Baixar aplicativo
3.02% FALLING IN LOVE / Chapter 16: LOVE OR LOVE

Capítulo 16: LOVE OR LOVE

Aska memegang pistolnya dengan harapannya yang telah musnah, tidak ada lagi jalan keluar selain hanya dengan kematiannya.

Aska menatap Karin dengan mata yang putus asa. Hati Karin menegang melihat Aska seperti kehilangan kesadarannya.

Aska mengangkat pistolnya tepat di mata Karin.

"Lihat baik-baik, pistol ini ada pelurunya, dan aku tidak bercanda dengan kematian." Aska mengeluarkan peluru dari pistolnya dan memasukkannya kembali tepat di mata Karin. "Jika kamu marah padaku, bahkan membenciku, dan tetap bersikeras meninggalkanku, kamu bisa membunuhku sekarang, karena jika aku masih hidup aku tidak akan pernah membiarkan kamu pergi." Aska meletakkan pistolnya ke telapak tangan Karin.

Karin diam terpaku, matanya menatap pistol yang sekarang berada dalam genggamannya. Tangannya gemetar, tubuhnya terasa kaku dan tak mampu untuk bergerak. Bibirnya terasa keluh untuk bersuara. Ketakutan mulai menyergapnya, baru kali ini Karin tahu, di balik sikap manis Aska ternyata tersimpan hati yang begitu sangat keras.

"Dan apa ini sebuah pistol? kenapa Aska sampai ada menyimpan pistol di mobilnya? apakah dunia Aska sangat berbahaya?" rasa ketakutannya semakin menelan jiwa Karin.

"Kenapa diam! cepat lakukan, agar kamu bisa keluar dari sini." perintah Aska.

Karin memejamkan matanya berlahan, tangannya bergetar hebat, ingin sekali Karin menarik pelatuknya agar dia bisa pergi jauh dari kehidupan Aska, yang telah tega menyakiti hatinya dengan menyimpan suatu kebohongan.

Hati Karin sungguh sangat terluka, Namun ada perasaan yang lebih besar dari semua itu, dan sungguh Karin tidak tahu apa itu.

"Kenapa tidak cepat kamu lakukan, aku sudah siap untuk mati." Suara Aska terasa berat terdengar. Ada kesedihan di sana, ada keputusasaan di matanya.

Hati Karin melemah, tangannya terasa lemas untuk menekan pelatuknya. Wajah Karin tertunduk,

"Aku tidak bisa melakukannya, aku bukan seorang pembunuh, biarkan aku pergi sekarang aku sudah lelah dengan hubungan pura-pura ini." lirih Karin menahan tangis, di letakkannya pistolnya di paha Aska.

"Kamu tidak perlu kuatir, aku akan membuat surat pesan dariku, bahwa aku yang menginginkan ini." dengan suaranya yang dingin, Aska mengeluarkan notebook yang di dalam lacinya, kemudian Aska menyobek selembar, dan segera menulis sesuatu dengan cepat, bahkan Aska juga menandatangani pesan surat tersebut.

Hati Karin semakin menciut dengan sikap Aska yang begitu menginginkan kematiannya.

"Sekarang lakukan, pesanku sudah aku tulis." Aska menyerahkan kembali pistolnya ke tangan Karin.

Karin mengibaskan tangan Aska dengan keras. Hingga pistol itu hampir lepas dari tangan Aska.

"Apa kamu sudah gila haahh!" teriak Karin dengan pikiran yang berkecamuk, antara ketakutan dan kemarahan.

"Yah! aku sudah gila! karena aku sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya agar kamu mau mendengarkanku dan tidak meninggalkanku!" jawab Aska dengan suara tercekat. Matanya nampak berkabut, dengan wajahnya yang semakin pucat.

"Aku mohon Ka, biarkan aku pergi. Kamu bisa memulai hidupmu dengan sonya tunanganmu, seperti saat kamu belum mengenalku." isak Karin, sudah cukup Karin menahan sakitnya,

"Baiklah, jika ini yang kamu pilih. Kamu masih ingin pergi meninggalkanku kan? kamu bisa pergi, dan mengambil kuncinya dalam kantongku ini, tapi sebelum itu aku akan menepati janjiku." Aska berlahan mengambil pistol yang di pahanya, Aska mengangkat pistol yang di genggamnya, ujung pistol di tempelkannya tepat di samping kepalanya. Mata Aska terpejam, berakhir sudah rasa cinta dan rindunya yang baru saja di rasakannya.

