Rumah Sakit
Veronica P. O. V.
Mama Veve : "Val. Valerie anak ku. Kenapa kamu tinggalin mama nak? Mama sangat menyayangi mu. Hiks. Hiks. Hiks."
Papa Veve : "Ma sudah ma. Ini semua sudah takdir tuhan kita harus menerimanya ma"
Mama Veve : "Gak pa ini semua gak bakal terjadi kalau Veve gak nabrak Valerie"
"Sekilas aku mendengarkan omongan mereka. Ma, pa aku gak lakuin apapun" (Batin Veve)
Dokter Riant : "Om, tante"
Papa Veve : "Oh kamu di sini Riant"
Dokter Riant : "Iya om. Riant mau memeriksa Veve om"
Papa Veve : "Oh ya sudah baiklah"
Dokter Riant : "Hai Ve apa kabar kamu. Masih ingat gak sama kakak? Lama gak pernah ketemu sama kamu"
Aku hanya terdiam saja tanpa menanggapi omongan Kak Riant.
Dokter Riant : "Ve kakak tahu kamu gak salah. Kakak kenal gimana sifat kamu dan sifat Valerie. Ini pasti ada kesalah pahaman. Veve kakak mohon kamu bicara kepada pihak kepolisian. Buktikan kalau kamu tidak membunuh Valerie"
Veve : "AAHHH. Kalian semua keluar dari sini. Aku muak melihat kalian semua. Kalian semua adalah iblis. Kalian semua telah mengambil kebahagiaan ku. Hiks. Hiks. Hiks."
Dokter Riant : "Ve Veve yang tenang ya. Kakak di sini berniat membantu kamu. Kakak tidak ada niat jahat sama kamu Ve"
Aku mengamuk sejadi – jadinya. Semua barang yang ada di dekat ku kulempari semua.
Dokter Riant : "Ve kamu yang tenang"
Suster : "Dok bagaimana ini pasien terus – terusan mengamuk. Apa kita suntikan obat penenang saja?"
Dokter Riant : "TIDAK" (Dengan nada membentak)
Kak Riant semakin mendekatiku.
Veve : "Jangan mendekatat. AAHHH"
Karena Kak Riant semakin mendekat ku ambil pisau yang ada di meja. Ku ayunkan pisau itu dan pisau itu tak sengaja melukai muka Kak Riant. Aku sontak langsung menjatuhkan pisau itu.
Veve : "AAHHH" Aku berteriak ketakutan.
Suster : "Dokter apakah kamu tidak apa – apa?"
Dokter Riant : "Ya. Cepat beri dia obat penenang"
Suster : "Baik Dok"
Ruang Introgasi
Saat aku membuka mata ku aku sudah berada di ruangan ini. Di sini hanya ada meja, 2 kursi, kamera, dan tentunya aku. Tak lama kemudian datanglah satu orang polisi.
Polisi : "Selamat siang"
Aku hanya diam saja tidak menanggapi pembicaraanya.
Polisi : "Dengan saudara Veronica Lee"
Sekali lagi aku hanya terdiam saja.
Polisi : "Apakah benar anda yang menabrak saudara Valerie Lee?"
Aku hanya terdiam saja.
Brakk. Polisi itu menggebrak meja.
Polisi : "Jika anda tetap diam saja ini tidak akan membantu proses penyelidikan dan anda akan ditetapkan sebagai tersangka"
Aku hanya terdiam saja melihat apa yang dilakukan polisi itu.
Polisi itu kemudian menggoyang – goyangkan bahu ku.
Veve : "AAAHHHH. Pergi kamu jangan dekati aku. AAAHHHH." Aku berteriak dengan histeris.
Polisi : "Saudara Veronica Lee tolong anda tenang"
Veve : "AAHH AKU TIDAK PERNAH MEMBUNUH DIA. DIA LAH YANG MEMBUNUH KU. DIA MEMBUNUH VERONICA LEE. HA HA HA HA"
Polisi : "Apa maksud anda?"
Karena mendengar teriakan Veve, Dokter Riant kemudian datang.
Dokter Riant : "Veve kamu gak kenapa – kenapa kan?"
Polisi : "Dok tolong anda keluar. Kami sedang dalam proses introgasi"
Dokter Riant : "Proses introgasi? Proses introgasi apa yang membuat pasien saya semakin ketakutan. Anda menakut – nakuti pasien saya. Saya tidak bias membiarkan proses ini berlanjut"
Polisi : "Anda tidak bias menghalangi proses penyelidikan"
Dokter Riant : "Untuk hari ini kita sudahi sampai sini saja, besok kita akan melanjutkan lagi"
Polisi : "Ya sudah kalau seperti itu"
Rumah Sakit
Saat ini aku berada di rumah sakit. Duduk sendirian di dekat jendela. Hujan deras menyelimuti kota. Air mata ini pun keluar dengan deras juga. Ingatan demi ingatan kembali menghantui ku. Aku kembali mengingat masa – masa di mana waktu aku masih kecil bersama Valerie. Aku pun tersenyum. Ingatan itu terus berjalan sampai saat aku dan Valerie duduk dibangku sekolah dasar. Di sana aku mengingat Valerie yang sedang dibully oleh teman – teman karena dia memiliki penyakit. Ekspresi muka ku pun berubah menjadi murka. Lalu ingatan itu kembali berjalan lagi sampai saat di mana aku dan Valerie berada di sekolah menengah pertama. Di sana aku mengingat saat mama
dan papa hanya merayakan ulang tahun Valerie tanpa adanya aku. Aku pun kembali menangis. Lalu ingatan itu kembali berjalan lagi. Saat ini menunjukkan aku yang berada di SMA. Aku melihat dia Gibral Albani. Laki – laki pertama yang memberiku rasa cinta. Membuat jantungku berdetak dengan kencang. Aku pun tersenyum. Lalu ingatan kembali berjalan. Saat ini adalah saat di mana Gibral meninggal.
