Baixar aplicativo
57.69% Please, Love Me.. / Chapter 90: Dariel Resah

Capítulo 90: Dariel Resah

Tak seperti biasanya, Dariel sedikit gugup. Dia bahkan tak mengerti kenapa dia harus segugup ini. Rasa gugupnya melebihi saat pertama kali dia harus sidang kelulusan. Ara yang duduk disampingnya hanya diam, tenang sambil membenarkan make-up nya, dia takut masih ada yang belum sempurna.

"Ya…kita udah sampe.." Dariel memakirkan mobilnya disebuah lapangan yang cukup luas dan tampak mobil-mobil sudah berderet dengan rapi. Dariel membuka safety beltnya dengan kaki yang tak mau diam.

"Kamu kenapa sih?." Ara heran sambil terus membenarkan lisptiknya.

"Ga papa.."

"Ga papa tapi gemetaran."

"Gugup aja, inikan pertama kalinya aku sama kamu ke undangan bareng, mana banyak temen kantor lagi."

"Ya terus kenapa?, kemarin-kemarin lupa udah berani pegangan tangan dikantor sama aku?."

"Ga tahu, beda aja di kantor sama disini."

"Nyalinya cuman dikantor nih." Ara meledek dan sudah siap turun dari mobil.

"Apalagi kamunya cantik jadi tambah gugup."

"Udah ga usah gugup, kamu udah rapi kok kaya pejabat."

"Enak aja pejabat, mereka perutnya buncit, aku engga."

"Ya udah iya ganteng, ini kapan turunnya?." Ara gemas.

"Iya sekarang turun sayang.." Dariel lalu membuka pintunya dan tampak Gedung besar di depannya. Bersama Ara dia mulai berjalan kearah pintu masuk.

"Ah..jangan-jangan gugup, gara-gara liat mantan nikah."

"Mantan siapa coba?."

"Ya kamulah, siapa lagi."

"Kita ga pernah pacaran.." Dariel menegaskan. Baru saja sampai didepan pintu masuk, Dariel melihat deretan bunga ucapan selamat dari berbagai orang penting. Rupanya ini yang memang disebut dengan keluarga bangsawan, karena dari nama yang tertera jelas bukan orang sembarang. Dariel melanjutkan lagi langkahnya dan kali ini mereka mengisi daftar tamu sekaligus mendapatkan souvenir dari pernikahan Farah dan Sandi. Saat memasuki Gedung, tangan Ara yang semula terkait dilengan Dariel kini Dariel genggam, entah untuk menunjukkan apa. Mereka berdua berjalan lebih dekat menuju pelaminan dimana ada Farah dan Sandi yang berbahagia disana. Dariel sempat tersenyum dan menyalami kedua orang tua Farah sebelum akhirnya dia melihat betapa cantiknya Farah saat ini dengan gaun pengantin yang begitu memukau. Dia memang seorang pengantin.

"Akhirnya…..selamat Rah…" Ara memeluk Farah tanpa canggung.

"Makasih Ra.."

"Selamat.." Dariel hanya tersenyum pada keduanya.

"Makasih.." Sandi dengan tulus.

"Nyusul dong.." Sindir Farah.

"Doain aja cepet.." Ara sambil menatap Dariel. Ya..kalo dipikir-pikir sejak mereka mendapat undangan resmi Farah dan Sandi saja rasanya sudah iri ingin menikah, tapi apa daya, Kenan belum memberikan lampu hijau untuk itu. Dia masih ingin berlama-lama melihat kesungguhan Dariel dan Ara atau…sebenarnya Kenan belum siap untuk melepaskan putri kesayangannya menikah dengan pria lain. Selesai bersalaman mereka berdua turun dari pelaminan dan mulai menikmati hidangan yang ada. Sepanjang mata memandang, mendadak beberapa dari orang yang mereka kenal melihat kearah keduanya. Entah ingin memuji atau meledek yang jelas Dariel bisa merasakannya. Beda lagi dengan Ara yang justru terkesan cuek dan tak peduli jika banyak bola mata yang memantau mereka. Ara sudah terbiasa menjadi pusat perhatian toh dari dulu dia memang senang untuk menunjukkan hubungan mereka ke depan publik.

"Wah…wah…wah….udah resmi?." Sindir Dariel saat melihat Chandra berjalan dengan Citra. Lelaki itu langsung mengarahkan telunjuk pada bibirnya seolah Dariel tak boleh membicarakannya. Citra hanya tersenyum.

"Udah daritadi?."

"Engga, kita baru aja datang Chan. Lu dari tadi?."

"Ya…lumayanlah habis satu piring."

"Cit, kalo Chandra malu-maluin bilang.."

"Iya pak.."