"Aku mencintaimu Karin, selamat tinggal." lirih suara Aska. Jari Aska berlahan menarik pelatuk pistolnya dan akan melepasnya.

Namun saat jari Aska melepas pelatuknya Karin mendorong tubuh Aska dengan keras, hingga tangan Aska oleng dan letusan pun terdengar dengan peluru yang mengenai kaca depan mobil.

Karin terjatuh dalam pelukan Aska, airmatanya tumpah, ketakutannya benar-benar berada di puncaknya.

Dia tidak mampu melihat kematian Aska, walaupun hatinya telah terluka.

Karin menangis di dada Aska, Hati Aska seakan menyatu dan menemukan kesadarannya, Karin tidak menginginkan kematiannya. Aska membiarkan Karin yang memeluknya dengan erat.

"Kenapa kamu mendorongku? Seharusnya biarkan aku mati, karena selama aku hidup aku tidak akan membiarkanmu pergi." dengan mata yang dingin, Aska menatap mata Karin menuntut jawaban.

Karin menundukkan wajahnya, tidak mampu menjawab pertanyaan Aska, yang dirinya sendiri juga tidak tahu, kenapa dia tidak ingin melihat Aska mati.

"Aku mohon, biarkan aku keluar sekarang, aku ingin istirahat selesaikan masalahmu dengan Sonya." jawab Karin lirih.

Aska menatap Karin dengan pikiran yang tak yakin.

"Apakah itu berarti, kamu tidak akan pergi? tidak akan meninggalkanku?" cecar Aska.

"Untuk hari ini tidak, tidak tahu besok! lebih baik kamu selesaikan masalahmu dengan Sonya secepatnya, aku tidak ingin menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian." jawab Karin lagi.

"Aku memberimu waktu seminggu untuk menyelesaikannya." lanjut Karin.

Dengan perasaan bahagia yang meluap Aska memeluk tubuh Karin erat.

"Trimakasih Rin, aku akan secepatnya menyelesaikan masalah ini." ucap Aska tanpa melepaskan pelukannya.

"Lepaskan pelukanmu, aku melakukan ini bukan berati aku memaafkan mu. Aku masih marah padamu! ingat itu!" kecam Karin, dengan melepas kasar pelukan Aska.

Aska terpekur sejenak, memikirkan bagaimana caranya agar Karin tidak lagi marah padanya.

"Kamu tidak perlu berpikir yang lainnya, selesaikan saja masalahmu dengan Sonya! dan kamu juga harus menceritakan bagaimana sampai kamu punya pistol di mobilmu!" Karin mengulurkan tangannya meminta kunci mobil.

Aska mengambil kunci mobil dalam kantongnya dan di berikan pada Karin. Bergegas Karin membuka pintu mobil dan keluar secepatnya meninggalkan Aska yang masih termenung mencari jalan keluar dengan waktu hanya satu minggu untuk menyelesaikan masalahnya.

Baru beberapa langkah Karin mengingat sesuatu, dengan setengah hati, Karin berbalik ke mobil di mana Aska masih termenung. Kepala Karin melongok masuk.

"Kamu kenapa tidak turun? cepat turun sekarang! segera isi perutmu, dan minum obat yang dari Dokter Heru."

Aska mendongak, menatap Karin dengan perasaan yang tiba-tiba penuh semangat , perasaan hatinya mulai berkembang kembali dengan perhatian Karin yang tak berkurang sedikitpun walau dalam keadaan marah. Aska dengan cepat turun mengikuti Karin di belakangnya.

Di ruang tengah Karin naik ke atas ke kamarnya, sedangkan Aska belok ke arah dapur untuk mengisi perutnya yang merasa lapar.

Karin memasuki kamarnya dengan hati yang masih gelisah. hidupnya menjadi sangat rumit sejak dia mengenal Aska. Serasa dirinya di ciptakan hanya untuk di samping Aska. Tak bisa menjauh apalagi melepaskan diri.

