"hhhhhh!!! ... hhhhhhh!!!"
Belasan es tajam bertubrukan dengan puluhan kupu-kupu api yang menerjang.
"hhhhhhhh!!! ... hhhhhhhhh!!!"
Darah bertebaran menebas angin kosong yang ditinggalkan bulu merah menyala sang serigala.
"hhhhhhhhhh!!! ... hhhhhhh!!!"
Tak luput suara serdadu yang berdatangan dari dalam kastil semakin berisik di telinganya.
"hhhhhhhhhhh!!! ... hhhhh! ... apa yang harusku lakukan!?"
Tanya terlontar seketika dari mulut Anna yang masih terdiam di antara dua orang petarung yang melawan monster dan gerbang besar yang hancur terbakar di belakangnya.
Seakan terpaku geraknya, napas Anna semakin berat menekannya. Tak ada yang dapat Anna lakukan.
Dua orang petarung yang kewalahan itu memerlukan bantuan, begitu juga dengan serdadu VOC yang semakin dekat berdatangan. Namun bagi Anna yang hanyalah seorang gadis lemah tanpa kemampuan, kekuatan ataupun kecerdasan yang dapat di andalkan. Tak ada yang bisa ia lakukan.
Anna tahu bahwa semua yang bertarung dan berjuang melindunginya adalah untuknya. Namun Anna pada akhirnya hanya menjadi beban yang semakin berat bagi para pelindungnya.
Keringat mulai mengucur deras di tubuh Anna yang hanya diam terpaku. Rasa bersalah karena tak berguna dan tekanan medan pertarungan semakin berat memenuhi pikiran Anna dan mulai membuat kepalanya sakit.
Degup jantungnya mulai mengencang dan napasnya mulai sesak. Lalu tiba-tiba suatu suara berbisik di telinganya.
"Akhirnyaku temukan kau ... gadis kotor"
Senyum penuh gigi tajam bertengger di pundak Anna.
"Ti . . ti . . tidak ..."
Itu adalah sosok yang memburunya di dalam hutan pinus. Sosok yang mempermainkannya dengan berpura-pura menjadi penolong itu. Anak kedua dari gubernur jendral Pieterzcoon, Vannesia van Pieterzcoon.
"Kemana saja kau pergi gadis kotor~? Aku sangat kesepian saat kau meninggalkanku tahu!"
"Akh!!"
Darah mulai mengalir dari pundak Anna, namun Anna tak bisa berbuat apa-apa.
"Kenapa kau meninggalkanku~? Bukankah kau sudah berjanji padaku, gadis kotor?"
"To ...Tolong ... seseorang ... tolong aku!!" teriak Anna dalam suara kecil yang tertekan serak.
Napas Vannesia berembus panas di pipi Anna. Badan Anna pun mulai gemetar ketakutan, namun kedua petarung yang melindunginya masih disibukan oleh lawannya masing-masing.
Lalu sebuah lendir menetes tepat di depan pandangan Anna, Anna pun menengadah.
"ah ... berakhir sudah" bisiknya.
Sejenak pikirannya terbebas seakan ia sedang melayang di langit yang luas. Segala teror yang tanpa henti ia rasakan seakan dalam moment singkat itu menghilang tanpa bekas. Pergi meninggalkan pikirannya dan membuat tubuhnya terasa ringan.
Perasaan kosong ...
Bagaikan mata tak bernyawa, Anna berdiri diam dihadapan belasan gigi tajam yang siap menghujamnya dari atas dalam jarak yang sangat dekat.
Anna sudah tak memberontak lagi, tubuhnya lemas dan matanya kosong meskipun tetap berdiri tegak.
Moment di mana seseorang benar-benar menyerah akan segala teror dan ancaman yang mengejarnya.
Anna menyerah ...
Namun tiba-tiba tanah menjadi bergetar, menghentikan dua pertarung juga Vannesia dan membuat setiap orang mengalihkan perhatiannya.
"Ada apa ini!! kenapa tiba-tiba terjadi gempa hah?!"
"Tn. Muda ini pasti Tn. Bastion!!"
Teriak sang kelelawar pada tuannya yang berhadapan dengan Herman.
"Ini kakak? ... !! KAKAK?!!"
Tembok kokoh Kastil Batavia yang tersusun tinggi tiba-tiba runtuh bagaikan ledakan, meninggalkan sebuah lubang besar dengan kepulan asap yang membumbul ke atas.
Bersamaan dengan mulai memudarnya kepulan asap itu mulai terlihat sosok di balik ledakan tembok itu.
Sosok tinggi dengan badan yang besar berisi, seorang monster serigala lain dengan bulu merah kehitaman berdiri seperti seekor gorilla raksasa sambil menginjak Akno dibawahnya.
"Tidak tidak tidak!! Kenapa kakak harus mengamuk sekarang!! Tidak tidak, ini tak boleh terjadi!! Harusnya aku yang menangkap mereka!! Aku harus mengembalikan harga diriku!! TIDAK PERGI SANA, JANGAN RUSAK ACARAKU, PERGILAH KAKAK!!!"
Namun teriakan Meleonarch itu tak digubrisnya. Bastion yang mengamuk dalam wujud serigala raksasanya itu mulai menarik napas panjang. Lalu dengan sekuat tenaga Bastion membabi buta menghantamkan injakannya pada Akno yang terkapar di kakinya. Begitu kerasnya hingga setiap hantamannya membuat tanah berguncang.
Vannesia hanya terdiam melihat hal itu seakan-akan tak ada hubungannya dengan dirinya. Vannesia yang sekarang siap menyantap Anna hanya teralihkan sejenak dengan semua kekacauan itu. Namun tak seperti Vannesia, waktu sejenak itu tak disia-siakan oleh Lily.
Merasakan sesuatu yang tak nyaman, dalam waktu singkat yang mengalihkan pandangan lawannya itu segera ia gunakan untuk menoleh kearah Anna. Dan tepat seperti yang ia khawatirkan, sesosok monster serigala sedang menyandra Anna dengankuku tajam yang melukai pundak Anna. Segera tanpa berpikir panjang Lily membuat pijakan dengankupu-kupu apinya dan melesat kearah Anna.
Dalam waktu yang singkat.
Meleonarch memindahkan pandangannya pada Anna dengan wajah geram, dan Shcluzt yang tersadar bahwa lawannya tak berada di depannya lagi. Begitu juga dengan Herman yang berlari kearah Akno dan Bastion yang masih mengamuk.
Dan tepat dalam waktu singkat itu, payung berenda Lily yang tertutup melesat dilingkupi puluhan kupu-kupu apinya seperti tongkat bisbol tepat ke wajah menonjol Vannesia. Memukulnya telak dan melontarkan gadis Serigala itu ke udara.
Di dinginnya udara malam, teriakan kesakitan Vannesia terdengar nyaring memecah suasana.