"Jangan panggil Bapak, panggil aja Dariel. Inikan diluar."

"Iya, bilang aja lu ya Dariel…"

"Itu sih kurang ajar." Dariel menjitak kepala Chandra membuat Ara tertawa kecil.

"Jadi…kapan dong kapan?."

"Kapan apa?."

"Giliran kalianlah nikah.."

"Udah jangan nanya-nanya, tahu-tahu dapet undangan aja." Jawab Ara.

"Lu yang kapan, jangan nanyain orang mulu.."

"Ah..gw nanti kalo sahabat-sahabat gw udah nikah semua."

"Jawab tuh secepatnya kek atau apa, malah nunggu orang." Ledek Dariel.

"Kamu mau makan ga?."

"Iya mau…"

"Ya udah ayo.."

"Bentar ya, kita ambil makan dulu. Tunggu lu disini jangan kemana-mana." Dariel membuat Chandra dan Citra duduk disebuah kursi.

***

Sehabis pulang dari undangan tadi m, Ara mengajak Dariel untuk mampir kerumahnya. Dia tak ingin kekasihnya itu pergi begitu saja. Dariel yang kini tengah duduk menunggu Ara berganti baju memikirkan kembali tentang pertunangan mereka, sepertinya 6 bulan ini belum cukup bagi Kenan untuk mengijinkan mereka menikah. Kenan dan Jesica sampai sekarang masih anteng-anteng saja berdiam diri dan tak membahas apapun mengenai hubungan mereka. Hal ini membuat Dariel jadi sedikit khawatir. Apa iya mereka berubah pikiran?, masa ada yang kurang dari Dariel?. Apa iya mereka masih belum percaya?.

"Mommy bikin ini, enak loh..." Ara langsung duduk disamping Dariel sambil memberikan sebuah gelas berukuran sedang yang dipenuhi ice cream dengan berbagai macam toping disana.

"Apaan nih?."

"Entahlah namanya panjang, aku ga hafal."

"Makasih.." Dariel langsung melahap makanannya.

"Ga ada tonton rame apa?." Ara mengganti-ganti Chanel yang ada di tvnya.

"Bukan ga ada, kamunya sukanya sama yang aneh-aneh.."

"Yang aneh-aneh gimana sih?, ga ada juga." Ara langsung membersihkan make-upnya tadi.

"Farah cantik ya.." Puji Dariel sambil mengaduk dessertnya, seketika Ara langsung melihat kearahnya.

"Cantik?, cantik kamu bilang."

"Ma..maksud aku tuh beda dari...dari penampilan biasanya." Dariel menelan ludah, dia sudah salah bicara.

"Iyalah namanya juga pernikahan, masa tampilannya kaya mau ke kantor."

"Ka..kamu juga cantik tadi.."

"Tapi bedakan sama Farah?."

"Iya beda, cantikan kamu."

"Hem..." Ara mengusap pelan wajahnya dengan kapas sambil bercermin.

"Tanpa atau pake make up pun, wajah kamu tetep cantik."

"Hem..."

"Aku pingin liat kamu pake baju pengantin.."

"Sabar..."

"Apa orang tua kamu belum bahas soal kita?."

"Belum tapi aku suka tanya Daddy kok."

"Apa aku masih ada yang kurang ya?, apa mereka ga suka aku?."

"Kok ngomongnya gitu sih?."

"Ya...aku penasaran aja sampe sekarang ga pernah ada singgung soal itu.."

"Kurangnya bukan di kamu tapi di aku, Daddy kayanya masih percaya kalo aku nikah."

"Kamu udah berubah kok.." Dariel tak ingin Ara menyalahkan dirinya.

"Kamu udah bosen nunggu aku?."

"Enggalah, masa aku bosen?..."

"Kali aja ketemu setiap hari dikantor bosen."

"Perlu aku pindah?."

"Jangan dong.."

"Aku ga bosen sayang, aku justru pingin deket terus sama kamu makannya pingin nikah."

"Kalo kita nikah, kita tinggal dimana."

"Dirumah akulah, kamu ikut aku.."

"Gimana ya kalo kita serumah?."

"Ya ga gimana-gimana, paling gini.."

"Aku ga suka ya Riel ada aroma-aroma ga sedap dirumah.."

"Iya sayang, aku pulang langsung mandi. Baju kotor ga akan ngegantung."

"Satu lagi, aku ga suka tidur berisik."

"Iya aku tahu kamu, berisik dikit bangun, mana susah tidurnya. Aku ga ngorok kok.."

"Sabar ya, nanti aku bujuk mommy deh, cuman mommy yang bisa bikin Daddy nurut."

"Iya sayang.." Dariel sambil mencium bahu Ara.

****To be continue


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C90
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login