Baixar aplicativo
22.97% Marriage in lost Memories / Chapter 17: Tujuh Belas

Capítulo 17: Tujuh Belas

" Turun dulu Alena...!! Atau aku kembali kesana bikin keributan!" Ancamnya membuat ku syok!

Mau tak mau aku ikut turun dan masuk ke dalam Bar, bau asap langsung menyambut ku, membuat nafas ku jadi sesak.

Bar itu sangat sepi hanya terlihat meja bartender, kursi-meja tamu yang disusun.

Suara derap langkah kami terdengar saat menaiki tangga besi itu.

Aku penasaran apakah J hidup dengan dunia seperti ini. Bar ini tentu penuh dengan alkohol dan segudang wanita liar yang dengan cuma cuma memberikan dirinya pada J.

Oh... Rasanya aku sedikit tak terima kalau memikirkan itu.

Dan aku kembali masuk kedalam ruangan persegi panjang dengan wallpaper gambar Tengkorak ini.

J mengambil remote Ac juga menekan satu tombol lain. Hingga tirai bambu di sana tertutup rapi bergantikan dengan lampu penerangan yang berwarna senja membuat ruangan ini lebih kesan klasik nya.

" Ini Bar sebenarnya milik sodara ku! Aku hanya sebulan ini mengambilnya" Kata J disana seolah menjelaskan sesuatu.

Apa ia tau aku tadi sempat berpikir macam macam?

" Ah.. Apa di bawah ada es batu?? Wajah mu mulai bengkak. Aku ingin mengompres nya" Kata ku kemudian menghilangkan kecanggungan.

" Jangan kemana mana Alena! Pakai saja es di dalam kulkas disini. Ada di sebelah meja itu" Kata J menunjuk meja yang ia maksud. Nada suara nya membuat ku enggan memerintah.

Aku menuju arah yang ia sampai kan. Mengambil 2 kaleng minuman soda yang sudah beku handuk kecil dan obat salep pereda nyeri.

Saat kembali kesana J sudah mengganti baju nya yang basah dengan kaos polos, ia merentangkan tangan nya dengan wajah bersandar sofa. Matanya menatap langit langit ruangan itu.

" Tegakkan kepala mu! Aku kompres sebentar" Instruksi ku duduk disebelah nya sedikit menjaga jarak, aku takut terpedaya lagi kalau terlalu dekat, pesona J masih sangat kuat menguasai hati ku.

Ia menurut dan memejamkan mata nya. Dan gugup kembali menghinggapi seluk naluri ku.

Ayolah Alena kamu bisa mengendalikan ini, tegur hati kecil ku.

Lalu ku bersihkan dulu wajah sekitar lebam dan luka disana dengan air hangat.

Baru ku kompres lebam di tulang pipi dengan air rendalan kaleng tadi, ia sedikit menjengkit kaget karena dingin. Kemudian diam saja merasakan kompresan itu masuk ke kulit nya.

Setelah memberi obal salep. Luka kemaren yang kembali terbuka ku kasih obat luka, J sampai meringis karena perih.

" Apa sebaiknya ke rumah sakit saja j? Aku takut infeksi.." Kata ku khawatir.

J membuka matanya. Kulihat lagi iris biru indah ini menatap ku. " Sebentar lagi juga sembuh kok" Kata nya dengan sudut bibir tersenyum.

Aku kembali merasa waspada.

" J! Pernikahan ku sudah 2 tahun. Aku dan Devan bahagia jadi mohon lupakan kenangan kita" Ucap ku mengalihkan pandangan nya.

Wajah ku malah ia arahkan ke arah nya lagi.

" 2 tahun? Bahkan kamu menikmati ciuman kita waktu itu Alena? Dari mana kata bahagia itu?"

Deg..

Dada ku seperti di pukul dengan palu. Tangan ku juga menjadi dingin. Aku tau J seperti sedang mengintimidasi ku dengan mata nya.

" Kamu tau Alena! Aku tau kamu sedang berbohong dan tidak...

Oh no...

Kurasakan jari nya menelusuri kulit pipi ku sentuhan panas kulit nya membuat ku tidak bisa fokus.

" Kamu bahkan tidak ingat sepenuhnya tentang hubungan kita kan...

Kali ini nafas ku tertahan saat jari itu mengusap bibir bawah ku.

