Baixar aplicativo
61.71% Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 108: Mengetahui 1

Capítulo 108: Mengetahui 1

Up : Senin, 11/01/2021 - Pukul 04. 55 WIB

_____________________________________________

" Saya hanya mau dengan yang terbaik dan itu adalah Revan!" jawab Tamara tegas.

" Maaf, ini sudah melebihi batas pertanyaan! terima kasih atas kehadirannya ...Selamat Malam!" kata MC, kemudian Revan dan Tamara langsung dijaga ketat bodyguardnya dan menuju ke lift untuk naik ke Restoran yang telah di pesan papa Tamara.

" Halo, dimana, bro?" tanya seorang pria yang berada tak jauh dari Revan berdiri, dia sepertinya juga sedang menunggu lift sebelah.

" Sebentar! Kapan? Ok, lo WA gue, Ok!" kata pria itu lalu menutup ponselnya dan menelpon seseorang memakai ponsel yang lain.

" Halo, Bos! Apa berita pertunangan Gunawan bisa dijadikan satu dengan Tamara?" tanya pria itu.

" Tunggu!" kata pria itu membuka WA ponsel yang satu lagi.

" Nama tunangannya Winona Alvaro dari Negara A!" kata pria itu. Revan yang mendengar nama Winona, langsung matanya membulat dan menatap pria itu.

" Ayo, sayang!" ajak Tamara. Revan yang masih penasaran dengan nama itu ingin rasanya menanyakan pada orang tersebut, tapi dia ditunggu oleh calon mertuanya.

Sejak awal hingga akhir perjamuan, Revan tidak bisa fokus dengan acara tersebut, karena pikirannya tertuju pada nama Winona.

" Aku ke toilet dulu, sayang!" pamit Revan pada Tamara.

" Iya, sayang! Jangan lama-lama!" jawab Tamara manja. Revan berjalan ke arah toilet lalu mengeluarkan ponselnya.

" Jim! Selidiki tentang Wina!" kata Revan. - ( " Apa yang Bos ingin tahu?" tanya Jim, asisten Revan.)

" Apa maksud lo yang ingin gue tahu? Apa lo sudah bosan kerja sama gue?" teriak Revan marah. - ( " Kalau tentang pertunangan Nona Wina, saya sudah memberitahu Bos beberapa hari yang lalu!" jawab Jim tegas.)

" Apa? Kapan? Lo nggak pernah memberitahu gue! Jangan bikin gue melakukan sesuatu sama lo!" ancam Revan dengan penuh amarah. - ( " Bos bisa melihat file yang saya kirim!" jawab Jim.)

Revan mematikan panggilannya dan langsung membuka file yang dikirim Jim. Revan terkejut melihat isi dari file tersebut. Revan memang beberapa hari ini hanya memikirkan tentang pertunangannya dan pergi berlibur dengan Tamara saja. Semua pekerjaan dia serahkan pada Jim dan sesekali dia membuka laporan yang Jim kirim padanya.

Revan menatap isi file tersebut dan membuka lebih banyak lagi. Entah kenapa darahnya mendidih melihat semua yang terlihat di layar ponselnya. Dilemparnya ponsel tersebut ke dinding toilet, lalu dia pergi menuju ke tempat jamuan itu dengan tampang yang dibuat-buat.

" Sayang, aku harus pergi, karena ada yang sangat penting yang harus kulakukan!" kata Revan memegang tangan Tamara.

" Apa? No, darling! Kamu nggak boleh pergi! Besok adalah pertunangan kita!" rengek Tamara.

" Ada apa, Revan? tanya Putra, papa Tamara yang mel;ihat putri semata wayangnya merengek.

" Saya harus pergi mengurus sesuatu, Om!" kata Revan tegas.

" Apakah itu lebih penting nilainya dari putriku?" tanya Putra tidak senang.

" Iya, Om! Ini sangat penting...lebih dari penting!" jawab Revan pelan.

" Jika ini tentang perusahaan, batalkan! Aku akan membantumu!" kata Putra tegas.

" Tidak! Ini bukan masalah uang!" jawab Revan.

" Apa kamu ingin mengecewakan putriku, Revan?" teriak Putra, membuat seisi ruangan menatap ke arah Revan dan terdiam.

" Baik! Saya akan tetap disini!" kata Revan kesal.

Revan sangat kesal melihat kesombongan calon mertuanya itu, dia hanya menanggapi semua kemanjaan Tamara dengan penuh kepura-puraan. Saat acara telah selesai, Revan dan Tamara pulang ke apartement Tamara. Selama perjalanan Tamara menatap Revan dengan mesra, tapi Revan hanya diam dengan pikirannya.

" Sayang!" panggil Tamara tiba-tiba dan sudah duduk di pangkuan Revan.

