perkatan Panji barusan malah membuat emosi Arini tidak tertahan lagi.

"Maaf…tuan bilang. Setelah semua sudah terjadi. Apa anda mengerti perasaan saya sekarang. Hidup saya hancur tuan, sedih, takut, marah, malu se…semua jadi sa…satu. Kalau saya pergi itu jauh lebih baik daripada saya harus melampiaskan emosi saya dengan memukul tuan sampai babak belur."kata Arini dengan menangis sejadi-jadinya. Dia tidak bisa menahan emosinya lagi dan akhirnya dia menumpahkan semua yang dipendamnya dengan berbicara tepat didepan Panji. Setelah menumpahkan isi perasaannya kini dia sudah lega walaupun nafasnya tidak beraturan dan tangisannya mulai terdengar.

"Ya…aku minta maaf. Aku nggak sengaja melakukannya."kata Panji menjelaskan kejadian sebenarnya saat itu walaupun dia juga tahu kalau itu semua sudah terjadi. Arini mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja.

"Nggak sengaja."Arini berbicara dan menatap sinis kearah Panji.

"Karena aku berani berbuat maka aku akan bertanggung jawab padamu kalau suatu saat nanti kamu kenapa-napa."Panji tiba-tiba bicara serius. Arini langsung menatap tajam kearah Panji.

"Tanggungjawab apa tuan. Saya tahu kalau tuan hanya omong kosong saja. Tuan itu orang kaya sedangkan saya…. Dan saya sadar orang seperti tuan pasti tidak akan memikirkan perasaan dan apa yang akan terjadi pada saya nanti."Arini berbicara sinis kearah Panji. Arini tahu kalau seorang Panji tidak akan pernah serius pada ucapannya. Tiba-tiba Arini merasa lemas setelah meluapkan emosinya karena banyak bicara sambil menangis. Akhirnya tubuhnya mulai lemas dan tidak bisa berdiri lagi dengan tegap. Kebetulan tadi pagi belum sarapan setelah tadi malam energinya telah habis dan sedari tadi terus menangis tanpa henti.

"Arin…"Panji menarik tubuh Arini agar tidak jatuh kebawah. Panji sadar kalau Arini sedari tadi sudah mengeluarkan tenaganya karena banyak berbicara sambil menangis tersedu-sedu. Bahkan ekspresi mukanya sudah sembab karena habis menangis. Arini tidak mau anggota tubuh Panji menempel di tubuhnya. Akhirnya dengan sigap Arini melepaskannya dan langsung berusaha berdiri sendiri tanpa bantuan Panji.

"Maaf saya harus bekerja. "Arini pergi meninggalkan Panji . Panji hanya bisa menatap punggun Arini yang mulai menjauhinya.

"Apa yang sudah kamu lakukan Panji."Panji mengacak-acak rambutnya. Setelah habis ngegym Rama belum sempat berganti pakaian dan istirahat. Ini malah dia harus berhadapan dengan Arini.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C5
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login