Jungkook kesakitan, rasanya ia ingin berteriak sekarang juga. Namun, jeritan milik kakaknya tiba-tiba saja terdengar dari lantai bawah membuat seluruh keluarga Kim teralih kepada Hyunbin.
Sebenarnya aku tidak membenci kedatangan Hyunbin, namun rasa iri dan dengki yang menguasai diriku menutupi hatiku yang lunak dan rendah hati terhadap semua orang di keluarga.
Sejak Hyunbin datang, awalnya kami seperti keluarga yang tidak bermasalah. Namun, saat sakit miliknya kambuh terus-menerus membuatku semakin kesal dengannya.
Walaupun rasa kesal itu tidak diperbolehkan untuk ada dan bertahan membenak, namun Jungkook terus merasakan hal itu.
"Ssshh..." Ringis Jungkook berdesis tipis, bahkan sampai tidak terdengar.
Ia terlihat buru-buru mencari obat penahan rasa sakit, mengobrak-abrik laci yang ada di nakas.
Saat menemukan botol obat berwarna merah itu, ia langsung membukanya dan langsung menelan 3 buah pil sekaligus. Bahkan menelan obat itu tanpa adanya perantara air putih sama sekali.
Tok tok!
Saat jantung miliknya sudah mulai membaik, sebuah ketukan pintu membuat Jungkook sangat terkejut karena kamar miliknya ini jauh dari kediaman semua keluarganya, atau bisa di bilang ada di lantai dua.
Sampai menimbulkan efek kejut dan rasa nyeri di bagian dada kirinya.
"Masuk saja," ucap Jungkook, yang langsung membenarkan posisinya.
Cklek'
Jungkook terdiam melihat kakaknya itu, ini pertama kalinya kakak keduanya itu memasuki kamar berdiameter 10x10 ini.
Yoongi menatap ke arah Jungkook, lalu menelisik ke arah sekitar. "Kau belum makan malam," ucapnya datar namun dapat membuat Jungkook tersenyum lebar.
"Ahh, aku tidak lapar kak," sayangnya senyuman lebar itu tidak bisa menutup kepucatan yang sudah tertempel di wajah Jungkook.
Yoongi duduk di kasur Jungkook, "kau baik-baik saja, Jung?" Tanya Yoongi khawatir, namun terdengar begitu pelan.
Jungkook tersenyum tipis, "aku baik,"
"Tapi kau terlihat tidak baik-baik saja, Jung... Kau sangatlah pucat," ucap Yoongi jujur.
"Mungkin kelelahan aja, kak... Tumben sekali kakak kesini, jadi ada apa?" Tanya Jungkook.
Yoongi terdiam, matanya terus menelisik ke setiap sudut ruangan. Ruangan bernuansa elegan dengan corak kayu itu membuat Yoongi terpana, mungkin juga karena ia pertama kalinya menginjakkan kakinya di kamar Jungkook.
Namun tidak berlangsung lama, pandangan Yoongi teralih di sebuah box besar berwarna coklat. Rasa penasaran menghampiri Kim Yoongi, "apa ini, Jung?" Yoongi berdiri dan mendekati kotak itu.
Jungkook yang melihat hal itu, langsung mencegah Yoongi. "Ahh, itu hanya barang-barang yang tidak penting... Hehe," gugup Jungkook.
"Kalau begitu simpan saja di gudang, Jung... Sini biar kakak yang bawa ke gudang..." Jungkook menggeleng cepat.
"Tidak, kak... Nanti saja," tolakku halus.
Yoongi mengernyit kebingungan, tumben sekali Jungkook terlihat begitu mandiri. Mata Yoongi sedikit menyipit ketika kotak coklat itu menampilkan celah kecil di atasnya, dan itu sukses menarik perhatian Yoongi ketika mata miliknya menangkap warna emas.
"Kak?" Yoongi tersentak kaget.
"Ahh, ya?"
"Kakak tidak pernah ke kamarku, dan sekarang sangatlah langka melihat kak Yoongi berdiri disini, jadi sebenarnya ada apa?" Tanya Jungkook, disertai kekehan pelan yang membuat Yoongi tak enak hati.
Yoongi menggidikkan bahu miliknya, "tidak, hanya ingin memberitahu mu untuk makan..." Hati kecil Jungkook tersentuh seketika.
"Iya nanti, ya kak... Kalau aku mulai merasa lapar..." Jawab Jungkook spontan tersenyum tipis.
"Kak, apa kak Hyunbin kambuh lagi?" Tanya Jungkook khawatir.
Yoongi mengangguk pelan. "Ya, seperti biasanya. Rutinitas hariannya, membuat kita kerepotan setengah mati setiap saat, dan setiap hari..." Dumel Yoongi datar.
Jungkook membeku, niat ingin memberitahu pasal penyakit jantung yang ia derita langsung sirna seketika. Ia merasa takut jika merepotkan semua orang yang ada di rumah.
Yoongi melirik ke arah Jungkook, "apa kau ingin memberitahu kakak sesuatu?"
Jungkook menggeleng cepat, "tidak, tidak jadi... Hehe," Jungkook memaksa dirinya untuk tersenyum.
Yoongi terkekeh pelan, "Jangan lupa makan, jangan sampai sakit... Kakak mau pergi ke sebelah dulu seperti biasanya, jika butuh sesuatu pergilah ke sebelah, mengerti?" Kakak nya itu mengacak surai hitam Jungkook dengan kasar.