" I want you!" bisik Tamara di telinga Revan lalu melumat bibir pemuda itu. Revan membalas perlakuan Tamara, tapi pikirannya kemana-mana. Hanya terdengar suara kecapan dan desahan dari bibir mereka. Tangan Tamara membuka kancing kemeja Revan satu -persatu dan menarik sisanya yang masuk ke dalam celana panjang Revan. Dirabanya dada bidang Revan lalu menciumnya. Revan mendesah akibat gigitan Tamara pada ujung dadanya.

" Tam! Please! Not here!" ucap Revan yang tiba-tiba hilang rasa.

" No!" tolak Tamara dengan masih membuat kissmark di dada Revan.

" Tam! Please! Or i will mad!" kata Revan. Tamara menatap Revan tajam.

" I don't like when you do that!" kata Tamara marah. Revan terdiam melihat gadis itu, dia memasang kembali kemejanya, lalu mereka sampai di apartementnya beberapa saat kemudian. Tamara turun dan menunggu Revan, kemudian dia bergelanyut manja di lengan Revan. Mereka naik ke lantai paling atas lalu masuk ke dalam apartement. Dengan cepat Tamara meloncat ke arah Revan dan melingkarkan kakinya di pinggang pemuda itu. Revan terkejut melihat kelakuan Tamara, dengan sigap dia menangkap tubuh Tamara.

" Aku mau minum wine dulu!" ucap Revan mengecup bibir Tamara. Kemudian Revan minum dengan Tamara hingga membuat gadis itu mabuk dan tertidur.

Revan meninggalkan apartement Tamara dengan sembunyi-sembunyi, dia tahu jika calon mertuanya memiliki banyak mata-mata. Tapi Revan adalah putra dari Valentino Abiseka, dia dibesarkan oleh papa dan daddynya dengan keras.

" Bos!" sapa Boris.

" Suruh mereka jalan!" kata Revan yang telah duduk di pesawat pribadinya.

" Siap, Bos!" jawab Boris.

Revan menyandarkan tubuhnya di kursi pesawat, dipejamkannya kedua matanya dan perlahan pesawat bergerak. Wajah tampan itu sesekali mengeras menatap laptop yang ada di hadapannya. Tangannya mengepal sempurna dan wajahnya menggelap melihat semua itu.

Ditempat lain, terlihat seorang ibu hamil sedang menikmati sinar matahari pagi. Dia tidur di ayunan dengan nyamannya.

" Apa bumil hari ini ingin sesuatu?" tiba-tiba ada seseorang dihadapannya.

" Papaaaaa!" teriak Reva melihat Valen yang datang.

" I miss you, girl!" ucap Valen memeluk putrinya.

" I miss you too, pa!" jawab Reva senang.

" Bagaimana keadaan jagoan papa di dalam sana?" tanya Valen sambil memegang perut Reva.

" Baik! Sehat! Kuat!" jawab Reva dengan mata berkaca-kaca.

" Kenapa menangis, sayang?" tanya Valen memeluk putri kesayangannya itu.

" Reva sangat sayang pada kalian semua! Jika kalian tidak ada, Reva ngga tahu bagaimana hidup Reva sekarang!" tutur Reva dengan airmata yang menetes di kedua pipinya.

" Itu karena kita adalah keluarga, sayang! Keluarga tidak meninggalkan keluarganya, apapun yang terjadi!" jawab Valen.

" Apa kamu hanya merindukan putrimu?!" tanya sebuah suara. Valen menoleh ke arah datangnya suara. Dilihatnya seorang wanita tengah baya yang masih saja dan selalu akan terlihat cantik baginya sedang menatapnya nanar.

" Sayang!" sapa Valen melepaskan pelukan Reva lalu berjalan mendekati istrinya.

" Tentu saja aku sangat-sangat merindukanmu, sayang!" kata Valen memeluk erat Tata.

" Terlebih dengan yang di dada dan dibawah sana!" bisik Valen nakal.

" Kenapa tambah tua otakmu tambah mesum, sayang!" jawab Tata.

" Karena aku selalu mesum jika melihat dirimu, sayang!" balas Valen.

" Ehmm! Ehmm!" terdengar deheman dari belakang Tata.

" Kalian ini dari dulu sampai sekarang, selalu nggak lihat-lihat sikon kalo mau mesra-mesraan!" kata Saras.

" Maklum aja, Ras! Lama nggak ketemu!" kata Valen tersenyum.

" Baru juga 2 minggu!" jawab Saras kesal.

" Sudahlah! Kita masuk saja! Aku bikin kue di dalam!" kata Saras. Lalu mereka semuanya masuk ke dalam dan duduk di kursi tengah menikmati kue dan teh panas.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C108
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login