Baixar aplicativo
25.92% Indigo / Chapter 7: Chapter 6

Capítulo 7: Chapter 6

Meghan dan Reva kini tengah duduk di kursi belakang. Erwin duduk di kursi depan bersamaan dengan Andre. Namun, Erwin tampak gelisah. Ia pun memberhentikan mobil yang ia kendarai.

"Ndre, gantikan aku!" Perintahnya.

"Bukankah tadi kamu yang meminta untuk menyetir?" tanya Andre yang bingung.

"Sudah, turuti saja perintahku!"

"Baik Pak," ujar Andre dengan sedikit nada ledekan.

"Meghan, kamu duduk di depan," ucap Erwin pada Meghan.

"Kenapa?" tanya gadis itu dengan heran.

"Sudah, lakukan saja apa yang ku perintah!" ucapnya.

Meghan menuruti perintah Erwin. Ia duduk bersampingan dengan Andre, sementara Erwin duduk bersama Reva. Ia memperhatikan sisi kanan Reva, terlihat seorang wanita tengah duduk dengan mata merah. Mulut penuh darah, serta rambut acak-acakan.

'Sial, dia mengikuti Reva rupanya,' rutuk Erwin dalam hati.

"Erwin, kita mau ke mana?" tanya Andre.

"Meghan, tidak adakah kerabatmu yang tinggal di sini?" tanya Erwin pada Meghan.

"Aku tidak yakin mereka mau menerimaku dan Reva," ucap gadis itu dengan pelan.

"Beri tahu alamatnya pada Andre, kita ke sana sekarang!"

"Ta-tapi Pak—" ucapan Meghan terlihat ragu, ia tidak yakin kalau pamannya mau menerima kedatangan mereka.

"Ini perintah!" ucap Erwin dengan tegas.

Meghan pun memberi tahukan alamat paman dan bibinya yang tinggal di Jakarta. Erwin menatap sisi kanan Reva, sontak gadis itu menatap Erwin dengan heran.

"Pak Erwin, kenapa terus menatapku seperti itu?" tanya Reva dengan polos.

"Karena kamu cantik," ucap Erwin dengan senyum, membuat gadis itu tersipu malu, "Sudah, kamu tidur saja. Perjalanan masih jauh," lanjutnya lagi.

Reva pun menuruti perintah Erwin, ia menutup matanya. Sementara pandangan Erwin tak lepas dari samping Reva. Mereka saling berpandangan, wanita itu menyeringai menatap Erwin.

"Pergilah!" ucap Erwin tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir saja, dan tatapan mata yang tajam. Seperti takut, wanita itu tiba-tiba menghilang dari pandangan Erwin.

....

Mereka pun sampai di sebuah rumah sederhana, di daerah Jakarta Selatan. Erwin mengetuk pintu dengan cukup keras, agar penghuni dari rumah itu mendengar suara ketukan pintu.

Benar saja, seseorang membuka pintu. Wanita paruh baya dengan memakai daster, dan rambut yang di ikat dadakan.

"Hmm, ada apa?" ucap wanita itu setengah sadar.

"Apa benar, ini rumah pak Ali?" tanya Erwin.

"Iya, saya istrinya, Anda siapa?"

"Di sini saya membawa keponakan Anda," sahut Erwin.

Wanita itu menoleh ke arah Meghan dan Reva, betapa terkejutnya ia ketika melihat kedua gadis itu.

"Untuk apa kalian kemari? Pak, lebih baik Bapak bawa mereka jauh dari sini." wanita itu sempat menutup pintu rumahnya, tapi Erwin langsung menahan pintu itu dengan tangannya.

"Anda terima mereka, atau aku akan membawa Anda ke kantor polisi!" ancam Erwin, sontak saja wanita itu ketakutan, "Perlakukan mereka dengan baik!" perintahnya.

"Pak, Anda tidak perlu melakukan hal seperti ini, saya bisa mencari kontrakan nanti," sela Meghan.

"Kamu tidak lihat jam? Mana ada yang mau menerima sewa kontrakan di jam seperti ini," ucap Erwin.

"Erwin benar, setidaknya kalian bisa tidur malam ini," timpal Andre.

"Kak, aku ngantuk," ujar Reva, ia terlihat benar-benar lelah.

Akhirnya Meghan pun menuruti perintah Erwin. Sejenak ia menatap bibinya dengan takut.

"Ingat! Anda harus memperlakukan mereka dengan baik!" Erwin menatap tajam ke arah bibi Meghan, "Jika ada apa-apa, kamu bisa menghubungiku lagi," lanjutnya lagi pada Meghan yang hanya mendapat anggukan dari gadis itu.

Erwin dan Andre pun kembali bergegas pergi. Meghan tak berani bicara apa pun, hingga akhirnya bibinya membiarkan mereka untuk masuk.

"Masuk!" ucapnya dengan sinis.

Meghan dan Reva pun masuk ke rumah itu. Erwin dan Andre kembali masuk ke dalam mobil. Pria dengan tinggi 180cm itu menatap pria di sampingnya yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.

“Kamu bersikap seolah-olah seorang polisi, sebenarnya siapa yang jadi polisi?” sindir Andre.

“Ayolah Ndre, kamu tidak perlu iri padaku seperti ini. Pesonaku memang lebih kuat darimu,” ujar Erwin yang masih fokus pada ponselnya.

