Sepulang dari Singapura, semangat Karin mulai hidup kembali, hampir tiga minggu sudah, di tiap akhir pekannya Karin bolak balik ke Singapura untuk melihat keadaan Aska yang mulai stabil. Hanya jantungnya saja yang masih memakai bantuan peralatan medis, karena memang sudah terlanjur parah.
Perusahaan Aska pun mulai maju pesat di bawa kendalinya apalagi di bantu tangan dinginnya Nathan yang memang sudah ahli dalam mengelola sebuah perusahaan.
Pagi ini di dalam ruangannya, Karin duduk bersandar sambil menghilangkan rasa penatnya, entahlah dalam Minggu terakhir Karin merasakan rasa lelah yang berlebihan.
Sudah hampir sebulan lebih, Karin terpisah jauh dari suaminya Aska. Jarak rentang yang jauh, membuat hati Karin selalu merindukan kehadiran Aska di sampingnya. Apalagi dalam Minggu terakhir ini, rasa rindunya pada Aska tak bisa di bendungnya lagi, tiap malam saat Karin tidur selalu memakai kemeja Aska, dan memeluk selembar foto Aska sebagai pelipur rindunya.
Dengan memejamkan matanya, Karin mengukir bayangan Aska di pelupuk matanya.
"Hemm." suara Alea membuyarkan lamunan Karin.
"Alea, sejak kapan kamu di sini?" tanya Karin dengan wajah terkejut.
"Barusan Rin, apa kamu capek? kamu bisa istirahat di rumah jika kamu mau." ucap Alea berjalan menghampiri Karin dan memijat pelan tengkuk belakang leher Karin.
"Pijatanmu tetap mantap seperti dulu Lea, sangat beruntung laki-laki yang mendapatkan kamu nanti." ucap Karin sambil memejamkan matanya merasakan pijatan Alea yang membuat lehernya sedikit ringan.
"Aku tidak akan menikah sebelum Kak Edo menikah Rin." ucap Alea masih memijat leher Karin.
"Jangan bilang seperti itu Lea, pamali...kamu tidak bisa merubah takdir yang sudah di gariskan oleh Tuhan, kamu harus ingat itu." ucap Karin menasihati Alea.
"Rin, Kak Edo sebentar lagi akan kesini, mau bahas soal kerjasama yang pernah Kak Edo tawarkan padamu, gimana kamu mau kan kerjasama dengan Kak Edo?" tanya Alea menatap Karin penuh harap.
"Tentu saja aku mau Lea, aku sudah menjawab Edo waktu itu, Edo saja yang tidak ada waktu untuk menemuiku." jawab Karin sambil menekan pelan pelipisnya, rasa pusing dan perutnya yang terasa mual membuat tubuh Karin sangat lemas.
"Bukan tidak ada waktu Rin, Kak Edo takut bertemu denganmu, takut rasa cintanya semakin mendalam padamu." ucap Alea dengan kekehan.
"Kamu Lea, selalu menggoda Edo, kasihan Edo kalau kamu terus mengingatkan hal itu." ucap Karin sambil menahan rasa mualnya.
"Aku bicara yang sebenarnya Rin, Kak Edo saja yang tak mau mengakuinya jika masih mencintaimu." ucap Alea duduk di depan Karin.
"Alea, jangan seperti itu lagi, kasihan Edo jika kamu selalu mengingatkan hal itu terus, apa kamu mau Edo selamanya seperti itu?" tanya Karin yang membuat Alea tercenung.
"Maafkan aku Rin, aku hanya ingin Kak Edo bahagia dengan wanita yang di cintainya...dan wanita itu kamu Rin." ucap Alea dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku sangat mengerti Lea, aku juga sangat menyayangi Edo, dia sudah seperti kakakku, dan aku juga ingin dia bahagia Lea." ucap Karin menatap Alea lembut.
"Aku ingin melihat Kak Edo bahagia bersamamu Rin." Isak tangis Alea.
"Waktu tidak bisa terulang Alea, dan semua harus kita kembalikan pada yang di Atas, kita hanya bisa menjalani takdirNya Lea." ucap Karin mengusap lembut airmata Alea.
"Tok..Tok..Tok"
Karin menoleh ke arah pintu yang terketuk dari luar.
"Hapus airmatamu Lea... sepertinya Edo yang datang, dan tolong bisa kamu buka pintunya? aku sedang tidak enak badan." ucap Karin seraya menegakkan punggungnya yang terasa sakit juga.
Alea bangun dari duduknya, dan melangkah ke arah pintu seraya membuka knop pintu.
Edo berdiri di pintu dengan membawa buah apel kesukaan Karin.
"Kakak, kenapa hanya bawa buah apel, mana buah kesukaanku." rengek Alea sambil menggandeng lengan Edo.
