Saat melihat berbagai berita yang ada di layar ponselnya, Xu Weilai masih hanyut dalam dalam pikirannya sendiri. Berbagai pikiran negatif seakan memenuhi hatinya. Meskipun ia tidak tahu pasti akan terjadi seperti itu, namun hatinya tetap merasa sangat sesak seperti ditekan batu yang besar.
Xu Weilai hanya mengetahui bahwa sewaktu dirinya kecil sudah direncanakan untuk menikah dengan Gu Yu dan akan menjadi Nyonya Gu.
Walaupun sikap Gu Yu selalu dingin terhadapnya, Xu Weilai tidak pernah berkecil hati. Gadis ini terus berusaha mendekati Gu Yu agar bisa disukai olehnya.
Kejadian kecelakaan mobil yang pernah Gu Yu alami mampu merubah hatinya terhadap Xu Weilai menjadi lebih hangat. Ketika Xu Weilai mengira akan mewujudkan mimpi indahnya, tiba-tiba Gu Yu memberi hantaman yang keras. Dampak dari penolakan waktu itu masih terasa sampai sekarang dan membuat Xu Weilai tidak bisa tenang.
Xu Weilai juga berpikir kemungkinan Gu Yu akan membatalkan rencana pertunangan karena Xu Weilai terlalu ceroboh. Entah hal ini benar atau tidak, yang jelas saat ini Gu Yu terlihat sangat membenci Xu Weilai.
*****
Keesokan paginya ketika seluruh keluarga Xu sarapan, ayah Xu Weilai menerima telepon. Wajahnya langsung riang setelah menerima telepon itu, "Weilai, Tuan Zhang bilang ia suka denganmu. Kalau kalian secepatnya mempersiapkan pernikahan, dia akan memberi dana dan bekerja sama dengan perusahaan keluarga kita." Ungkapnya sambil masih mengunyah sarapan.
Mendengar itu, ibu Xu Weilai ikut gembira, "Aku sudah pernah bilang, penampilan dan sikap Xu Weilai pasti membuat Tuan Zhang tertarik. Kalau begitu, perusahaan kita terselamatkan!"
"Kalau begitu, cepatlah kau menentukan tanggal pernikahan. Buatlah janji dengan Tuan Zhang untuk membicarakan hal itu." Ucap ayahnya kepada ibu Xu Weilai
"Ya, aku akan mencari tanggal yang baik."
Xu Weilai hanya terdiam mendengar perbincangan orang tuanya itu. Menurut Xu Weilai, beginilah cara mereka menentukan hal yang terbesar bagi masa depan anak mereka. Oh bukan, atau juga bisa dibilang, beginilah cara mereka menjual anak mereka.
Pernikahan dan kebahagiaan Xu Weilai, menurut mereka hanyalah bisnis yang bisa diuntungkan, baik dulu maupun sekarang.
Setelah asyik mengobrol, ibu Xu Weilai tiba-tiba teringat putrinya. Ia pun menatap putrinya dan bertanya, "Weilai, menurutmu bagaimana?"
Xu Weilai meletakkan garpu dari genggaman. Ia menghadapi tatapan ibunya dengan perlahan dan tenang sambil menaikkan alis, "Ma, aku tidak ingin menikah dengannya." Ucapnya dengan suara berat.
Sebenarnya Xu Weilai tidak pernah membantah perintah kedua orang tua selama ini. Kali ini, tidak tahu alasannya, tanpa sadar gadis ini membantah mereka berdua.
Bantahan itu langsung menghilangkan raut gembira ayah Xu Weilai, "Kau bilang apa? Langkah ini baru permulaan, tapi kau sudah bercanda. Kau beruntung disukai oleh Tuan Zhang. Kau pikir kau punya hak untuk memilih? Kau harus tetap menikah dengannya walaupun kau tidak suka!"
Xu Weilai tahu, kegagalan waktu itu membuat keluarganya malu, bahkan sampai sekarang keluarganya masih jadi buah bibir orang lain. Apapun yang orang katakan, Xu Weilai bisa mengacuhkannya. Tapi sekarang, yang ia dengar adalah perkataan ayahnya sendiri.
Kata demi kata yang terlontar dari ayahnya adalah pedang yang menusuk lubuk hati Xu Weilai. Wajah Xu Weilai langsung memucat.
Ibu Xu Weilai mencoba menengahi perselisihan, "Baiklah Pa, Weilai baru saja tiba. Mungkin saja pikirannya masih kacau. Tidak usahlah kita terburu-buru membahas masalah ini. Kita biarkan saja dia istirahat dulu beberapa hari, baru kita bicarakan lagi."
Ayah Xu Weilai pun mendengarkan istrinya dengan masih memelototi putrinya. Setidaknya perkataan ibu Xu Weilai kali ini berhasil menekan amarah ayah Xu Weilai dan menghentikannya untuk melanjutkan pembicaraan ini. Akibat hal ini, nafsu makan Ayah Xu Weilai pun hilang, ia langsung pergi meninggalkan ruang makan.
Setelah bayangan ayah Xu Weilai pergi. Selangkah kemudian, ibu Xu Weilai mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan putrinya ini, "Weilai, karena ayahmu sangat cemas dengan keadaan perusahaan, sulit untuk menghindari keinginannya yang terburu-buru. Cobalah kau mengerti, tidak perlu kau ambil hati perkataan ayahmu tadi. Hatinya masih sakit, mengerti?"
Xu Weilai mencoba untuk tersenyum dan mengangguk ringan.
*****
Hari ini, setelah Xu Weilai dan ibunya pergi ke salon kecantikan dan perawatan kulit langganannya, mereka berdua menerima telepon dari ayah Xu Weilai. Ayah Xu mengajak makan bersama di restoran terdekat dari salon.