Seorang lelaki menatap kota Jet dari sebuah gedung pencakar langit sambil menatap ke kejauhan.
Dia tersenyum, sambil memandangi orang-orang yang sibuk berlalu lalang menyeberangi zebra cross.
Sementara itu, seorang lelaki lainnya berdiri di belakangnya, memberikan laporan harian yang di perintahkan padanya. Mulutnya hampir berbusa membacakan isi laporan itu.
"Pagi tadi Velina meninggalkan kediamannya dan langsung menuju ke Val Entertainment. Sampai saat ini dia masih disana. Belum tahu sampai jam berapa. Tapi biasanya sampai sore lalu kalau hari selasa seperti hari ini dia biasanya akan langsung pergi ke Velmar Club, berolahraga selama dua jam lalu… Daniel!" Ia menghela nafas dalam-dalam, rasanya kesal sekali pada lelaki di hadapannya ini.
"Teruskan, kenapa berhenti?" Tanyanya, sambil menyesap kopinya. Dia harus menyesap kopi pahit agar tidak mengantuk di siang bolong seperti ini.
"Seriously, dude! Kalau kamu naksir sama Velina mestinya kamu kejar dia, dong! Kenapa malah stalking* seperti ini?" Aaron, asistennya, merasa jengkel.
"Ini caraku melindunginya, kok!" Jawab Daniel singkat. Dia memang menyuruh dua orang pengawal terbaiknya untuk membuntuti Velina dengan diam-diam, demi menjaga keselamatannya.
Sebaliknya, mereka berdua diharuskan untuk memberikan laporan setiap kali Velina pergi ke suatu tempat.
"Stalking sih stalking aja…" Aaron memutar kedua bola matanya.
"Wajar sih, kamu kan belum pernah jatuh cinta!" jawab Daniel tepat sasaran. Paku itu tertancap tajam di relung hati Aaron.
"Kalau mau menderita begini, sendiri saja, tak perlu ajak-ajak!" Ia menjawab dengan tambah jengkel.
"Mau aku ajarkan cara mendapatkan hati seorang wanita? Aku pakarnya lho!" ujarnya, sambil menepuk-nepuk dadanya.
"Seorang pakar wanita tak akan menjomblo selama 27 tahun" jawabnya lagi, tanpa sekalipun mengalihkan perhatiannya dari kaca jendelanya.
Aaron: "..."
Bos, apa kamu bisa lebih kejam lagi?
Lantai ke-100 ini sepertinya cukup tinggi untuk bunuh diri.
Daniel berdiri, dan membalikkan badannya.
Dia menatap Aaron.
Ekspresi wajah lelaki itu jelas terlihat gusar, entah pada siapa.
Ia memang selalu terlihat menyebalkan seperti itu.
Sudut kiri bibirnya mengangkat sedikit, menyeringai tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Daniel tersenyum simpul menatap teman dekatnya itu. "Nanti aku carikan teman Velina, model-model yang cantik untuk aku perkenalkan padamu" Dia menepuk-nepuk bahu Aaron saat dia berjalan melewatinya.
"Hey, kamu mau kemana?!." Aaron berteriak, baru tersadar ketika Daniel sudah sampai di pintu keluar dari ruangannya.
"Aku mau ke tempat Mickey. Disini sangat membosankan. Terlebih melihat wajahmu yang kusam begitu!"
"Kau pikir mukaku kusam gara-gara siapa!" Aaron berteriak dari dalam ruangan Daniel.
Untung saja, ruangan Daniel kedap suara. Terlebih, meja-meja sekretaris terletak agak jauh di luar sana.
Daniel sudah menghilang dari pandangannya ketika ia mulai menyumpah serapah. Bekerja dengan Daniel memang benar-benar menghabiskan energinya, terlebih emosinya. Kesabarannya benar-benar teruji.
Aaron sangat yakin, ia bisa bekerja dimanapun di dunia ini dengan nyaman karena dibandingkan dengan apapun, bekerja beriringan dengan Daniel si Raja Es selama lima tahun terakhir adalah hal tersulit dalam hidupnya.
******
Velina keluar dari dalam mobilnya.
Dia memarkirkan kendaraannya di bawah pohon, yang membuat orang-orang menatapnya kagum karena dia mengendarai mobil supercar Lamborghini-nya.
Dia menatap keluar, melihat ke arah sebuah gedung dua lantai, itu adalah kantor My Tech, sebuah perusahaan pembuat permainan virtual.
Dengan langkah mantap, Velina yang mengenakan celana jeans biru laut panjang dengan kemeja berwarna putih yang bagian lengannya dilipat sampai siku dan tentu saja, sepatu converse 70 berwarna putih pendek, melangkah masuk ke dalam sebuah cafe.
Beberapa orang memandanginya ketika dia masuk sendirian dengan penuh percaya diri. Dia segera melangkah ke bagian sudut, menaiki tangga yang akan membawanya ke kantor My Tech.
Di lantai dua, kantor itu terlihat sangat sederhana. Ada sebuah lobi yang berisi beberapa bangku sofa yang nyaman, serta sebuah meja resepsionis yang bertuliskan 'My Tech' besar-besar di bagian belakangnya.
Begitu dia memasuki kantor itu, dia segera menyebutkan namanya dan resepsionis itu segera membawanya masuk, mengarahkannya ke suatu tempat.
Velina menatap sekelilingnya dengan rasa penasaran.
Kantor itu tidak terlihat terlalu besar, ada beberapa buah monitor besar, dan juga beberapa orang yang mengenakan pakaian kumal, sedang asik di depan layar monitor mereka masing-masing.
Orang-orang ini sepertinya sudah berhari-hari tidak mandi.
Mereka akhirnya sampai di tujuan.
Di bagian sudut, resepsionis itu menekan sebuah tombol yang membaca sidik jarinya.
Sebuah pintu kemudian bergeser ke samping. Mereka segera memasukinya. Ruangan itu sangat kecil. Di dalam, resepsionis itu menempelkan kartu pengenalnya lalu kembali menempelkan sidik jarinya. Tak lama, lift bergerak turun.
Velina sama sekali tak heran dengan penemuannya itu. Beberapa detik kemudian, pintu lift terbuka dan mereka sampai di sebuah ruang terbuka yang luas sekali. Dia berdecak kagum. Ruangan itu terlihat sangat futuristik minimalis, seolah-olah mereka sedang berada di sebuah kapal ruang angkasa.
Dia lalu berjalan menuju sebuah ruangan lainnya.
"Masuk!" Seorang pemuda menjawab dari dalam.
Velina kemudian memasuki ruangan itu setelah dia mengetuk pintunya terlebih dahulu.
"Hi, Mickey! Kantormu keren banget!" sapanya begitu dia melihat Mickey tersenyum padanya, di hadapannya ada seorang lelaki yang kemudian membalikkan tubuhnya untuk menatapnya.
Daniel menoleh, dia sangat terkejut melihat kehadiran Velina yang tiba-tiba. Namun, sesaat kemudian, senyumnya terkembang lebar.
Kali ini, ternyata Velina yang cukup terkejut melihat lelaki itu di hadapannya.
"Daniel?!".
***
Stalking* : Mengikuti seseorang dengan diam-diam dan mencari informasi tentang orang tersebut apapun caranya dengan sangat mendetail.