Keadaan Panji yang sudah tidak sadarkan diri membuat Rehan tergerak hatinya untuk menghantarkan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Panji dan Rehan disambut Arini. Arini terlihat panic dan khawatir ketika Panji sudah tidak sadarkan diri.
"Arin ini Panji habis mabuk. Tolong bantu aku anterin dia sampai kamarnya."suruh Rehan sambil menuntun Panji berdiri.
"Ya mas. Ayo kita ke kamar tuan Panji."kata Arini bersiap menuju ke kamar Panji.
"Arin. Jangan sampai tante Diana tahu hal ini."Rehan sudah merebahkan tubuh Panji di kasurnya.
"Ya Mas. Nyonya Diana sedang di luar kota kok."kata Arini. Seketika Rehan langsung terkejut kalau Tante Diana sedang tidak di rumah. Kalau dia tahu pasti akan membiarkan Panji tetap tidur di rumahnya.
"Kemana?"tanya Panji.
"Ke Semarang."jawab Arini dengan singkat.
"Oh kerumah kakaknya dia ya."ucap Rehan sambil melihat Panji terkapar di kasur. Arini baru tahu kalau Panji memiliki kakak. Ingin rasanya dia bertanya tentang kakaknya Panji pada Rehan namun apa urusannya dengannya jadi dia urungkan saja niatannya itu
Setelah menghantarkan Panji pulang, dia tidak tega melihat keadaan Panji yang terlihat berantakan saat tidur. Rambutnya yang biasanya rapi kini terlihat berantakan sekali. Kaos yang dipakainya juga terlihat kotor dan basah karena terkena air. Saat mendekati tubuh Panji, dia mencium bau alcohol yang sangat tajam.
"Aku selimutin aja ah."batin Arini dalam hati sambil menarik selimut menutupi tubuh Panji sampai dadanya agar tidak merasa kedinginan saat tidur. Sebenarnya dia hendak mengganti pakaian Panji namun dia tidak berani.
Saat membalikkan tubuhnya menjauhi Panji, tiba-tiba ada suara yang memanggilnya. Arini seketika menoleh kea rah Panji. Dilihatnya Panji sudah duduk di kasur.
"Kau....kemarilah."Panji masih dalam keadaan setengah sadar dan kini sedang mengigau. Arini yang berdiri di depannya itu dianggap Raisa.
"Ya tuan."Arini sedikit mendekati Panji namun perasaannya tiba-tiba merasa takut sendiri. Dia tahu kalau Panji saat ini tengah mabuk jadi kesadarannya belum stabil.
Dia bingung antara mau menolak apa tidak. Dipikirannya terus diselimuti rasa takut dan was-was ketika mendekati Panji yang masih dibawah kendali minuman keras. Tapi dia juga sadar kalau Panji adalah majikannya. Tidak mungkin juga dia punya hak untuk menolak kemauan Panji. AKhirnya dia mendekat kearah Panji sambil merasakan langkah kakinya yang terasa berat sekali.
Ketika dia melangkah kearah kasur, tiba-tiba panji berdiri dari kasur dan menatapnya dengan sinis seperti ingin melakukan sesuatu padanya. Dia kemudian berhenti melangkah dan merasakan detak jantungnya menjadi tidak karuan. Akhirnya mereka berdua saling tatap menatap.
"Tuan kenapa ditutup."setelah menatap Arini dengan sinis tiba-tiba Panji malah berjalan menjauhi Arini. Arini langsung membalikkan badan melihat Panji ingin pergi kemana. Ternyata Panji malah menutup pintu kamarnya dan Arini masih di dalam kamarnya. Padahal dia tidak pernah mengizinkan seorang cewek berani mengambah kamarnya sekalipun itu Raisa.
"Kamu tahu betapa hancurnya hati aku melihat orang yang paling aku kasihi mengkhianatiku. Dan kamu tahu…aku telah memberikan rasa sayangku, waktuku, hartaku padanya. Tapi….Wkwkwk"Panji berbicara sendiri dan ekspresi wajahnya menampakkan rasa kesedihan yang teramat dalam.
"Kenapa tuan jadi begini. Apa dia baru ada masalah sama Mbak Raisa. Kalau bukan Mbak Raisa terus sama siapa. Yang sekarang sangat dicintainya itu kan Mbak Raisa, yang sekarang jadi pacarnya."batin Arini sambil mencerna setiap kata Panji.
