Kay POV
Aku kadang masih berpikir dan bertanya-tanya. Apa ayah masih tak suka denganku?padahal aku sudah berusaha keras untuk membuktikan kesetiaanku pada Kiran. Ayah terkadang begitu baik padaku tapi kadang dia bisa menjadi sangat jutek padaku khususnya jika dia tahu telah terjadi sesuatu pada Kiran. Sepertinya dia masih meragukanku?. Tak apalah. Daddy saja selama 8 tahun di cuekin oleh opa Dani bisa tahan apalagi aku. Daddy bahkan pernah dimaki-maki tak karuan oleh opa Dani. Kalo aku jadi Daddy mungkin saat itu aku sudah marah dan kesal tapi karena kesetiaan Daddy pada Bunda Marsha dia tak apa bahkan saat ini Daddy memaafkan semua perilaku opa Dani padanya. Aku juga akan seperti ini. Tak peduli ayah akan berlaku bagaimana padaku, yang jelas aku akan tetap berperilaku baik padanya.
"Kay..." Teriak seseorang padaku. Dia temanku dari Indonesia namanya Jason.
"Hey... what's up dude?"
"Willy is having a party at his house, are you coming?
"Oh..Sorry Jas, my in-laws are here, so I have to accompany them ,hm...maybe next time..."
"Come on Kay, kamu udah lama ga kumpul-kumpul bareng kita."
"Mereka ga mungkin aku tinggalin Jas. Kalo cuman Ran mungkin aku bisa mengajaknya tapi kalo ada mertua, beda lagi deh ceritanya."
"Oke-oke. Aku ngerti."
"Ya udah aku duluan ya.."
"Oke. Have fun." Kay sambil melambaikan tangannya. Dia segera menghubungi Kiran.
- Halo honey, where are you?"
- I'm at Opera house honey.."
- Jam segini?.
- Justru jam segini bagus, lagi ada acara disini. Aku liat lagi persiapan.
- Udah makan?
- Ini lagi nyari
- Belum..
- Ya udah mau makan dimana?
- Aku kirimin alamatnya ya, disitu katanya ada makanan Indonesia. Kamu lagi kangenkan makanan Indonesia?deket situ kok sayang..
- Ga papa kok, ga usah. Aku udah ga mau..
- Terus pingin makan apa?.
- Kamu kesini aja susul aku.
- Iya-iya. Aku kesana. Aku simpen mobil dulu ya bentar.
- Oke.
- Bye..
- Bye..
Kiran menutup teleponnya sementara Kay mulai pergi mencari mobilnya.
***
Aku berlari kecil saat melihat Kiran dan keluarganya tengah berdiri sambil memegangi segelas kopi hangat. Mungkin karena cuaca dingin ini mereka membutuhkan sesuatu yang hangat.
"Maaf lama.." Aku sudah berada di depan mereka dan Kiran langsung menyodorkan aku sebuah minuman. Aku tersenyum padanya seakan mengatakan terima kasih.
"Ayo kita makan dulu.." Ajak Kiran. Dia benar-benar tahu aku membutuhkannya apalagi tadi pagi kami bercinta. Itu telah menguras tenagaku habis-habisan sementara aku baru memakan sehelai roti tawar. Kini kita berjalan menyusuri jalanan sekitar the Opera house. Mencari sebuah restoran disana. Kiran mengaitkan salah satu tangannya di lenganku.
"Kamu pingin makan dimana?"
"Dimana aja.."
"Disitu aja yuk..." Aku menarik tangan Kiran kesebuah restoran western. Aku tak mungkin berlama-lama menahan rasa laparku. Kini kami semua sudah duduk dan melihat menu. Kami segera memesan makanan saat sudah tahu menu apa yang ingin kami makan.
"Gimana tesnya lancar?" Tanya bunda.
"Alhamdulillah lancar.."
"Denger-denger keluarga kamu mau pada kesini.."
"Iya Bun, 2 mingguan lagi mau pada kesini. Bunda sama yang lain kesini lagi aja nanti Kay siapin tiketnya."
"Ayah ga bisa, ada janji sama klien, tapi kalo bunda sama Rafi mau ya ga papa."
"Bunda juga ga bisa, mungkin Rafi bisa. Kelihatannya kan betah banget."
"Kalo ga ada ayah sama bunda aku ga mau.."
"Kenapa?"
"Malu aja.."
"Kenapa malu?kan ada kakak.."
"Engga bun, Maaf ya kak Kay.."
