"Jangan!" Namara berseru. Dia menggigit bibir dengan perasaan tidak menentu. "Aku akan memberi tahumu. Aku akan memberi tahumu sekarang."
Akan menjadi masalah jika dia membuat keributan di istana hanya karena masalah buku. Pekerjaannya pasti akan terganggu. Jadi, lebih baik dia mengatakannya.
Diam-diam Hestia tersenyum. Sebenarnya itu hanya akal-akalan saja agar Namara mau mengaku. Wanita itu tidak akan mengaku jika tidak dipaksa.
"Jadi?" Hestia bertanya.
Namara menunduk. Mungkin tidak apa-apa jika dia memberi tahu Hestia. Lagi pula bibinya itu tidak berpihak pada Castor. Tidak akan berpihak.
Dia menghela napas lalu berjalan mendekati Hestia. "Bibi, ini memang aku. Namara," ucapnya dengan pelan. Senyum tipis muncul di bibirnya.
Meskipun Hestia sudah memikirkan kemungkinan ini, dia masih terkejut mendengar Namara mengatakannya secara langsung. Jadi, wanita itu memang Namara. Firasatnya memang tidak pernah salah.