Written by : Siska Friestiani
LoCC © 2014
Re-publish Web Novel : 10 Oktober 2020
💕 Siskahaling
Alyssa memijat pelipisnya, namun rasa pusingnya tak juga mereda. Kini ia sedang duduk di ruang kerja setelah tadi baru saja menyelesaikan rapat dengan para karyawannya. Ia bahkan tidak habis pikir bagaimana mungkin Keenan -manager penerimaan barang- di perusahaannya tidak teliti dengan hal seperti ini.
"Ahhh" Alyssa merintih saat sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi. Berdenyut tanpa henti di kepalanya. Begitu menyakitkan, hingga membuat pandangannya menjadi buram.
Ponsel, yah. Ia membutuhkan benda kecil itu sekarang. Ia harus menghubungi Mike untuk segera keruangannya. Atau ia akan terus tersiksa dengan sakit di kepalanya. Dengan sisa tenaganya, Alyssa mencoba mencari ponsel namun tak juga ia temukan.
Sial!! Ia meninggalkan ponselnya di rumah sakit.
Suara ribut di depan ruang kerjanya bahkan tak Alyssa hiraukan. Denyutan di kepalanya tak kunjung mereda, malah semakin terasa menyakitkan. Alyssa melipat kedua tangannya di meja, lalu menumpukan kepalanya disana.
'Akhh, sakit sekali'
Pintu ruang kerja Alyssa terbuka kasar, suara gaduh di luar semakin terdengar jelas, namun sepertinya Alyssa itu tidak terganggu karena nyatanya wanita itu masih saja tetap pada posisinya.
"Alyssa!"
Entah Alyssa harus bersyukur atau merasa sial mendengar suara Mario datang menemuinya. Bukan apa-apa, hanya saja setelah ini pasti Mario akan memarahinya habis-habisan. Tapi saat ia dalam keadaan seperti ini, Mario memang yang paling Alyssa butuhkan kehadirannya.
Tak lama setelahnya, Alyssa merasa sepasang tangan kokoh menangkup wajahnya. Mau tak mau membuat ia harus menatap hazel milik Mario yang kini terlihat memerah. Khawatir entah marah, Alyssa tidak bisa membedakannya.
Mario, pria itu langsung berlari menuju ruangan Alyssa saat ia tiba di kantor. Tak lupa pria itu menghajar Mike di depan ruangan Alyssa. Setelah puas menghajar Mike, Mario langsung masuk dan menemukan Alyssa yang kini wajahnya terlihat begitu pucat, membuat tubuhnya gemetaran takut.
"Kau tidak apa-apa?" suara Mario begitu penuh kecemasan. Hazel-nya menatap Alyssa dengan seksama, jantungnya terasa di tikam saat melihat wajah kesakitan wanitanya.
"Apa yang sakit sayang?" Mario semakin gemetaran. Tidak, jangan lagi Tuhan, cukup satu kali ia merasa se-takut ini, tolong jangan beri rasa menakutkan ini lagi.
"Sa... kit..." lirih Alyssa mencengkram tangan Mario yang kini menggenggamnya.
"Ki... kita.. ke.. rumah sakit sekarang" ucap Mario bergetar, tangannya kini membopong Alyssa, berjalan cepat menuju mobil yang saat ini masih terparkir di halaman depan kantor.
Beberapa karyawan berhenti begitu berpapasan dengan Mario membopong Alyssa yang sudah tidak sadarkan diri. Suara bisik dari para karyawan tidak Mario hiraukan. Bahkan pria itu membentak keras saat ada yang tidak sengaja menghalangi langkahnya.
Beberapa pengawal berbaris mengamankan situasi. Bahkan Mike pun membukakan pintu mobil walaupun wajahnya sudah babak belur karena pukulan Mario.
"Lain kali, gunakan otakmu Mike! Kalau sesuatu terjadi dengan wanita ku. Kau orang pertama yang harus ke neraka!" desis Mario walaupun dengan nada bergetar karena cemas, sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.
Mario meletakkan Alyssa di pangkuannya. Tubuhnya masih bergetar, napasnya masih terasa sesak, jantungnya masih berdebar karena cemas. Alyssa-nya, Alyssa-nya harus baik-baik saja bukan? Mereka akan segera menikah, dan Alyssa harus baik-baik saja.
"Aku mohon bertahan. Kita akan segera ke rumah sakit sayang. Tetaplah bertahan untukku, aku mohon"
Mario semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Alyssa saat kata-kata itu kembali berputar di kepalanya. Ia merasa De Javu saat harus kembali merasakan situasi seperti ini. Situasi yang paling menakutkan, situasi yang membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, situasi yang membuat seluruh tubuhnya mati rasa.