"Iya ga papa Fi.." Aku hanya tersenyum kecil. Rasanya memang sedikit kecewa mereka tak bisa hadir karena kalo dipikir-pikir setiap kali aku mengundang mereka ke acaraku atau acara keluarga pasti selalu tak bisa tapi ya sudahlah aku tak pernah memaksa mungkin mereka punya urusan yang lebih penting. Aku juga tak ingin ribut hanya dengan Kiran hadir saja itu sudah lebih dari cukup. Saat makanan datang kami langsung melahapnya apalagi aku yang jelas-jelas ingin mengisi kekosongan perutku. Saking sibuknya makan aku sampai tak terlalu mendengarkan apa yang Kiran dan keluarganya bicarakan. Ini enak. Selesai makan kami berjalan-jalan lagi.
"Sini aku bawa.." Aku mengambil belanjaan yang ditenteng Kiran sepertinya dia membeli sesuatu namun aku tak tahu apa.
"Makasih.." Kiran tersenyum dan mengaitkan tangannya disela-sela lenganku.
"Yakin mau jalan-jalan sekitar sini aja?"
"Yakin.."
"Kamu senyum-senyum terus, kenapa?"
"Seneng aja, kenapa?ga boleh emang?" Kiran langsung menatapku dengan kening yang mengkerut.
"Boleh dong."
"Aku pingin beli ice cream."
"Ice cream?ga salah?ini dingin loh, kamu juga baru sembuh sakit."
"Aku pingin Mas..."
"Oke. Beli yang kecil aja ya." Aku sambil melihat-lihat daerah sekitar. Adakah yang menjual ice cream. Rasanya mereka pasti menjual makanan-makanan hangat. Kiran ada-ada saja. Belum juga larut keluarga Kiran memilih untuk pulang. Mungkin mereka juga lelah karena mereka sudah berjalan-jalan sejak pagi.
"Kay nyalain pemanasnya.."
"Makasih Kay.."
"Sama-sama Bun.."
"Eh iya Kay ini dari Ayah.." Ayah menyodorkan sebuah tas belanjaannya.
"Ini dari Bunda, ini dari Rafi.." Bunda menambahkan sambil memberikanku juga sebuah belanjaannya.
"Ini apa?Padahal belanja aja buat ayah, bunda atau Rafi.."
"Ayah denger dua Minggu lagi kamu ulang tahun. Ayah sama yang lain ga bisa datang jadi kadonya aja duluan. Kayanya kalo dititipin nanti ga enak jadi mumpung masih ada mending dikasih langsung." Ucapan aAyah membuatku tersenyum kecil. Kenapa harus repot-repot sih?. Aku membuka bingkisan dari Ayah. Disana ada Goods grips Triple time. Aku tersenyum simpul. Ini alat pengatur waktu saat memasak bahkan aku bisa mengatur jika memasak lebih dari satu hidangan.
"Ran..pasti suka dimintain masak ini itu, supaya kamu lupa." Sindir Arbi membuat Ran malu.
"Makasih yah, aku suka alatnya." Aku menyimpannya dimeja lalu beralih ke belanjaan selanjutnya. Saat aku buka ada apron denim yang begitu menawan.
"Katanya bagus buat koki yang tampan.." Puji Bunda membuatku sendikit malu.
"Aku suka Bun, aku pasti pake kalo aku masak. Makasih.." Aku lagi-lagi tak henti merasa senang dengan kado yang mereka berikan. Terakhir aku buka kado dari Rafi.
"Aku cuman bisa ngasih sepatu kak. Aku ga tahu harus ngasih apalagi. Aku harap kakak lebih lincah kalo masak di kampus."
"Iya ga papa Rafi makasih.." Aku melihat ketiga kado itu lalu beralih menatap ketiga orang dihadapanku sementara sejak tadi Kiran tak berkomentar.
"Makasih semuanya, Kay sebenernya ga ngarep apapun. Ayah, bunda sama Rafi datang aja, Kay seneng."
"Ga papa, kita juga seneng bisa ngasih sesuatu sama Kamu. Maaf..kita ga bisa datang. Harapan ayah kamu selalu sehat, panjang umur, dilindungi Allah, semakin dewasa, sekolahnya lancar dan apapun harapan kamu buat diri kamu atau buat keluarga kamu bisa tercapai. makasih udah jagain Ran.." Ayah dengan wajah seuriusnya sementara yang lain mengamini doanya. Ah...rasanya aku semakin tua saja.
***To Be Continue