Pengawal kekar itu langsung mengambil kunci dari tangan Eden. "Adnan, Adnan, tinjumu memang sakit. Tapi itu tidak seberapa dibandingkan pengkhianatan yang kau lakukan sekarang. Atau jangan-jangan kau penyusup?"
Sial! Mengapa dia bisa sadar? Padahal tinggal selangkah lagi. Akan tetapi, Eden tiba-tiba mendapat sebuah ide yang cukup brilian.
"Kau tahu Zafran, orang yang kau hormati itu sebentar lagi juga akan kalah telak. Lalu kau akan ikut dibunuh juga sama sepertinya," tutur Eden percaya diri, berusaha menebar bibit-bibit pengkhianatan.
"Tidak mungkin Yang Mulia Firan kalah! Jelas-jelas setiap memerangi musuh beliau selalu sukses mengalahkan mereka semua."
Eden tetap mempertahankan wajah tersenyum penuh intimidasinya. "Kau sungguhan tidak ingin ikut denganku? Bagaimana jika aku adalah orang yang dulunya pernah setia di sisi sang Raja?"
Garis wajah Zafran mulai berubah. Perkataan Eden membuatnya berpikir dua kali tentang kekalahan tuannya.