"Lou, Alyssa harus baik-baik saja" lirih Mario namun masih terdengar jelas ditelinga Louis.
"Nona akan baik-baik saja, Tuan" jawab Louis lalu menambah kecepatan laju mobilnya.
💕siskahaling
Mario terduduk di kursi tunggu. Kepalanya menunduk, bersandar pada kedua tangannya yang tergenggam. Matanya terpejam membayangkan Alyssa yang saat ini memenuhi pikirannya.
Tidak, ia tidak bisa hidup tanpa Alyssa. Ia begitu membutuhkan Alyssa, wanita yang sejak awal sudah menarik perhatiannya, wanita yang sudah menjadi pusat perhatiannya dan pusat kehidupannya.
"Maaf aku bukan wanita gampangan yang seperti wanita-wanita pelacur mu yang gila akan pujian manis"
"Bukankah aku juga tidak mengatakannya"
"Cukup membuang waktu mu Tuan, baiklah aku rasa aku harus permisi"
"Hey, kau belum memberi tahu namamu"
"Sudah aku katakan bukan, jika itu tidak penting"
Kenanagan itu kembali berputar di pikirannya, saat dimana ia dan Alyssa pertama kali bertemu. Alyssa yang begitu dingin, Alyssa yang begitu tak tersentuh dan Alyssa yang tak tertarik dengan dirinya saat wanita-wanita lain berlomba-lomba untuk mendapat perhatiannya.
"Yakkkk!!! Pria bar-bar mesum!! Ingatkan aku untuk membunuhmu setelah ini Mario!"
Semuanya masih terekam jelas di ingatannya. Wajah kesal Alyssa ketika ia selalu mengganggu wanitanya, wajah bulshing Alyssa ketika ia menggodanya, teriakan kesal Alyssa, semuanya. Semuanya masih terekam jelas di memorinya. Terasa begitu nyata, namun terasa begitu menyakitkan saat ia menyadari bagaimana kondisi Alyssa saat ini.
Kenapa ia begitu bodoh melepaskan Alyssa dari pengawasannya. Seharusnya ia tidak perlu ke kantor siang tadi. Seharusnya ia tidak mempermasalahkan sebanyak apa Pratama menghabisikan uang di perusahaannya. Jika tau Alyssa akan seperti ini, Mario tidak akan sedetik pun melepas Alyssa dari pengawasannya.
Derit pintu terdengar menandakan dokter telah selesai memeriksa. Mario segera berdiri dan mendatangi Alvin yang kini terlihat lelah.
"Bagaimana?" tanya Mario cemas
Alvin menatap Mario dengan tatapan menenangkan. Ia tahu apa yang saat ini sahabatnya itu rasakan.
"Biar aku jelaskan bagaimana kondisi Alyssa saat ini" jeda sejenak, Alvin mengambil napas. Mario semakin cemas.
"Aku sudah mengatakan bukan jika serangan seperti ini akan di alami oleh Alyssa? Dan jika serangan ini terjadi kita harus cepat melakukan penanganan" Mario masih diam, mendengarkan apa yang Alvin katakan dengan seksama.
"Dan itulah yang saat ini terjadi dengan Alyssa, serangan itu datang dan untung saja kau tidak terlambat membawa Alyssa untuk segera di tangani. Untuk saat ini Alyssa sudah tidak apa-apa. kondisinya sudah stabil. Dan jika kondisinya tetap stabil seperti ini, ia sebentar lagi akan siuman"
Mario memejamkan matanya, rasa lega langsung mengalir di seluruh tubuhnya saat mendengar penjelasan Alvin.
"Kau bisa menjenguknya sekarang" ucap Alvin yang membuat Mario mengangguk mengerti.
"Terima kasih, Vin" lirih Mario. Alvin tersenyum, lalu menepuk bahu Mario bersahabat.
"Itu sudah kewajiban ku" ucap Alvin lalu beranjak meninggalkan Mario.
"Lou, hancurkan Pratama sampai tidak ada yang tersisa. Aku mau besok beritanya sudah ada di semua media" perintah Mario sebelum akhirnya masuk kedalam ruang inap Alyssa.
Louis menghela napas. Seharusnya saat ini Pratama sudah menyiapkan diri bukan? Jadi tidak terkejut jika besok semua yang mereka miliki lenyap tak tersisa.