"Apa kamu tahu hatiku kini hancur."Panji malah tiba-tiba marah pada Arini. Arini langsung bingung dan takut pada Panji.
"Saya tahu perasaan tuan sekarang."kata Arini sambil menampakkan rasa simpatinya pada Panji.
Tiba-tiba Panji mendekatinya dengan tatapan kosong dan sendu. Seketika dadanya terasa sesak dan sulit bernafas dengan baik. Rasa takutnya kini mulai menguasai dirinya saat melihat Panji.
"Tuan mau apa?"Arini memberanikan bertanya walaupun dia sendiri juga merasa takut. Arini tahu kalau Panji masih dibawah pengaruh minuman alcohol.
"Raisa...Raisa. Kamu itu tidak lebih dari wanita pembohong. Puas kamu menghancurkan hatiku begini. Puas."bentak Panji tepat di depan muka Arini. Arini semakin bingung juga takut. Bingung kenapa Panji menganggapnya sebagai Raisa .
"Aku pikir kamu itu cewek yang setia. Tapi ternyata kamu itu wanita licik yang hanya mau hartaku saja."Panji menatap sinis kearah Arini. Arini baru tahu pokok permasalahannya antara Panji dan Raisa.
"Tuan saya Arini. Bukan Mbak Raisa."Arini berusaha menyadarkan Panji dan menepis rasa takutnya.
"Arini....Kamu itu beda sama dia. Dia itu baik nggak kayak kamu. Jangan samakan dirimu itu dengan dia. Aku akan memberi balasan padamu."tatapan Panji kini semakin tajam kea rah Arini sambil memperlihatkan tatapan tidak percaya dengan perkataan Arini barusan. Arini semakin takut hingga langsung berusaha berlari dari Panji.
"Kamu mau lari kemana Raisa." Panji menarik tangan Arini dengan kasar.Seketika langkah kaki Arini terhenti dan Panji tersenyum sinis melihatnya.
"Rasakan pembalasanku ini karena kamu berani mengkhianatiku."tatapan Panji serasa menusuk jantung Arini hingga dia tidak bisa berkata apa-apa selain berdoa dalam hati agar Panji tidak menyakitinya.
Belum diapa-apakan Panji, Arini sudah mendorong tubuh Panji hingga tersungkur ke belakang namun tidak sampai jatuh ke lantai. Emosi Panji semakin memuncak. Reflek tangan Panji langsung menarik dagu Arini dan langsung mencium bibir ranumnya itu. Seketika Arini langsung membelalakkan matanya karena kaget dengan apa yang baru saja dilakukan Panji padanya. Tubuhnya reflek kembali mendorong tubuh Panji agar menjauhinya. Panji tidak tinggal diam, kini Panji malah giliran mendorong tubuh Arini kebelakang hingga jatuh ke kasur Panji. Suara tawa mulai terdengar dari Panji. Dia terlihat puas sekali setelah melihat Arini sudah terlentang di ataas kasur.
"Kamu nggak akan pernah bisa melupakan pembalasanku ini."ucap Panji dengan tatapan sinis sambil memandangi kemolekan tubuh mungil Arini yang sedang terlentang diatas kasur.
"Tuan sadarlah saya Arini pembantu tuan."Arini mulai menangis dan merengek agar Panji segera sadar dengan apa yang sedang dilakukan. Panji tetap tidak mengindahkannya.
"Mau apa dia. Aku harus segera lari pokonknya."batin Arini dengan cemas takut Panji berbuat yang tidak-tidak padanya.
Dia yang sudah terlentang diatas kasur malah membuat nafsu Panji muncul. Panji dengan segera menindih tubunhya. Dia tidak mengira kalau Panji akan berbuat hal demikian padanya. Apakah emosinya pada Raisa telah membuatnya gelap mata.
"Tuan aku mohon lepaskan saya tuan. Tuan."Arini sekuat tenaga menyingkirkan tubuh Rama yang ada diatas tubuhnya. Tangan Arini menarik-narik kaos Panji.
Panji melihat Arini yang dengan sekuat tenaga melawannya, akhirnya dia mengunci tangan Arini ke atas dengan satu tangannya.Sedangkan tangan yang satunya memegang dagu Arini. Arini tetap terus melawaan agar dia bisa bebas dari terkaman Panji.