" Kamu lupa! Aku selalu ada saat kamu butuhkan..

Kamu ingat bagaimana keluarga mu membuang mu? Saat sekarat? Sakit? Mereka mengabaikan mu!!

Perkataan nya sukses membuat ku melihat kearah nya. Kulihat iris biru ini seolah menyerap jiwa ku. Merasuki kenangan yang kembali muncul.

Aku kembali tersedot kedalam suatu kenangan. Dimana aku lagi lagi menjadi 2 bagian.

Aku berada di dalam kamar yang familiar kulihat di dinding ada foto ku dengan almarhum Mama

Juga ada Foto ku dengan Papa saat liburan ke Bunaken, Manado!

Rasanya aku merindukan tempat ini dan orang orang dalam foto ini.

Sesuatu bergerak. Aku berbalik dan kaget melihat aku masa itu berada di lantai yang dingin. Terlihat kesakitan dan sangat ringkih.

Aku berusaha merayap menggapai ponsel di sana.

Apa aku terjauh dari ranjang ini.

Kurasakan tubuh ku menjadi sangat sakit. Apa ini yang aku rasakan disana, nafas ku hanya bisa mengambil oksigen yang sedikit.

Jari ku di sana gemetar saat mengambil ponsel itu. Dengan susah payah jari ku mencari kontak yang ada disana.

Nama Aldo terhubung setelah aku berhasil menekan ikon telepon berwarna hijau. Aldo adakah saudara sulung ku paling besar. Saudara tiri.

Dering pertama

Kedua dan kesekian. Telepon ku tak di angkat.

Terdengar nafas berat ku disana dan kembali mencari kontak lain.

Ada nama Mama Natasya di layar. Itu ibu tiri ku.

Telepon ku dijawab setelah dering ke berapa

Dengan nafas tertatih aku berusaha membuka mulut. Menekan tanda speaker.

" Ma.. Alena jatuh. Jantung ku sakit sekali.." Ucap ku disana sarat akan kepedihan.

" Apa Alena? Mama ga dengar...

" Sakit ma.." Dengan susah payah aku disana mengeraskan suara

" Mama lagi di rumah Taci Wina, kamu panggil Bik Lilis ya. Atau telepon Dokter Gladys! Okey! Bip!

What.. Nafas ku sekarang rasanya menderu hebat melihat  respon mama disana yang lebih mementingkan arisan dari keselamatan ku.

Aku ingin memaki dan berteriak tapi tak ada suara yang keluar dari mulut ku. Bahkan tubuh ku saat ini seperti hantu. Tembus pandang.

Kulihat aku yang disana mencari kontak lain. Dan nama Dr. Gladys muncul di layar.

Telepon ku langsung di angkat.

" Iya Hallo dengan suster Marisa disini! Maaf Dokter Gladys lagi ada operasi! Ada yang bisa saya bantu...

Aku bergetar membuka mulut " Sus.. Tolong saya..." Suara ku lemah sekali.

" Hallo.. Hallo. Saya suster Marissa disini, ada yang bisa saya ban-

Bip..

Telepon terputus.

Aku tampak frustasi disana. Dan mencoba menelepon lagi  tapi yang menjawab operator mengatakan kalau pulsa ku habis.

What the hell.. Aku memaki keadaan disana yang menginginkan aku sekarat tapi aku yang sekarang mendadak.merasakan seluruh tubuh ku mati rasa. Sakit sekali.

Kulihat aku disana mencoba merayap! Keluar dari kamar ini. Sangat lemah dan tak berdaya. Hingga suara telepon berbunyi disana. Ada nama Jordan muncul.

" Jord.. Help... Help.. He..

Suara ku menghilang dengan kepala jatuh ke layar ponsel.  Aku tak sadarkan diri disana.

Disini aku yang sekarang membuncah. Menangis melihat keadaan ku disana. Ingin berusaha bangun tapi tak ada suara yang bisa keluar.

Ponsel itu terdengar panggilan Jordan berulang kali.

" J.... Please selamatkan aku..." Kata ku disini penuh harap.

Aku menembus pintu. Kulihat ada Bik Lilis asisten rumah tangga ku disana juga yang mengasuh ku sejak kecil, orang terdekat ku dikeluarga ini. Beliau sibuk membersihkan kaca jendela depan sambil menyanyi.