“Kamu memanggilku di jam seperti hanya untuk menolong mereka berdua?”

“Hm.”

“Erwin, sejak kapan kamu peduli pada wanita?” tanyanya dengan kembali meledeknya.

Mendengar hal itu, Erwin menatap Andre dengan menaikkan sebelah alisnya. “Seburuk itukah diriku?”

“Bukan seperti itu, hanya saja sejak kapan kamu seperti ini? Apa kalian sudah lama dekat?” tanyanya dengan wajah yang penasaran.

“Tidak juga, aku hanya ikut kakakku kemarin untuk bertemu dengannya. Karena dia cantik, jadi aku meminta nomor ponselnya,” ujarnya dengan nada candaan.

“Jadi hanya karena dia cantik, lalu kamu pedulinya padanya?”

“Dengar, aku di sini untuk membantunya. Mencari siapa pembunuh kedua orang tuanya, apa aku salah jika peduli padanya?”

“Hei, ini urusan kami para polisi, kenapa kamu juga harus ikut turun tangan?”

“Kamu tidak tahu soal rumor rumah itu?”

Untuk sejenak Andre terdiam. Ia tahu jika Erwin memiliki kemampuan yang spesial. Hanya saja, ia tidak percaya jika pria itu ikut andil dalam menangani masalah ini.

“Rumah itu sudah sering memakan korban, dan kasusnya sama seperti ini. Tidak ada titik terang apa pun, maka dari itu aku ingin mencoba mencari tahu. Jika dugaanku benar, maka yang harus dicari itu sumbernya semua ini akan selesai,” jelas Erwin.

Mendengar penjelasan dari Erwin, Andre yang duduk di kursi kemudi hanya bisa diam. Ia tahu jika pria di sampingnya ini benar-benar keras kepala. Maka dari itu, Andre membiarkan Erwin untuk ikut memecahkan kasus ini.

Sementara itu di rumah bibi Meghan, wanita paruh baya itu menatap kedua keponakannya dengan sinis.

"Kalian tidur di sofa," ucapnya sambil berlalu.

"Bibi, kenapa jahat sekali pada kami?" tanya Reva dengan polos.

"Kamu ini, sudah syukur aku memberikan tumpangan, kalau bukan karena bapak polisi yang menyebalkan itu, aku tidak mungkin menerima kalian!"

"Kakak." Reva memegang tangan Meghan dengan erat, ia terlihat takut mendengar ucapan dari bibinya itu.

"Kami mohon maaf Bi, besok kami pasti akan segera pergi dari sini. Malam ini, tolong ijinkan Reva untuk beristirahat sejenak." Meghan menundukkan kepalanya, ia takut jika bibinya akan kembali marah.

Wanita itu tak menggubris ucapan Meghan, ia meninggalkan kedua gadis itu di ruang tamu.

"Kakak, aku tidak suka jika harus tidur di sofa," rengek gadis itu.

Meghan mengusap kepalanya dan tersenyum lembut. "Kalau begitu, kamu boleh tidur di pangkuan kakak."

"Nanti kaki Kakak sakit, bagaimana?"

"Tidak apa, yang penting kamu tidur dengan nyaman," ucap Meghan.

"Tidak, aku tidur di sofa saja." Reva beranjak lalu berjalan ke arah sofa. Ia pun memejamkan matanya. Meghan duduk di samping sofa yang ditempati Reva dengan tatapan sayu, ia mencoba untuk memejamkan matanya.

.....

Erwin dan Andre kini tengah ada di perjalanan pulang. Erwin mengingat kembali apa yang ia lihat di rumah Meghan.

Flashback

Motor ia lajukan dengan kencang, agar ia bisa cepat sampai di rumah gadis itu. Tak butuh waktu lama, ia pun langsung turun dari motornya. Ia mendengar suara teriakan dari dalam, sontak itu langsung berlari dan mendobrak pintu rumah dengan keras.

Ia masuk ke dalam pintu kamar yang terbuka, dan Melihat gadis itu tengah ketakutan. Ia mencoba untuk menenangkan Meghan, memeluknya dengan erat. Setelah merasa tenang, ia pun menuntun gadis itu untuk berbaring di atas kasur.

"Apa yang terjadi?" tanya Erwin yang menatap Meghan dengan intens.

"Aku melihat wanita itu, wajah yang pucat, tatapan yang mengerikan—"

"Cukup! Tidak perlu diteruskan," ucapnya lagi. Ia pun beranjak dari duduknya, "Kamu tunggu di sini, aku akan ke dapur sebentar." Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya.

Erwin berjalan menuju dapur, di sana ia merasakan aura yang aneh. Sekelebat bayangan putih melintas di hadapannya, tapi ia tak memperdulikan hal itu. Di dapur ia menemukan sesosok wanita yang dilihat oleh Meghan.

"Pergi kamu dari sini!" perintahnya.

Makhluk itu hanya menatap Erwin, ia menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan pelan.

"Kamu tidak mendengarku? Kamu pergi dari sini, atau aku ... akan mengusirmu secara paksa!" Tatapan tajam Erwin, membuat makhluk itu tak bergeming. Ia pun pergi seketika, dan menghilang dari pandangannya.

Flashback end

Erwin menghela napas panjang. Ia tak menyangka, jika makhluk itu mengikuti kedua gadis itu hingga jauh seperti ini.

……

To be continued ...


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C7
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login