Baixar aplicativo
7.89% LoveSick / Chapter 18: Hopeless

Capítulo 18: Hopeless

Hopeless. Itu yang dirasakan Artha kini.

Anya kini semakin membencinya setelah menangkap basah dirinya menguntit hingga ke Lombok.

Padahal kemarahannya tempo hari saat Artha menyebutnya seperti wanita murahan belumlah reda.

Demi Tuhan saat itu Artha benar-benar tidak rela, mendengar Anya akan pergi berdua ke Lombok dan berencana akan mengenakan bikini di depan Pasha. Artha sangat tidak rela jika kemolekan tubuh Anya menjadi tontonan lelaki lain apalagi Pasha. Hingga ia tak mampu mengendalikan lidahnya dan menyebut Anya seperti wanita murahan.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Artha bersikap begitu. Tanpa Anya pernah sadari, Artha sebenarnya telah mencintainya sejak lama.

Menawarkan diri menjadi pacar palsu saat Anya pulang ke Aceh pun nekat ia lakukan demi menghalangi perjodohan Anya dengan lelaki pilihan ayahnya.

Artha jadi teringat obrolan antara ia dan pak Abdullah Saleh di Takengon. Saat Anya meninggalkan ia berdua saja dengan Ayahnya untuk menyeduh kopi.

"Seberapa serius hubungan kau dengan anakku?" tanyanya saat itu dengan sorot mata mengintimidasi.

"Seserius patih Gajahmada yang bertekad menyatukan nusantara pak," jawab Artha mantap hiperbolis.

Ayah Anya tertawa terbahak-bahak hingga terbatuk-batuk di akhir.

"Selera humormu boleh juga anak muda," katanya di sela-sela helaan nafasnya yang pendek-pendek. Entah harus bangga atau sedih dipuji oleh ayah Anya yang pujiannya bagaikan dua sisi mata pedang.

"Jika saya tidak serius, saya tidak akan sejauh ini menemani Cut pulang ke Aceh, Pak," Artha akhirnya mengemukakan alasan yang sebenarnya dengan serius. "Saya mencintai anak bapak."

Pernyataannya membuat pak Abdullah Saleh menatapnya lekat-lekat. Pak Abdullah Saleh cukup kagum dengan keberanian Artha mengungkapkan perasaannya pada Anya secara langsung di depannya.

Namun alih-alih memuji keberanian Artha, pak Abdullah Saleh malah berkata, "Tapi sebagai ayahnya, aku menginginkan yang terbaik buat Cut. Dia putriku satu-satunya. Aku ingin dia kelak menikah dengan lelaki yang pantas..."

Terus terang Artha tersinggung mendengar pernyataan pak Abdullah Saleh. Secara tidak langsung telah memandang dirinya tidak pantas untuk Anya, putrinya.

Mengabaikan harga dirinya, Artha pun bertanya, "Apa kah saya tidak pantas di mata bapak?"

Pak Abdullah Saleh tertawa mendengarnya.

"Aku tidak bilang begitu. Besok lelaki yang akan aku jodohkan dengan Cut akan datang. Jika setelah bertemu dengannya Cut tidak menyukainya, dan memilih dirimu. Aku tidak akan memaksanya, anak muda. Karna putriku lebih tahu ia merasa lebih pantas bersanding dengan siapa."

Artha tertegun menatap pak Abdullah Saleh.

"Baik pak, saya mengerti." Artha menarik senyum untuk menyembunyikan rasa gelisahnya dengan apa yang akan terjadi besok.

Dan kegelisahannya itu pun terbukti saat keesokan harinya. Setelah bertemu dengan Pasha, Anya jelas-jelas langsung terpesona dengan lelaki pilihan ayahnya itu. Mengkhianati skenario awal yang telah ia buat sendiri.

Setelahnya, pak Abdullah Saleh menepuk-nepuk punggung Artha sembari berkata, "lihatlah siapa yang lebih pantas menurut putriku..."

Artha berdiri dengan sangat hampa saat itu. Anya begitu saja melupakan keberadaannya demi seorang lelaki yang hanya sedikit lebih tampan darinya. Bahkan meninggalkan ia di villa begitu saja karena berjalan-jalan meninjau kebun kopi dengan Pasha dan ayahnya.

Saat ia sedang merasa terbuang, istri ayah Anya, Rahma menghampirinya.

"Mas Artha, nggak ikut pergi?" Istri pak Abdullah Saleh itu menyapanya dengan suara selembut sorot matanya.

Artha menggeleng sambil tersenyum getir. "Nggak diajak," jawabnya sambil tersenyum kecil.

"Gimana kalo ngobrol dengan saya saja..." ujar Rahma sambil duduk di seberang Pasha.

Artha mengangguk meng-iya-kan.