" Bik.. Bik.. Tolong Alena bik.. Biiik.." Teriak ku bagaikan pantonim diatas pentas dan arwah yang berusaha menepuk nepuk bahu Bik Lilis tapi tak bisa menyentuh, tangan ku menembus nembus badan nya.

Aku frustasi.. Dengan keadaan disana. Mondar mandir seperti orang gila. Hingga mobil Jeep merah berhenti mendadak di depan halaman. Bik Lilis juga sama kaget nya. Jeep itu nyaris menabrak Pot Bunga Mama.

Disana kulihat J masa itu dengan baju basket dan keringat masih terlihat. Ia berlari kencang, wajah nya sarat akan kecemasan.

" Dimana Alena Bik..." Tanya nya sambil menerobos masuk tanpa permisi.

" Ada di dalam kamar Den.. Den mau kemanaaa" Terik Bik Lilis tertatih mengikuti langkah lebar anak laki laki itu.

J membuka kamar ku disana dan terdengar suara jeritan Bik Lilis di belakang saat melihat aku di masa itu telungkup di lantai.

" Bik cepat buka pintu mobil saya" Kata J yang segera mengangkat tubuh kurus ku dengan cepat.

Aku ikut masuk saat J meletakkan ku ke bangku penumpang. Bersama Bik Lilis.

Bik Lilis terus menangis sambil menjaga tubuh ku disana agar tidak jatuh sementara J memacu laju mobil nya ke jalan raya yang sarat akan kepadatan Ibu kota.

Bisa ku lihat bagaimana wajah tegang J setiap melihat kemacetan disana. Ia mengumpat mengomeli orang orang disana. Bahkan J menyelinap di antara mobil lainnya.

" Bertahan lah Alenaaa..." Ucap nya bisa ku dengar, suara nya gemetar dan ia menepis air mata di matanya.

J menangis untuk ku??

Setelah sampai di Rumah Sakit pria itu tak berhenti nya ikut mengejar bangkar yang membawa ku.

Bahkan ia di usir kasar karena berusaha masuk ke dalam ruangan dimana aku dibawa.

" Tolong kerjasama nya mas! Dia sedabg kritis!!" Kata paramedis disana mendorong J keluar dari sana lagi.

J mengumpat kesal dan mau tau mau ia menunggu di depan pintu, mondar mandir seperti orang kebingungan.

Dan Bik Lilis yang berusaha menahan tangis tangan nya ikut gemetar memegang ponsel.

" Hallo tuan.. Hallo... , ini saya Tuan.. Lilis.. , Nona.. Tuan. Ada di rumah sakit"

Kudengar Bik Lilis bicara terputus putus.

Sementara di sana ada J yang masih tidak tenang menunggu seseorang keluar dari ruangan itu.

Aku mendekat kearah J. Air mata ku keluar melihat bagaimana saat ini. Ia sangat peduli dengan ku.

J lalu merogoh ponsel nya. Jarinya gemetar hebat mencari nama disana.

" Dad! please find me the best doctor! Now.. "

" I'm in the hospital now, my girlfriend is dying! I am very scared!! Dady... "

J kembali terisak disana. Hingga menutup telepon nya.

Kudekati sosok J masa itu. Entah kenapa aku terenyuh dengan semua yang aku lihat disini! J sangat peduli dengan ku! Bahkan menangis untuk ku!

Aku kembali ke masa ku sekarang! Aku mengendik melihat J didepan ku. Ada sesuatu mau lolos dari mata ku.

J sekarang ada didepan ku! Dia yang menyelamatkan ku waktu itu.

" Jord...

Tak kuasa aku akhirnya menangis. Memeluk J disana! Rasa kepedihan dan penderitaan aku waktu itu membekas sekarang.

" Aku ingat kamu menolong ku saat aku sekarat! Maaf kan aku J...

Aku semakin tenggelam dalam tangis dan merengkuh pria ini.

" Its okey Alena! Ingatan mu mulai banyak kembali! Aku bahagia kamu mengingat ku! Jordan mengusap kepala ku. Bahkan detak jantung nya membuat ku merasa tenang.

Aku mengurai pelukan ku.

" J.., aku harap kamu mengerti dengan keadaan ku sekarang. Aku tau kam-

Bibir ku malah dibungkam dengan bibirnya.

