"Anak muda, kau tidak perlu mencurigaiku. Aku adalah leluhurmu. Aku hanya akan mewariskan gerbang ini pada keturunanku yang benar-benar cocok."
"Apa yang terjadi bila ternyata aku tidak cocok setelah mengetuk pintu dan masuk?" dia benar-benar curiga, orang ini tidak tahu dari mana dan mengaku sebagai leluhurnya.
"Kau akan mati." kalimat itu membuat Anan Tian tertegun. Mati? Yang benar saja. Ini semakin konyol. "Nak, bila kau tidak mencoba maka kau juga mati. Tubuhmu di luar sana tidak lebih dari mayat yang masih bernapas."
"Baiklah, aku akan mencobanya. Tapi apa yang aku dapatkan dari mewarisi benda ini?"
"Itu tergantung pada dirimu sendiri. Sejak terciptanya Gerbang Valhala, tidak ada pewaris yang bisa menundukkan gerbang sepenuhnya. Tidak ada yang bisa memanfaatkan kekuatan gerbang ini hingga batasnya. Aku sendiri hanya bisa menggunakan 30% kekuatan gerbang. Itupun hanya perkiraanku."
"Kalau begitu, bila aku berhasil menundukkan gerbang ini sepenuhnya maka..."
"Kau akan menjadi pemilik langit. Tidak ada yang bisa menyentuhmu. Bila kau mati, gerbang ini akan ikut menghilang bersamamu selamanya."
"Bukankah itu menjadi semacam kontrak hidup mati?" gumam Anan Tian. Lalu dia menatap gerbang itu sekali lagi. Entah bagaimana tapi dia merasa gerbang itu memanggilnya. Dia berjalan mendekat.
Tok...tok..tok... Dia mulai mengetuk. Gerbang sedikit bergetar sebelum pintu yang dia tidak tahu terbuat dari bahan apa mulai terbuka perlahan. Dibalik pintu ada pusaran hitam pekat seperti menyedot apapun yang ada di depannya. Kaki kecilnya melangkah masuk.
Brakkk... Pintu terbanting menutup. Anan Tian terasa dirinya tersedot dan berputar-putar di dalam arus. Berputar dan terus berputar. Rasa sakit samar-samar mulai terasa. Semakin lama semakin sakit. Menyiksa, ini perasaan sebelum dia tiba di tempat ini.
"Kau berhasil mewarisinya. Tugasku telah selesai. Selamat tinggal." suara serak itu menghilang perlahan.
Huuueekksss... Uhuk.. Uhuk... Anan Tian kembali memuntahkan darah merah kehitaman. Kepalanya terasa sakit dan tubuhnya sedikit bergetar. "Iblis Kecil!" suara Bondan memasuki telinganya. Dia kemudian menatap sekeliling.
Dia berada di atas kursi panjang yang terbuat dari anyaman rotan. Baju sutra birunya penuh dengan darah kental. Ada beberapa orang di sekitarnya. Di dekatnya ada pria tua berjanggut putih seperti sedang memeriksa keadaannya. Ada Guru Besar Long yang tampak khawatir serta Bondan yang memangku kepalanya.
"Ini ajaib. Tubuh anak ini sungguh luar biasa. Dia baik-baik saja sekarang." Orang tua berjanggut putih itu berkata dengan gembira dan menatapnya seolah melihat keajaiban.
"Anak Nakal, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja saat aku meninggalkanmu." tanya Guru Besar Long dengan wajah penasaran. Anan Tian menggeleng pelan sambil tersenyum kecil.
"Aku tidak tahu, hanya saja aku merasa seperti terbakar dan tubuhku terkoyak dari dalam."
"Jangan berbohong. Ada murid yang bilang dia melihatmu memakan sesuatu sebelum kau jadi seperti ini." Guru Besar Long seperti sedang menginterogasi penjahat, Anan Tian merasa tidak nyaman.
"Ah, itu cuman buah liar di gunung terasing. Aku sering memakannya." Anan Tian mulai membuat kebohongan dengan asal namun masuk akal. Guru Besar mengangguk, dia tahu anak ini suka memetik buah di gunung.
"Kalau begitu, ini bukan keracunan. Ini pasti gejala penghancuran tubuh." Tetua Xia Ming mengelus janggutnya perlahan. Ada kerutan di dahinya. "Tapi ini aneh, bukankah dia baru saja memakan buah jiwa hati? Buah jiwa itu cocok dengan tipe tubuhnya jadi walau beracun tidak akan menimbulkan efek seperti ini."
"Penghancuran tubuh?" raut wajah Bondan agak aneh. Dia tahu jelas apa itu penghancuran tubuh karena dia pernah mengalami gejalanya sebelum memasuki sekte. Penghancuran tubuh disebabkan karena kurangnya sumber energi bagi tubuh dengan tipe khusus. Itu sudah seperti hukum alam. Memiliki tubuh istimewa merupakan hal luar biasa namun konsekuensi yang harus ditanggung juga besar. Pemilik tubuh hnya bisa bertahan dengan sumber daya yang cukup dan kekuatan yang besar harus tumbuh seiring dengan perkembangan tubuh.