Veve : "AAHHH" Aku berteriak dengan histeris
Karena aku berteriak dengan kencang Dokter Riant pun datang
Dokter Riant : "Veve kamu kenapa Ve?"
Aku hanya diam tidak menjawabnya.
Dokter Riant : "Hai Ve kakak boleh kan duduk di samping mu?"
Akhirnya Dokter Riant duduk di samping ku.
Dokter Riant : "Ve kakak mau Tanya bolehkan?"
Aku sekali lagi hanya terdiam.
Dokter Riant : "Apa benar kamu yang menabrak Valerie?"
Aku kembali mengingat waktu kejadian itu berlangsung.
Veve : "AAHHH. Kak. Hiks. Hiks. Hiks. Veve gak pernah nabrak Valerie. Veve sayang sama Valerie. Veve gak bakal sakitin Valerie. Veve…"
Dokter Riant : "Sssttt kak tahu. Kamu yang tenang yaa"
Kak Riant malam ini menghabiskan waktu bersama ku untuk menenangkan ku.
Keesokan Harinya
Rumah Sakit
Saat aku membuka mataku aku melihat Kak Riant yang tertidur di sebelah ku. Aku kemudian melihat kea rah jendela yang ada di ruangan ku. Aku pun berlari – lari kecil menuju jendela. Perlahan ku buka jendela itu. Ku hirup udara pagi yang sangat menyejukkan ditambah lagi bau hujan kemarin malam yang masih tersisa. Sejenak aku pun melupakan segala masalah yang ada.
15 Menit Kemudian
Saat ini para polisi mendatangi ruangan ku.
Polisi : "Selamat pagi nona Veronica Lee. Kedatangan kami di sini untuk menangkap anda sebagai pelaku atas tertabraknya saudara Valerie Lee"
Mendengar suara bising para polisi akhirnya Kak Riant bangun dari tidurnya.
Dokter Riant : "Ada apa ini pak? Kenapa kok ramai sekali? Bukannya proses introgasi akan dilakukan nanti siang?"
Polisi : "Selamat siang Dok. Kedatangan kami ke sini untuk menangkap saudara Veronica Lee"
Dokter Riant : "Apaa!! Pak bukannya ini masih dalam proses penyelidikan?"
Polisi : "Ya memang benar ini masih dalam proses penyelidikan, tetapi orang tua dari korban menginginkan untuk mempercepat proses ini. Dalam kasus ini tidak ditemukan tersangka lain selain saudara Veronica Lee"
Dokter Riant : "Apa!! Om dan Tante yang meminta?"
Lalu datanglah ke dua orang tua Veve.
Dokter Riant : "Om, Tante yang dikatakan polisi itu gak benar kan?"
Mamah Veve : "Yang dikatakan polisi itu benar apa adanya. Tante yang mempercepat proses itu"
Dokter Riant : "Tante ini gak benar. Veve bukanlah pelakunya. Om tolong lakukan sesuatu. Veve gak bersalah"
Papah Veve : "Om tidak bisa melakukan hal apapun. Hiks. Hiks. Hiks."
Polisi : "Mari saudara Veronica Lee. Silahkan ikut kami ke kantor polisi"
Akhirnya aku pun pergi ke kantor polisi untuk di masukkan ke dalam penjara.
Dokter Riant : "Om, Tante ini gak benar. Om sama tante tahu sendiri kan gimana sifat Veve. Dia gak bakal membunuh saudaranya sendiri. Om sama tante tahu sendiri kan gimana sifat iri dan dengkinya Valerie"
Mama Veve : "CUKUP RIANT. Valerie sudah meninggal sangat tidak sopannya kamu menjelek – jelekkan orang yang sudah meninggal"
Dokter Riant : "Menjelek – jelekkan? Memang dari dulu sifatnya seperti itu tan. Aku gak perlu menjelek – jelekkan dia tapi dia sendiri yang menjelek – jelekkan dirinya sendiri dengan sifat iri dan dengkinya itu"
Plak. Mama Veve menampar Dokter Riant.
Dokter Riant : "Kenapa tan. Kenapa tante hanya peduli dengan Valerie? Kenapa Veve gak pernah tante anggap ada? Apa karena Valerie punya penyakit dan Veve diberi tuhan kesehatan? Itu gak bisa jadi tolak ukur tante sebagai seorang ibu untuk pilih kasih. Mereka berdua adalah anak tante. Darah daging tante sendiri. Tante adalah salah satu contoh ibu yang gagal. Tante bukan ibu yang sempurna bagi anak – anak tante dan juga suami tante."
Cerita Berlanjut
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.