Baixar aplicativo
40% JALAN TERJAL (Hiatus) / Chapter 4: Perbedaan

Capítulo 4: Perbedaan

Sebuah ruangan yang tidak luas, baunya tidak enak, disana ada kasur tipis dengan sprai yang lusuh, ada loker plastik dengan warna yang pudar. Rose memutar bola matanya mencoba mencuri lirik sekitar, dia mendaratkan bokongnya di lantai beralas karpet spon.

" Maaf Rose, Aku habis mengantar ibu ke kamar mandi "

Rose hampir mau berdiri saat melihat Sylvia memapah wanita separuh baya, badannya amat kurus, ditambah bajunya yang kelonggaran dan lusuh, Rose mencoba membantu menuntun dari sebelah kiri, dia mencoba menjangkau lengan wanita yang terlihat lebih tua dari usianya itu.

Mereka merebahkan tubuh ringkih itu diatas kasur yang hanya satu-satunya disana.

Sylvia menuangkan secangkir air minum untuk ibunya, dia berusaha mengangkat punggung wanita itu, ada beberapa butir pill yang juga diberikan Sylvia. Rose hanya bisa mematung melihat semuanya.

" maaf Rose kau jadi melihat semuanya "

" ah tidak, aku yang minta maaf memintamu menemaniku, kalau aku tau seperti ini aku tidak boleh memaksamu, ibu... aku minta maaf yaah "

Dengan suara yang dibuat semanja mungkin Rose mencoba berkomunikasi dengan ibu Sylvia.

" tidak naak, ibu berterimakasih padamu.. " suara pelan yang bergetar itu membuat Rose menitikkan airmata, dia tidak mampu menatap wajah pucat dihadapannya.

Rose tidak menyangka jika sesulit ini keadaan Sylvia, dia tidak tahu jika temannya itu harus tinggal di ruang sempit seperti ini, bahkan ibunya tidak bisa lama-lama ditinggal, Rose malah mengajaknya pergi ke salon dan berbelanja hari ini.

" ibu tidak tahu kalau putri ibu sangat cantik " mata sayu itu berganti menatap wajah Sylvia, gadis itu tersenyum malu.

" tentu saja bu, lihat rambut baru nya, dia cantikkan ! " Ibu langsung mengangguk pelan menyetujui kalimat Rose.

Hari ini Rose merubah total tampilan fisik Sylvia, rambutnya yang lepek dibuat bervolume dengan sedikit curly pada ujungnya, Rose juga membentuk poni, membuat gadis itu terlihat lebih muda dari biasanya, dengan badannya yang lebih mungil dari Rose membuat Sylvia terlihat imut.

" kau juga harus belajar tersenyum, seperti ini .. "

Rose menarik kedua sudut bibir Sylvia, kepalanya mengangguk seperti memberi perintah supaya Sylvia mengikuti kemauannya. Sylvia mencoba menarik sudut bibirnya dengan ragu, dia mencobanya tapi gagal, yang ada wajahnya terlihat lebih aneh, daripada senyuman, garis itu lebih terlihat seperti seringai. Rose tertawa lepas, sementara ibu Sylvia hanya tersenyum tipis, baru kali ini dia melihat putrinya memiliki teman, dia terharu, ibu itu bergantian menatap wajah kedua gadis dihadapannya.

" Ibu juga, ayoo belajar tersenyum cantik, seperti ini .. " kini giliran sang ibu yang dipaksa oleh Rose untuk tersenyum lebar seperti dirinya. Sylvia mencoba tersenyum menatap wajah Rose yang sibuk mengajari ibunya tersenyum, dia tak bisa memungkiri jika senyuman Rose adalah yang terbaik.

Sylvia melirik jam di dinding, sudah pukul 4 sore, sudah waktunya dia bekerja di toko pak Felen.

" kalau begitu biar aku antar "

" tidak usah Rose, aku terlalu banyak menerima bantuan mu "

Sylvia merasa tidak enak, hari ini temannya ini sudah banyak mengeluarkan uang untuknya tapi Rose menggeleng cepat, dia bangkit dari duduknya, menarik tangan Sylvia.

" Ibu aku pulang dulu, lain hari aku akan mampir kesini lagi. "

" terimakasih Rose.. jaga kesehatan yaa... "

Rose tersenyum lebar, dimata ibu Sylvia dia seperti malaikat, tidak hanya wajahnya yang cantik tapi begitupun hatinya, entah darimana malaikat ini datang, dia seperti anugrah untuk putriku, batin sang ibu.

"Ayo sil... ! "

Rose membuka pintu mobilnya, mempersilahkan Sylvia menaiki kuda mesin merah dengan desain mewah, beberapa tetangga memperhatikan mereka. Sylvia bisa menebak apa yang ada dipikiran tetangga-tetangganya, bahkan beberapa pria tak berhenti menatap Rose, membuat Sylvia geleng-geleng kepala.

Bagaimana bisa gadis cantik dengan mobil sport mewah bisa ke lorong sempit bau ini, mereka sendiri tak percaya dengan penglihatannya. Rose menyalakan mesin dan memacu menelusuri jalanan dengan kecepatan penuh.

Andre mengintip dari balik kaca toko ayahnya, dia mengeryitkan dahi tatkala seorang gadis menuruni mobil sport merah yang berhenti sejenak di halaman parkir, dia bertanya-tanya siapa gadis itu, sepertinya orang yang dia kenal. Gadis itu memasuki toko dengan santai, dia membuka jaket dan memasukkannya di loker, Andre membelalakan matanya tak percaya dengan penglihatannya.