"Sonya adalah tunangan Aska, sedangkan dirinya bukanlah siapa-siapanya Aska. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah Sonya dan orang tua Aska tahu dengan penyakit Leukemia yang di derita Aska? apakah mereka tahu jika hidup Aska di perkirakan tidak akan lama lagi?"

Karin mengambil nafas panjang, kepalanya terasa mau pecah.

"Dan aku sendiri...ada apa dengan hatiku? kenapa aku tidak bisa melihat dia terluka walau sedikit saja? Aska, apa yang telah kau perbuat dengan hatiku? kenapa aku sangat marah dan merasa sangat terluka saat tahu kamu telah bertunangan?" Karin memegang dadanya, dengan menatap langit-langit kamarnya dengan seribu pertanyaan di hatinya.


Capítulo 17: SONYA

Siang hari Aska masih tertidur menyusup dalam selimut tebalnya. Badannya terasa remuk, rasa pegal dan capeknya sehabis dari pantai baru terasa sekarang. tubuhnya kaku semua, terutama pada kakinya. Aska meraba-raba mencari gulingnya namun tidak ada , mata Aska terbuka sedikit memicingkan mata mencari gulingnya.

"Kamu mencari ini?" Karin sudah berdiri tegak di samping ranjangnya, dengan membawa sebuah guling.

"Mati aku! pasti dia akan menyiksaku kali ini." batin Aska , dengan tersenyum kecut Aska bangun dari tidurnya dan meraih guling yang masih di bawa Karin.

"Bisa kamu berikan gulingnya? badanku terasa sakit semua, seperti remuk tulangku." kata Aska jujur, berharap Karin akan mengasihaninya.

"Kamu berhutang cerita padaku, soal pistol itu!" Karin duduk di samping ranjang Aska tanpa memberikan gulingnya pada Aska.

"Ceritakan sekarang!" minta Karin.

Aska duduk bersila menopang dagunya di atas bantal.

"Aku adalah seorang CEO Rin, punya banyak pesaing, yang beberapa dari mereka pasti ada yang punya jahat untuk menggulingkan perusahaanku, di antara mereka pasti ada yang berniat jahat padaku. Bahkan mungkin ada yang ingin membunuhku, karena aku adalah pewaris tunggal dari perusahaan besar di Eropa sana. Daddy dan Mommyku tinggal di sana. Aku hanya sendirian di sini, jadi aku harus bisa menjaga diriku sendiri." jelas Aska menatap Karin yang mendengarkan ceritanya.

"Kata Pak Damar dan Bik Imah, dulu kamu sangat terkenal dengan sifat arrogantmu, dan keras kepala, banyak mempunyai teman wanita, sering keluar masuk pub. Apakah itu benar?" tanya Karin.

Aska mengangkat salivanya, dasar Pak Damar dan Bik Imah tidak bisa menutup rahasia.

"Kamu tidak usah memarahi mereka, aku yang memintanya."lanjut Karin.

"Sekarang jawab saja benarkah itu?" lanjut Karin seolah tahu kalau Aska mau memarahi Pak Damar dan Bik Imah.

Aska menggangguk lemas, tidak bisa menutupi kenyataan yang ada. Dulu memang dia seperti itu.

"Itu dulu, sekarang aku adalah Aska yang berbeda." lirih suara Aska mirip sebuah bisikan.

Karin tertawa lirih.

"Aku tahu itu, itupun dirasakan Pak Damar dan Bik Imah, kenapa bisa berubah begitu? apa ada penyebabnya? apakah sejak kamu tahu soal penyakitmu yang parah itu?" selidik Karin.

"Bukan karena itu! kamu tahu sendiri aku tidak takut dengan penyakitku bahkan kematian." sahut Aska cepat.

"Terus, karena apa?"

"Apakah kamu akan percaya? jika aku jawab yang sebenarnya?" tanya Aska balik.

"Lihat dulu, seperti apa jawabanmu." tatap Karin tepat ke manik mata Aska.

"Itu semua karenamu, sejak aku mengenalmu sejak aku mencintaimu!" jawab Aska dengan jujur.