"Tuan lepasin."Arini terus meronta-ronta untuk segera dilepaskan.
"Syuttt diamlah."telunjuk Panji menutup mulut Arini. Arini seketika diam menuruti perintah Panji. Dan tatapannya tepat kearah Panji.
"Kamu cantik sekali. Ini begitu indah."terlunjuk Panji mengusap-usap bibir Arini dengan halus. Kini dia mulai tergoda untuk mencicipinya.
"Tolong tu…"belum selesai berbicara, Panji malah mencium bibirnya. Dia tidak bisa berbicara lagi. Dia tidak rela ciuman pertamanya diambil Panji tanpa izin. Kemudia dia berusaha melawan dan menghentikan ciuman Panji di bibirnya.
Arini terus dan terus melawan Panji. namun tenaga Panji jauh lebih kuat daripada dirinya jadi apapun yang dilakukannya hanyalah sia-sia.Dengan terpaksa dia harus menerima segala perlakuan Panji padanya. Ditengah rasa pasrahnya tetesan air matanya mulai deras membasahi keningnya.
"Aku harus bagaimana ini. Tuan sadarlah tuan. Aku bukan Raisa."batin Arini sambil menangis. Sedangkan Panji terus melumat bibirnya tanpa henti. Dia tetap berusaha melawan namun percuma saja.
Setelah lama bermain di bibirnya, kini Panji beralih ke leher jenjangnya yang terlihat putih mulus itu. Disana Panji terus memainkan mulutnya untuk meninggalkan tanda kepemilikannya.
"Argghhhh."tanpa sadar Arini mendesah ketika Panji meninggalkan tanda kepemilikannya di lehernya. Arini ingin menghentikan permainan Panji itu, namun lagi-lagi dia tidak bisa apa-apa.
"Tu…tuan hentikan tuan. Sadarlah. Kasihanilah aku. Hiks…hiks…"tangis Arini semakin keras sambil menahan rasa sakit pada lehernya.
Hingga akhirnya Panji sudah tidak bisa menahan nafsunya untuk menyalurkan hasratnya pada Arini yang sedari tadi dianggapnya itu Raisa. Panji kini melepaskan satu persatu pakaiannya dan dibuangnya kesegala arah. Arini melihatnya begitu takut dan risi. Dia tahu apa yang akan terjadi padanya jika Panji sudah melepaskan semua pakaiannya. Saat Panji melepaskan pakaiannya, Arini berusaha bangun dan meyingkirkan Panji dari hadapannya.
Dia menganggap itulah satu-satunya kesempatan yang dimilikinya untuk bisa lari dari Panji. Melihat Arini yang hendak lari dari terkamannya, Panji reflek langsung menampar kening Arini. Hingga akhirnya Arini harus jatuh ke kasur lagi. Tamparan Panji telah membuatnya semakin takut untuk melawan Panji.
"Arrggghhh."Panji mencium leher Arini lagi kemudian meninggalkan tanda kepemilikannya pada leher dan dua gunung kembar Arini. Arini merasakan sakit sekaligus nikmat sekali saat Panji melakukannya hingga tidak sadar dia mendesah yang kedua kalinya. Deahan yang timbul darinya malah membuat nafsu seks Panji semakin besar padanya.
Panji yang awalnya ingin berniat meluapkan emosinya kepada Arini yang dianggapnya Raisa itu malah tergoda akan kecantikan Arini. Alhasil Panji tidak bisa mengontrol nafsunya apalagi kondisinya yang masih terpengaruh dengan minuman alcohol. Saat Panji melakukannya, Arini hanya bisa pasrah sambil menahan sakit. Kedua tangan Arini terus berpegangan dengan selimut putih Rama untuk menahan rasa sakitnya saat Panji melakukannya. Dia tidak tahu kalau hari ini mahkota yang selalu dia jaga harus direnggut paksa oleh anak majikannya sendiri.
"Tuan kenapa anda tega sekali. Argghh."Arini membatin dalam hati dan mulai mendesah. Arini merasakan sesuatu ada yang masuk dalam tubuhnya hingga dirinya seketika langsung menggeliat.
Hingga akhirnya mereka telah mencapai puncak kenikmatan dan langsung tumbang dalam tidur yang nyenyak. Kini mereka telah tidur dibalik selimut dan dalam keadaan telanjang.