Mo Yan tersenyum, dan kemudian ia berdiri. "Aku pergi dulu."
Dia berkedip pada Pei Qian. "Jangan lupa tuliskan cek dan berikan pada asistenku."
Pei Qian masih duduk di sana dan menyesap anggur merah. "Tentu saja."
Begitu Mo Yan melangkah keluar, ia melihat para reporter berjaga di depan pintu.
Meskipun dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini, masih tampak ada rasa tidak nyaman di matanya.
Tapi, dia langsung menutupi emosinya dan mundur dua langkah.
Pei Qian juga bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di samping Mo Yan.
Pemandangan ini sangat indah.
Para reporter itu cepat-cepat mengarahkan kamera mereka ke Pei Qian...
"Nona Mo, apa hubunganmu dengan Tuan Pei?" Salah satu reporter mengarahkan mikrofon ke Mo Yan.
Mo Yan sudah terbiasa dengan hal itu. Dia memegang lengan Pei Qian dan bercanda, "Kalian harus menanyakannya pada Tuan Pei."
Para reporter pun memotret dua orang berparas menawan itu.
Pei Qian sedikit tidak senang, karena Mo Yan terlalu berlebihan.
Benar, dulu mereka adalah teman sekelas, tapi... mereka tidak begitu akrab sampai berpegangan tangan seperti ini.
Lalu, Pei Qian sedikit menjaga jarak darinya. Ini membuat Mo Yan merasa sedikit sedih...
Tapi, dia tetap memasang senyuman di wajahnya. "Dulu Tuan Pei adalah teman sekelasku. Tolong jangan menulis berita sembarangan..."
"Mo Yan adalah bintang yang sangat berprestasi..." Pei Qian berkata dengan sangat sopan, "Aku sangat mengaguminya."
Ketika para reporter mundur, Pei Qian mengambil kunci mobilnya. "Ayo, pergi."
Tadi, keduanya datang ke sini dengan mobil masing-masing. Pei Qian menunggu Mo Yan masuk ke dalam mobil lebih dulu. Ketika ia akan kembali ke mobilnya sendiri, Mo Yan menghentikannya, "Pei Qian."
Pei Qian menoleh ke arahnya.
Mo Yan bertanya dengan lembut, "Aku ini sangat berprestasi, tapi kenapa tidak ada..."
Tiba-tiba dia menggelengkan kepalanya. "Kenapa tidak ada laki-laki yang mengejarku?"
Pei Qian tertegun, dan kemudian dia tersenyum, "Mungkin waktu itu standar pria idamanmu terlalu tinggi."
Lalu, Mo Yan memberanikan diri untuk bertanya, "Pei Qian, bagaimana denganmu? Apakah kau masih memikirkannya lagi?"
Raut wajah Pei Qian tidak berubah. "Kau terlalu banyak bertanya."
Mo Yan berhenti bertanya, lalu menyalakan mesin mobilnya.
Sebenarnya, standar pria idaman Mo Yan tidak terlalu tinggi.
Sesungguhnya ada seseorang yang selalu menempati hatinya, tapi orang itu tidak pernah menganggap keberadaannya, padahal dia memiliki kecantikan yang luar biasa.
Sebenarnya, dia mencintai Pei Qian.
Ketika masih belajar di perguruan tinggi, Pei Qian memiliki seorang pacar. Tapi, sepertinya Pei Qian tidak terlalu mencintai pacarnya.
Karena itu, Mo Yan diam-diam mencintainya selama beberapa tahun.
Namun, dia tahu bahwa Pei Qian hanya menganggapnya sebagai teman.
Mo Yan mengemudikan mobilnya dan tersenyum lembut. Setelah beberapa saat, dia menyadari bahwa air mata berlinang di wajahnya...
'Sudah waktunya untuk menyerah. Kalau dia memang menyimpan rasa padaku, dia tidak akan melepaskan tanganku tadi,' pikir Mo Yan.
'Pei Qian, apakah ada seseorang di dalam hatimu? Mungkin aku harus melepaskanmu dan menemukan cinta sejatiku,' pikir Mo Yan.
Pei Qian naik ke mobilnya. Ia tidak langsung menyalakan mesin mobilnya, tapi ia justru menelepon Gu Xi.
Tentu saja, Gu Xi mematikan ponselnya.
Pei Qian pun tidak menelepon lagi, lalu ia melaju pergi.
'Dia pasti ingin meminta tolong sesuatu. Kalau tidak, dia tidak mungkin meneleponku lebih dulu,' pikir Pei Qian.
Tebakan Pei Qian benar.
Sepanjang sore itu Gu Xi terus meragu. Sebelum pulang kerja, akhirnya ia mengaktifkan ponselnya, kemudian ia menelepon Pei Qian.
Pei Qian menjawab dengan bersemangat, "Halo, aku Pei Qian."
Gu Xi menggigit bibirnya. "Aku... aku kembali lebih awal."
"Oh?" Pei Qian berdiri di depan lemari anggur di sudut kantor. Ia memegang telepon di satu tangan dan menuangkan segelas anggur merah dengan tangannya yang lain. "Jadi, apakah kau sekarang di Kota H?"
Gu Xi menjawab, 'Iya'.
Pei Qian tertawa kecil. "Gu Xi, kau menganggapku bodoh, ya? Jam sembilan pagi tadi, kau masih berada di luar negeri, tapi delapan jam kemudian, kau sudah kembali ke Kota H?"
Dia berhenti sejenak lalu berkata, "Gu Xi, apakah kau kembali dengan pesawat ruang angkasa?"
Gu Xi menggigit bibirnya dan memaki-maki Pei Qian di dalam hatinya...
Lalu, ia berkata, "Aku ingin memberimu kejutan."
Pei Qian tertawa, "Kalau kau ingin memberiku kejutan, malam nanti datanglah ke rumahku."
Gu Xi terdiam sejenak.
Pei Qian berkata dengan sedikit kesal, "Kau bilang kau ingin memberiku kejutan. Kalau kau terlalu lelah, lupakan saja."
"Baiklah." Gu Xi cepat-cepat menjawabnya.
Pei Qian berkata dengan lembut, "Aku menunggumu."
Begitu Gu Xi meletakkan ponsel, ia hampir berteriak… bajing*n, brengs*k…
Ketika Lin Yunzhi mendorong pintu, dia melihat ekspresi kesal Gu Xi.
Lin Yunzhi bersandar ke pintu dan bertanya sambil tersenyum, "Direktur Gu, kau sedang meniru seekor binatang atau bagaimana?"
Gu Xi merapikan pakaiannya dan kemudian memasang raut wajah serius. "Ada apa?"
"Sepulang kerja nanti, aku akan menunggumu. Kita pulang bersama."
Lalu, ia menggoda Gu Xi, "Mungkin Kakek sudah memilih dua pria yang berpendidikan tinggi dan menunggu kita di rumah."
Gu Xi meliriknya, "Kau hadapi saja mereka sendiri. Malam ini aku ada urusan lain."
"Dengan pria?" Lin Yunzhi mulai ingin tahu.
Gu Xi berbalik dan berjalan ke kursinya. Setelah duduk, dia menoleh Lin Yunzhi. "Sekretaris Lin, jangan membicarakan masalah pribadi di kantor. Sekarang Anda bisa pulang kerja."
Lin Yunzhi menutup pintu sambil tersenyum, lalu dia berdiri di luar pintu...
'Tampaknya telepon dari Tang Xinru tadi telah membantu Pei Qian,' pikir Lin Yunzhi.