"Xia Ming, jangan bercanda. Anak ini sudah memakan banyak sumber daya berharga. Bagaimana gejala itu bisa muncul?" tanya Guru Besar Long.
"Dia terlalu lemah dan perkembangan energi di dalam tubuhnya terlalu cepat. Jadi aku sarankan dia mulai beratih beladiri untuk memperkuat tubuhnya."
"Kau bicara seperti ini seolah tidak tahu aturan sekte." cibir Guru Besar Long.
"Ayolah, gunung terasing bisa melakukan apapun yang mereka inginkan. Tidak ada yang akan melarang." sahut Tetua Xia Ming acuh tak acuh. Kecuali kau ingin anak ini tertelan oleh kekuatannya sendiri. Terserah padamu."
Anan Tian yang masih lemas mendengar percakapan kedua orang tua itu. Matanya berbinar, bukankah itu artinya dia akan diajari seni beladiri? Dia merasa bersemangat. Dari dulu dia sudah tergoda untuk mempelajari ilmu beladiri secepatnya, dia ingin menjadi kuat.
"Ini akan merepotkan kau tahu para tetua itu."
"Hmph! Mereka bisa apa!?" dengus Tetua Xia Ming, dia menunjukkan wajah menghina.
" Pak Tua, aku ingin belajar beladiri. Aku tidak mau mati." suara kekanakan Memotong pembicaraan mereka. Itu suara Anan Tian, wajahnya yang masih sedikit pucat tanpa memelas. Dia mendongak , air matanya sedikit berlinang. Anan Tian bermain trik sekali lagi. Bondan melihat anak itu dengan hati yang sedikit berdenyut nyeri. Anak yang dianggap iblis kecil ini terlihat sangat menyedihkan dan putus asa. Melihat wajah menawan hati milik anak itu benar-benar membuatnya sedih, wajah yang biasanya tampak ceria kini penuh dengan keputusasaan. Tanpa sadar Bondan menyentuh dada kirinya sendiri. ada rasa sakit di sana!
"Lihat betapa menyedihkannya anak ini. Berhenti keras kepala dan setuju saja." ujar Tetua Xia Ming.
"Tidak, aturan sekte melarang anak dibawah 10 tahun untuk kultivasi. Hal itu berbahaya dan tidak boleh dilanggar." tegas Guru Besar Long.
Anan Tian cemberut, dia tidak senang. Aturan yang disebutkan itu membuatnya sedikit kesal. Otak liciknya mulai memikirkan rencana lain. Dia harus berlatih beladiri bagaimanapun caranya. Dia mendongak sekali lagi dan menatap Guru Besar Long dan Tetua XiaMing bergantian.
" Aku akan pergi, Guru Besar Long, aku tidak mau mati begitu saja di sini. Aku akan mencari orang yang mau mengajariku ilmu beladiri." Anan Tian memaksakan tubuhnya yang lemah untuk berdiri. Anak itu sedikit terhuyung, tulangnya terasa lembut dan rapuh. dia merasa lebih lemah dari sebelumnya, itu benar-benar menyebalkan.
"Anan Tian, tidak akan ada yang mau mengajarimu bahkan bila kau keluar sekte sekalipun." tegur Guru Besar Long. Di luar sana, beladiri baru diajarkan bila sudah menginjak usia 15 tahun. Jadi Guru Besar itu yakin tidak akan ada yang mau mengajari anak kecil itu kemanapun dia mencari.
"Tidak, ada satu orang. Bocah kecil, apa kau berani mengambil resiko?" perkataan Tetua Xia Ming itu membuat pria tua di sampingnya melotot. Dia tahu apa maksud orang tua berjanggut putih tersebut.
"Benarkah? Dimana? Tidak peduli apa resikonya, lebih baik mencoba dari pada menunggu kematian begitu saja."
"Xia Ming, kau tidak bisa memberitahunya. Anak ini terlalu muda. Dia polos dan naif, sangat mudah terpengaruh. Mengirimnya kesana sama saja dengan menciptakan iblis baru. Lagi pula, kesempatan hidupnya lebih kecil bila bertemu orang gila itu." wajah Guru Besar Long sangat tidak enak dipandang saat ini. Namun Tetua Xia Ming mengabaikannya, pria tua berjanggut itu berjongkok di depan Anan Tian. Dia mendekat, membisikkan sesuatu. Bisikan itu sangat pelan, nyaris tak terdengar. Hanya Anan Tian yang mendengarnya.
"Gunung Kesengsaraan." bisikan itu membuatnya tertegun sejenak.