Saat itu Rahma mengenalkan dirinya secara pribadi pada Artha. Wanita cantik berjilbab lebar itu bercerita banyak bahwa sebelum menjadi istri pak Abdullah Saleh, sebenarnya sejak kecil ia telah berteman dengan Anya. Usianya hanya lebih tua tiga tahun dari Anya. Mereka juga pernah sangat dekat bagai dua saudari kandung yang tak terpisahkan.

Hingga saat Anya beranjak remaja mereka berselisih karena seorang lelaki bernama Aiman. Cinta pertama Anya saat kelas satu SMA.

Rahma mengakui ia salah karena merebut Aiman dari Anya. Rahma juga mengakui ia keterlaluan karena egois. Bahkan untuk kedua kalinya ia juga yang membuat Anya putus dengan Robby, pacarnya saat kelas dua SMA. Jadi Rahma merasa maklum jika Anya masih membencinya hingga kini. Terlebih saat ayahnya memilih menikahi dirinya, Anya semakin membenci dirinya. Anya menganggap Rahma ingin selalu merebut apa yang Anya miliki.

Sebelum kembali ke Lhokseumawe, Rahma sempat bertukar nomor ponsel dengan Artha. Bahkan Rahma meminta Artha agar jangan pernah menyerah berjuang mengejar Anya.

Tiga hari sebelum keberangkatan Anya ke Lombok, Rahma tiba-tiba menghubunginya lewat telepon dengan kalut. Membuat Artha heran bagaimana bisa kabar tentang Anya dan Pasha akan pergi ke Lombok sampai di telinga Rahma?

"Tolong jauhkan Cut dari Pasha. Saya mohon!" pintanya tiba-tiba dengan suara setengah berbisik seolah takut ada orang lain yang mendengar. Terutama suaminya.

"Apa alasannya kak? Cut mencintai lelaki itu."

"Saya nggak bisa kasih tahu alasannya mas!"

"Ya udah, biarkan saja. Dia sudah memilih lelaki itu." Artha merasa merana saat mengucapkannya.

"Saya minta tolong sekali mas. Cut nggak boleh sama Pasha."

"Kenapa? Kenapa kak Rahma nggak mau Cut dengan Pasha? Kakak mau lebih dibenci lagi oleh Cut jika dia tahu kakak berusaha menghalangi hubungannya dengan Pasha?"

"Pokoknya dia nggak boleh dengan Pasha mas! Susah saya jelasinnya."

"Saya butuh alasan yang kuat untuk bantu kakak," desak Artha dengan nada gemas.

Terdengar hela nafas Rahma yang begitu merana. Perempuan itu seolah sedang menyimpan beban yang teramat berat.

"Pasha itu mantan kekasih saya..." ujarnya dengan lirih.

Selepas menutup telepon, Artha tidak mau menunggu lama. Ia langsung menghubungi Arini. Meminta tolong pada Arini untuk mencari tahu jadwal penerbangan Anya ke Lombok.

Beruntung, Artha mendapatkan tiket pesawat yang sama dengan Anya. Artha pun menguntit pasangan itu hingga ke sebuah resort. Mengawasi setiap gerak-gerik Anya dan Pasha yang kerap membuatnya kepanasan.

Membuat Artha semakin geram karena Pasha jelas-jelas sudah tahu bahwa Rahma mantan kekasihnya adalah ibu tiri Anya. Namun sengaja mendekati Anya. Artha yakin pria itu sebenarnya memiliki rencana terselubung. Mungkinkah untuk membalas Rahma yang telah meninggalkannya?

Namun perjuangannya menguntit pasangan itu sampai ke Lombok benar-benar berat dan tak mudah. Melihat kemesraan demi kemesraan yang pasangan itu perlihatkan membuat hatinya nelangsa.

Sialnya ia saat tak bisa lagi menahan pipis dan meninggalkan keduanya untuk ke toilet dan Anya malah menangkap basah dirinya yang baru keluar dari toilet. Saat itu wajah cantik Anya mendadak berubah jadi seperti Mak Lampir dan Artha hanya bisa pasrah membiarkan Anya memukulinya berkali-kali dengan tas cangklongnya.

Double sial, Artha yang belum menyerah juga meski diusir, melihat Anya digandeng mesra Pasha menuju pantai. Bergabung dengan kedua mempelai pemilik acara dan para tamu undangan, hendak menerbangkan puluhan lampion kertas ke udara.

Artha terus menguntit dan memilih bersembunyi di antara keramaian orang. Melihat Pasha merogoh saku celananya. Mengeluarkan sesuatu yang langsung dikenakan di jari manis Anya. Artha yakin Pasha sedang melamar Anya secara pribadi.

Kemudian Artha bisa melihat dengan jelas wajah Anya jelas tampak bahagia hingga tidak sanggup berkata apa-apa dan membiarkan Pasha mencium bibirnya dengan mesra.

Sementara Artha memilih menggigit batang pohon kelapa untuk melampiaskan kemarahannya.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C18
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login