"Punyamu ada di mobil Lea...apa kakak ambil sekarang." ucap Edo seraya meletakkan buah apel di meja Karin.
"Gak usah Kak...biar aku makan apelnya Karin saja." balas Alea sambil mengambil sebuah kursi lagi agar Edo bisa duduk di depan meja Karin.
"Kamu tidak perlu repot-repot bawa apel Do, entar juga yang habiskan Alea." ucap Karin dengan senyum, sambil melirik Alea yang sudah mencomot satu buah apel.
Edo hanya tersenyum, kemudian mengeluarkan beberapa berkas yang akan di tawarkan pada Karin untuk kontrak kerjasama.
"Karin, di sini aku sudah memberikan semua data dari perusahaanku, dan juga sudah aku lampirkan perhitungan keuntungan yang akan di peroleh perusahaan kamu selama kita kita bekerjasama." ucap Edo menyodorkan berkas-berkas itu di hadapan Karin.
"Oke Do, dari aku pribadi, aku tidak perlu membacanya lagi, aku sangat percaya padamu, tapi nanti tetap akan di cek ulang oleh pihak costingku dan juga akan di cek ulang sama Nathan." jelas Karin dengan lugasnya.
"Alea bisa minta tolong panggilkan Nathan,..." ucap Karin pada Alea.
Alea mengangguk, dan segera keluar pintu untuk memanggil Nathan.
Edo mengangguk pasti.
"Aku senang bisa bertemu dengan Nathan." ucap Edo sambil menatap Karin dalam-dalam, nampak wajah Karin terlihat pucat.
"Karin apa kamu sakit?" tanya Edo dengan hati cemas.
"Ga tahu juga Do, seminggu ini badanku terasa lemas, dan perutku juga terasa gak enak." keluh Karin pada Edo, sambil memijat pelipisnya dengan pelan.
"Aku antar ke dokter ya?" ajak Edo dengan lembut.
"Aku tidak apa-apa Do, nanti juga sembuh." ucap Karin menahan kepalanya yang semakin pusing serta matanya yang berkunang-kunang.
"Apa perlu aku belikan obat Rin?" tanya Edo sedikit panik melihat keringat dingin yang sudah membanjiri kening Karin.
"Aku sudah punya Do." jawab Karin sambil bangun dari duduknya dan melangkah ke arah meja yang telah tersedia dua gelas air putih.
Dengan gemetar Karin hendak meraih segelas airputih, namun tubuhnya tak mampu lagi untuk berdiri.
Tubuh Karin terkulai dan jatuh dalam pelukan Edo yang mengikuti Karin di belakangnya.
Dengan sigap Edo mengangkat tubuh Karin dalam gendongannya, dengan bersamaan munculnya Nathan dan Alea ke dalam ruangan Karin.
"Ya Tuhan, kenapa dengan Karin Kak?" tanya Alea mendekati Karin dengan panik.
"Aku tidak tahu, tiba-tiba dia pingsan saat mau mengambil air minum." jawab Edo dengan hati cemas.
"Nathan, cepat siapkan mobil, kita bawa Karin ke rumah sakit sekarang." ucap Alea sambil menarik lengan Nathan yang masih terbengong melihat Karin yang pingsan dalam gendongan Edo.
Dengan panik, Edo berlari kencang sambil mengangkat tubuh Karin dalam gendongannya.
"Ayo cepat masuk Kak." ucap Alea sambil membuka pintu mobil.
Edo mendudukkan Karin di samping Alea, sedangkan Edo duduk di depan bersama Nathan yang sudah siap di kursi pengemudi.
"Ayo Nat, cepat jalankan mobilnya." teriak Alea sambil mendekap kepala Karin yang masih tak sadarkan diri.
Dengan kecepatan tinggi, Nathan menjalankan mobilnya menuju rumah sakit yang terdekat.
Setiba di rumah sakit, Edo dan Nathan bersamaan keluar dari mobil dan segera menghampiri Karin yang masih di dalam mobil.
"Sekarang biar aku yang menggendongnya Do." ucap Nathan sambil masuk ke dalam mobil dan segera mengangkat tubuh Karin dan menggendongnya.
Edo tak menghiraukan ucapan Nathan, dengan cemas Edo mengikuti Nathan yang membawa Karin ke Unit Gawat Darurat.
Malam kk,..
Happy reading,..
Kira-kira apa yang terjadi pada Karin,..
Apa kk bisa menebaknya,...
Aku memakai tema " Edo Vs Nathan "
kira2 apa nih KK maksudnya...
Sapa yang ingin cerita ini segera di tamatin,
harus tetap stay di sini dan kasik saran2 y kk,..
terutama Vote dan komentar di ulasan,..pake bintang 5 ya kk,...semakin banyak vote aku janji up dua kali,....minim 40 deh hehehehe
Mksh kk,...luv u all,...