Tangis ku kembali turun. Aku memang ingat sebagian tentang aku dan J tapi tidak begini. Kenapa pria ini membuat ku jadi serba salah sekarang.

J mencium ku sangat dalam. Ia melepas ciumannya lalu tersenyum.

" Pulang lah dulu Alena! Aku tau apa yang kamu pikirkan, biarlah begini dulu. Aku yakin setelah kamu ingat semua nya kamu akan datang padaku!" Ucapnya dengan melihat ku pedih.

J..

Ia mencoba tersenyum lalu mencium sekilas kening ku dan bangkit dari sana. Menuju pintu dan membuka kan nya untuk ku.

Kenapa rasanya perih sekali!

J...

**

Aku tidak kembali ke kantor, mood ku sudah kacau. Aku menemui Susan.

Ternyata Susan sangat peka terhadap keadaan ku.

Ia memaksa ku untuk bilang.

" Apa ini ada hubungan nya dengan Pak Devan? Dia suami mu kan...

Susan melihat ku sambil tersenyum.

" Aku juga kaget Len. Tapi aku juga di periksa polisi kan. Jelas aku tau siapa yang membawa pengacara hebat itu! Mana mungkin Alena yang aku kenal mampu membayar mereka! Beli kerak telor aj patungan!! Tawa nya. Bagi saja isi hati mu dengan ku Alena.. Kamu tau aku ini tempat curhat terbaik. Di dunia..

Ucap nya menyakinkan ku.

Aku tidak bisa mengelak akhirnya aku ceritakan semua nya pada Susan.

Bertambah lagi orang yang tahu permasalahan ku. Berharap mereka bisa menjadi wadah saat aku mengeluh nanti.

" Jadi.. Dua pria yang dulu kamu cintai hadir? Tapi mereka pernah menyakiti mu? Rumit sekali permasalahan mu Len. Kalau aku jadi kamu aku akan  cari cowok baru aja biar bisa hidup baru..." Kata Susan sambil tertawa.

" Hmm kamu sendiri? Apakah sudah bisa move on dari bajingan itu?" Tanya ku seraya melihat kearah pria berjas putih yang sedari tadi bolak balik di depan sana. Sebelum nya aku juga ketemu Dokter muda itu menanyakan makanan yang aku bawa tadi pagi ke suster seolah memastikan makanan itu layak tidaknya untuk Susan.

Susan mengendik" Kalau ada pun pasti sudah"

Ku colek pinggang nya" Hmm apa benar benar sudah? " Ku liat Susan dengan selidik. Wanita ini malah terlihat malu malu.

" Aku rasa jam kunjung ku di batasi sama dokter muda di depan itu deh Sus..

Kata ku menyindir.

" Dokter muda? Si-

Aku mengerutkan bibir ke ujung jendela. Tepat disana ada dokter yang kumaksud itu.  Pria itu tampak salah tingkah dan segera pergi.

" Dia.. Dia itu Eric! Teman aku di Banjarmasin.. Kebetulan dia bertugas disini dan ketemu waktu masuk kemaren" Kilah Susan berusha menutupi wajah merahnya.

" Benarkah.. Hmm bagus dong kalau sudah saling kenal. Dokter lagi.. Ciyeee

Susan langsung melempari ku dengan sisa kerupuk disana. Wajah nya merah seperti pantat monyet.

Aku hanya terus mengejek nya berharap Susan benar benar kembali menemukan kebahagian nya setelah kejadian yang menimpanya.

Telepon ku bergetar ada nama Mami disana.

Aku benar benar lupa dengan janji ku pada Mami.

Dan ini masih jam setengah 6 semoga saja masih bisa reservasi untuk makan malam ini.

" Ada apa Len? Tanya Susan melihat ku meringis setelah dapat telepon dari Mami.

" Sus.. Kamu ada backingan buat reservasi di La Cruise ga?

" Disana? Hmm ada kenapa emang???

***

Aku hanya memakai gaun seadanya. Simple tapi tetap cantik. Warna nya juga tidak mencolok. Navy!

Rambut ku bikin sanggul sederhana dengan sedikit gelombang sasak di atas biar terlihat bervolume.

Kapal pesiar La Cruise  tentu banyak angin hilir mudik, tentu akan lucu belum sampai meja rambut ku sudah jabrik duluan.