"Ya, kak."
Setidaknya hari ini adalah salah satu hari terbaikku, di tahun ini. Mendapat secuil perhatian dari kakak keduanya itu sangatlah langka.
Setelah Yoongi keluar, Jungkook menarik nafas lega. Ia sedikit menahan rasa sakit yang datang akibat keterkejutannya terhadap suara ketukan milik kakaknya itu.
Jungkook menatap kotak coklat itu dengan sendu, ia berjongkok menyamai kotak tersebut. Lalu dengan pelan Jungkook membuka kotak itu.
Menatap isi kotak itu dengan datar, Jungkook tidak ingin memajang medali-medali, beberapa piala dari ukuran kecil hingga besar dan piagam yang ia dapatkan hanya untuk sekedar pamer. Jika melihat medali-medali dan piala-piala itu, sakit hati miliknya berkecamuk.
"Ayah, Ibu, kakak! Lihatlah aku mendapatkan—"
"Uhuk! Uhuk!" Suara batuk milik Hyunbin mengalihkan satu meja.
"Kau hebat Jungkook, tapi Ibu lihatnya nanti ya... Kakakmu kambuh lagi soalnya," Jungkook terdiam menatap perhatian besar yang seharusnya berjatuhan ke Jungkook sekarang terbagi sepenuhnya ke kakak angkatnya itu.
Jungkook menggeleng pelan, setelah itu langsung menutup box itu lagi. Pahit rasanya ketika mengingat hal itu, rasanya ia adalah orang yang patut dikasihani.
"Tidak ada gunanya berprestasi jika mereka saja tidak perduli," gumamku kesal, lalu berpindah tempat ke meja belajar. Niat untuk makan, langsung menguap bagai embun tidak tersisa.
Walau Jungkook sering mengatakan hal itu, namun ia selalu di hamburi oleh berbagai macam piala dan piagam yang ia terima dari dalam maupun luar sekolah. Bahkan saat sekolah ingin memanggil kedua orang tua Jungkook, ia selalu menolak untuk mendatangi orang tuanya.
Jungkook paham bahwa orang tuanya juga ada sesuatu kesibukan sendiri, pertama yaitu bekerja, kedua melakukan tugas mereka sebagai orang tua, ketiga memberi perhatian lebih kepada kakak angkatnya itu.
---
Hari sudah mulai menampilkan bulan purnama. Sedangkan Jungkook masih berkutat dengan buku pelajaran miliknya.
Wajah serius miliknya terlihat begitu pucat, Jungkook terus-menerus belajar karena besok ia akan mengikuti olimpiade Matematika. Berat rasanya selalu menjadi salah satu kebanggan sekolah.
"Uhuk! Uhuk!" Suara batuk itu sudah mulai terdengar dari beberapa menit yang lalu.
Jungkook menggeleng pelan, lalu memukul pipinya. "Kau bisa Jungkook! Menangkan olimpiade dan raih medali emas itu!" Ucap Jungkook menyemangati dirinya.
Tok! Tok!
Bahkan sangking seriusnya Jungkook sampai tidak mendengar suara ketukan itu.
Cklek'
Kakak berbahu lebarnya itu menatap Jungkook dengan gelengan kepala pelan.
"Jungkook..." Suara lembut miliknya, membuat Jungkook terkejut setengah mati.
Dada kiri sempat terasa terkena kejut cepat, menimbulkan efek sakit yang teramat.
"Y-ya, kak Jin?"
"Kau belum tidur? Kenapa? Apa karena kau tidak bisa tidur, lalu mengharuskanmu untuk belajar seperti ini, lagi?" Interogasi Jin, membuat Jungkook hanya bisa terdiam menunduk.
"Jungkook wajahmu pucat, kau sakit? Apa Jungkookieku tidak enak badan?" Tanya Jin khawatir namun sedikit menggodanya.
Jungkook sedikit menepis tangan Jin, "aku baik-baik aja, kak..."
Jin terdiam, ia terlihat bingung dengan perilaku adiknya itu. "Jungkook kau beneran sakit, ya?" Tuduh Jin, langsung menangkap wajah Jungkook.
Jungkook berdecak risih, "kak, aku bilang aku sehat, dan aku baik-baik saja," kesalku.
Jin terkekeh pelan, "oke, oke... Sekarang kau seperti wanita PMS, baik kakak akan membiarkanmu kali ini... Tapi kalau wajahmu pucat lagi, kakak akan memeriksa mu, mengerti?" Jungkook membeku di tempat.
"Masa iya, kakakmu ini menyandang gelar tinggi sarjana kedokteran tapi adiknya sakit dan tidak ter urus,"
Aku hanya mengangguk-angguk, "ya, ya... Terserah kakak saja,"
"Kau ini kenapa selalu belajar sih?"
Jungkook mendongak ke arah Jin, "karena aku mau, kak." Datar Jungkook.
"Sikapmu aneh, Jung..."
"Kalian semua yang aneh! Seharusnya sadar, kalau sifat adiknya berubah pasti ada kelainan sifat di kaliannya. Aneh. Cermin gunanya bukan cuman buat ngaca, sekali-kali pakailah buat introspeksi diri sendiri." Batinku.
TBC.