"Aku tidak takut mati jika memang penyakitku bisa menyebabkan kematianku, yang aku takuktkan jika aku kehilanganmu, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian. Aku juga tidak tahu kenapa aku tidak bisa marah padamu, ataupun menyakiti hatimu. Aku ingin menjagamu semampuku. Untuk itu aku meninggalkan semua dunia malamku, terutama semua wanita yang mengenalku. Aku hanya menginginkan dirimu, sejak hari kemarin, hari ini dan hari-hari selanjutnya yang akan datang." lanjut Aska jujur dengan panjang lebar. Hatinya terasa lega karena sudah mengungkapkan semua isi hatinya pada Karin.

Karin melepaskan nafas panjang, dadanya sedikit terasa sesak mendengar suara hati Aska yang di ungkapkannya sekarang.

Karin diam tak bisa berkata-kata. Semua yang di dengarnya, sangat sulit untuk Karin percayai. Sudah cukup lama Karin menutup hatinya pada semua laki-laki, perasaan cintanya sudah lama mati. Walaupun itu pada mantan kekasihnya Edo yang tega menghianati kesetiaannya.

"Apa pendapatmu, tentang perasaanku ini?" tanya Aska, dia tidak berani bertanya apakah Karin mempunyai perasaan yang sama, karena Aska tahu sudah beberapa kali Karin telah menolaknya.

"Terserah kamu, aku tidak bisa memberi pendapat apa-apa. Itu hak kamu." jawab Karin datar.

"Hanya dua yang aku minta darimu, pertama jauh-jauh dari pistolmu, aku tidak ingin lagi ada kejadian seperti tadi, dan yang kedua secepatnya selesaikan masalahmu dengan Sonya. Jika memang kamu harus menikah dengan Sonya aku senang mendengarnya itu berati tugasku selesai!"

"Jika aku memutuskan Sonya, apakah kamu mau menerimaku?" sahut Aska.

"Aku tidak tahu!" jawab Karin dengan hati yang rumit.

"Selesaikan saja dulu, masalahmu itu Seminggu ini aku akan tetap di sini, jika masalahmu belum selesai, aku akan pergi dari sini. Dan kamu tidak akan bisa mencegahku lagi."

"Baiklah." ucap Aska dengan putus asa.

"Ayo bangunlah, kita makan siang sekarang." ajak Karin sambil mengembalikan guling yang di pegangnya pada Aska.

Karin keluar dari kamar melangkah turun tangga menuju meja makan yang dekat dengan dapur masak.

Aska keluar kamar dengan masih berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya untuk memutuskan Sonya secepatnya.

Bergegas Aska menghampiri Karin yang sudah duduk di meja makan.

"Duduklah, cepatlah makan dan jangan lupa minum obatmu. Jangan lupa besok waktunya kemoterapi lagi." ucap Karin sambil memberikan piring kosong pada Aska. Aska menerimanya, dan segera mengambil nasi dan beberapa menu yang khusus di siapkan hanya untuknya.

"Tuan Aska di ruang tamu ada Nona Sonya yang menunggu anda, maunya masuk kemari tapi saya bisa menahannya. Sekarang apa yang harus saya lakukan?" tanya Pak Damar yang muncul tiba-tiba.

Aska menatap Karin dengan tatapan mata minta pendapat.

"Temuilah Sonya, dan jelaskan apa yang ingin kamu mau jelaskan ke Sonya. Aku di sini tidak ada meminta kamu untuk memutuskan pertunangan kamu!" Karin memastikan ke Aska bahwa dia tidak ingin di pandang sebagai pihak ke tiga yang menghancurkan hubungan antara Aska dan Sonya.

Dengan hati gusar Aska beranjak dari kursinya dan melangkahkan kakinya ke ruang tamu menemui Sonya yang menunggunya.

Wajah Sonya nampak berseri-seri saat melihat Aska keluar dari dalam. Sonya bangkit dari duduknya dan berlari menubruk tubuh Aska, di peluknya Aska dengan sangat erat.

"Askaaa, aku rindu sayang. Sudah lama kamu tidak mengunjungi aku, makanya aku nekat kemari." ucap Sonya menatap Aska dengan perasaan rindu.