Sepatu yang ku pakai pun heel nya hanya 5 cm saja. Secukup nya karena tubuh ku sendiri sudah tinggi dan di pelabuhan banyak jalan yang berlubang dari sekat Papan. Takut nya kalau terlalu tinggi heel nya akan sangkut.

Serasa sudah selesai aku segera keluar dari kamar tapi saat menarik, pintu itu dorong.

Setengah kaget melihat Devan masuk disana.

Ia langsung menangkap lengan ku dan mendorong ku ke belakang pintu dengan kasar sampai kepala ku membentur keras sekali

Secara brutal ia menaikan rok gaun ku keatas dan mengapit nya dengan tubuh besarnya.

" Apa yang kamu lakukan Dev..." Jerit ku mencoba menghentikan apa yang mau ia perbuat.

Celana dalam ku ia peloroti dengan paksa, mata nya terlihat sangat mengerikan. menggelap !Aku rasa ia marah dengan apa yang terjadi hari ini. tapi kenapa dia menakutkan begini.

" Aku sudah memperingati mu kan.  Kenapa kamu masih saja pergi dengan nya!! ucap nya bengis. kedua kaki ku di paksa membelitnya dan tubuh ku sakit sekali di tekan seperti itu.

Aaagghh.

Kurasakan sakit saat kedua jarinya masuk kedalam kewanitaan ku! sakit.

" Hen- Dev...

Ughh sakiiit" Jerit ku memukul mukul pundak nya.

Aku kembali memekik sakit saat ia masuk lebih dalam secara brutal, air mata ku sampai keluar, kepala ku pusing seperti tulang ini di cabut dari tubuhku secara paksa.

" Ini konsekuensi yang aku bilang!!! Masih mau lagi....!! ancam nya dan memberika jari lain dengan kasar.

" Tidak.. Aaagh sakit. Dev...

Rasanya ini makin sakit aku sampai merasa penglihatan ku kabur.

" Alena.....

Dev... Kalian sudah siap?

Tok tok tok..

Ketukan dan suara mami menyelamatkan ku.

Devan melepaskan ku saat itu juga tubuh ku rasanya lemah sekali.

Aku langsung membungkuk kesakitan menahan suara tangis yang ingin lolos.

" Sebentar lagi mi.." Kudengar suara Devan  disana. Lalu pintu kembali di tutup.

Kurasakan ia melintas disana seolah tidak terjadi apa apa!

**

" Akhirnya kalian keluar juga! Buruan.." Kata Mami disana sudah sangat cantik!

Aku mengeratkan pegangan ku pada Devan. Ku ulaskan senyum palsu ku menutupi apa yang terkoyak di hati ini. 

" Maka nya Dev! Sudah besar masih aja berkelahi! Emang siapa teman mu itu? Berani sekali dia merusak wajah tampan putera ku" Ujar Mami mengusap pelan lebam di wajah Devan.

" Aw.. Sakit Mi.. " Ringis Devan.

Aku hanya menunduk dengan sejuta gejolak di sana.

" Makanya Devan ga usah ikut aja ya! Liatkan harus nya wajah ini ga perlu keluar"

" Duh gimana ya.. Mami kan mau juga makan malam lengkap di sana.."

" Dia istirahat aja deh Mi... Kan ada Dave" Kata Dave yang duduk di kursi sana.

" Tapi kan sudah siap begini" Kata Mami memaksakan.

" Dev perlu istirahat kayak nya Mi.. Ya kan sayang.. " Kata ku menahan pedih dimata ku.

Wajah nya tersenyum disana. Terlihat seperti iblis yang berwujud manusia.

" Tuh kan Mi. Alena aja minta Dev istirahat!

Mami terlihat agak bingung disana.

" Yuk ah Mi.. Buruan. Nanti telat.." Kata Dave menutup majalah otomotif di sana.

" Ya sudah deh, kalau tau begini kami ga perlu nunggu saja tadi" Celetuk Mami sambil berbalik.

Aku lega ada sedikit senang Devan batal ikut.

Tangan ku Di tarik sebelum aku meninggalkan nya.

" Ingat urusan kita belum selesai" Bisik nya membuat ku sukses mematung ketakutan.

Kulihat tubuh itu berbalik dengan berjalan santai, tak ada rasa canggung apa lagi bersalah sudah menyakiti ku, melecehkan ku!


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C17
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login