" SYLVIA! "

Sylvia terkejut mendengar teriakan Andre, dia menaikkan bahu dengan maksud bertanya ada apa, tapi pemuda itu semakin melotot menatap wajah Sylvia yang terlihat bingung.

" kau benaran Sylvia yah "

" waah, kau diantar siapa tadi, nemu pria tajir dimana? " Sylvia tidak ambil perduli omongan Andre, dia langsung masuk ke meja kasir, bersiap untuk bekerja, tangannya mulai memeriksa stok toko dengan komputer tua dihadapannya.

" Serius, kau beda sekali, aku sampai tidak mengenalimu " Andre masih saja tak berkedip menatap gadis yang biasanya tampak lusuh itu.

" kau cantik sekali hari ini "

Sylvia berhenti menatap komputer, dia menoleh ke arah andre.

" apa aku tidak bau ? " Andre menggeleng cepat, Sylvia memicingkan mata tak menyukai tingkah anak pemilik toko, ah dia biasanya selalu mengejekku, dasar buaya.

" darimana kau membeli baju ini? wah lihatlah bahkan kau memiliki sepatu sport baru.. " kagum Andre berlebihan.

" bahkan ayahku tidak sanggup membelikanku "

Sylvia tampak kesal dengan celotehan Andre, dia memilih masuk ke ruangan gudang, merapihkan barang-barang disana, bahkan gadis itu tidak peduli dengan pakaian baru dan rambut nya, dia tetap bekerja seperti biasanya.

SLAM!

pintu gudang dibanting kencang, membuat Andre terkejut dan berhenti berceloteh.

" mataku tidak pernah salah, itulah mengapa aku menyukainya.. " gumam Andre pada diri sendiri.

*************

Dengan sekali putar Rose memarkirkan mobilnya dengan tepat, perkarangan rumah yang luas dengan pohon palem berjajar rapi, gadis itu membuka baju kaos yang tadi dia beli kembaran dengan Sylvia, bukan dia tidak menyukainya, tapi dia tidak membutuhkannya saat ini.

Gadis itu berlenggak lenggok cepat memasuki ruangan rumah bertingkat, suara stilettonya berdenting menyentuh marmer rumah, dengan tanktop ketat yang membalut dan celana jeans skinny tampak jelas lekukan tubuhnya. dia mengangkat tas nya dengan ujung jari yang disandarkan di bahu, Rose bak model profesional dunia yang sedang fashion show diatas catwalk level dunia.

" selamat sore non, apa non ingin sesuatu? " Rose menggeleng menjawab pertanyaan pelayan yang menggunakan seragam khas keluarganya.

" dimana daddy? "

" diatas non, di ruang kerja. " Tanpa menoleh Rose menaiki anak tangga, dia segera menuju ruang kerja tuan Abraham.

Tanpa mengetuk pintu Rose memasuki ruangan dengan aroma kertas dan kayu yang segar menusuk hidung, dia menghirup aroma menenangkan itu. Seorang pria dengan stelan resmi sedang fokus memilih beberapa buku pada rak besar dihadapannya, Rose menangkap punggung itu, gadis itu sedikit berlari dan memeluk si pemilik punggung yang bidang, wajahnya tenggelam melekat, sesekali mencoba memberi kecupan diatas bahan berwarna gray itu.

Pria itu membalikkan badan berlahan, wajahnya yang telah tampak berkerut tersenyum dengan penuh maksud.

" sepertinya ada yang kau inginkan sayang ? "

Pria itu tahu betul tingkah gadis kecil dihadapannya, saat wanita ini bertingkah manja seperti ini tentu ada yang dia inginkan.

" hehehe.. daddy tau saja " jawab Rose manja.

Pria itu menjangkau ujung dagu Rose, menangkap dan melahapnya dengan cepat, nafasnya terburu-buru terasa panas menerpa wajah keduanya, Rose melepaskan stilettonya, dia sedikit kesulitan dengan tinggi badannya yang melewati pria itu.

" aku cukup stress dengan proyek baruku, pas sekali kau bisa mengobatinya " bisik pria itu dengan suara berat ditelinga Rose, gadis itu terpejam, telapak tangannya menelusuri wajah pria itu, tusukan-tusukan halus dari kumis dan jenggotnya membuat Rose semakin bergelora.

Pria itu mendorong tubuh Rose ke atas meja kerjanya, mendudukkannya disana dengan penuh tenaga, gadis itu meringis saat punggungnya sempat terpentok sisi meja, tapi dia menahannya.

Saat tangan lincah Rose mulai berlahan membuka lembar demi lembar pakaian pria paruh baya itu, tuan Abra tak kalah garang, dengan cepat dia melucuti tiap helai yang ada di tubuh Rose. Mereka memulai adegan pemanasan dengan penuh gairah.

Tuan Abra menghentikan rangsangannya untuk sesaat, dia membuka laci meja kerjanya, Rose mencoba mencuri lirik apa yang pria itu cari. tatkala sebuah cambuk berada di genggaman pria itu, Rose hanya bisa pasrah.

** baca juga coretanku yang lain ya. AKU KAMU DAN MASA ITU, LOVE OR MONEY, BUKAN SALAH JODOH, KAMPUNG GAIB, LANGIT DAN BUMI

terima kasih

Tolong Like dan Komen ya, semoga saya tetap semangat, silahkan tuliskan karya masing-masing saya juga akan mendukung!


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C4
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login