Aska dengan kikuk berlahan melepaskan pelukan Sonya,

"Duduklah Sonya, ada yang aku bicarakan padamu." ucap Aska dengan serius.

Sonya menatap wajah Aska yang nampak gelisah.

Sonya duduk di depan Aska yang menatap meja dan mengetuk meja dengan jarinya.

Aska mendongakkan wajahnya menatap Sonya yang menunggunya bicara dengan wajahnya yang serius.

"Kamu tahu sendirikan Sonya, sejak awal aku tidak menyetujui pertunangan ini, karena aku tidak mencintaimu. Tapi kamu terus memaksaku untuk mencobanya, dan kamu pernah berjanji jika aku masih belum bisa mencintaimu, maka aku bisa mengakhiri pertunangan ini." kata Aska mengingatkan kesepakatan dulu antara dirinya dan Sonya. Wajah Sonya memerah, matanya mulai berkabut, hatinya tiba-tiba merasa tidak enak dengan perkataan awal Aska.

"Terus, apa maksudnya dengan perkataanmu Aska?" tanya Sonya dengan hati yang berdebar-debar, rasa takut kehilangan Aska mulai menyelimuti hatinya.

"Aku ingin mengakhirinya, aku tidak bisa meneruskan pertunangan kita ini. Aku tidak bisa mencintaimu." ucap Aska menatap Sonya memberi penjelasan.

"Kenapa tidak bisa mencintaiku? pertunangan kita baru tiga bulan, dan dua bulan kita tidak ada bertemu. Bagaimana bisa ada waktu kamu untuk mencintaiku. Beri kesempatan aku untuk membuatmu mencintaiku." mohon Sonya.

"Aku sudah mencintai wanita lain." sahut Aska.

Sonya mendongak, menatap mata Aska mencari kesungguhan di sana, Dan memang ada kejujuran di mata Aska.

"Aku tidak percaya dengan apa yang kamu katakan! bukankah selama ini kamu tidak pernah bisa mencintai siapapun kecuali dirimu sendiri dan orang tuamu?" tanya Sonya dengan mata yang berkaca-kaca

"Kamu harus percaya, aku memang sangat mencintainya, dan ingin menikahinya. Jadi aku ingin memutuskan pertunangan ini." jawab Aska dengan suara yang jelas.

"Siapa wanita itu Aska? kamu tidak bisa memutuskan pertunangan ini, karena ini menyangkut orang tuamu dan orang tuaku." sahut Sonya dengan hati yang mulai di penuhi emosi.

"Kamu tidak perlu tahu siapa wanita itu, dan biar aku yang nanti menjelaskan Daddy dan Mommyku."

"Mungkin kamu bisa menjelaskan ini pada Daddymu, tapi aku tidak yakin dengan Mommymu. Kamu tahu Mommymu sangat menyayangiku." Sonya tersenyum sinis , menggertak Aska dengan menggunakan Mommynya sebagai alat karena Sonya tahu Mommy Aska sangat baik padanya.

Aska menatap Sonya dengan hati yang mulai kesal.

"Soal orang tuaku, itu akan menjadi urusanku, jadi kamu jangan melibatkan diri. Jika kamu melakukannya akan tahu sendiri akibatnya." ancam Aska.

Sonya bangkit dari duduknya dan menatap mata Aska dengan amarah dan rasa benci di hatinya.

"Aku bukan wanita lemah yang mudah kamu singkirkan, jika aku tidak bisa mendapatkanmu, maka wanita itupun tidak akan bisa mendapatkanmu. Itu janjiku!" kata Sonya dengan menghentakkan kakinya, dan berlalu pergi keluar pintu dengan menutupnya sangat keras.

Aska terdiam dan memijat keningnya yang tiba-tiba merasakan pusing. Masalah ini ternyata tidak mudah seperti yang di pikirkannya. Masalah jadi rumit jika Sonya akan melakukan keinginannya, dan itu akan membahayakan Karin.

Aska melepas nafasnya dengan berat, dengan pikiran yang rumit, Aska melangkahkan kakinya naik tangga dan berjalan menuju arah kamarnya.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C16
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank 200+ Ranking de Potência
    Stone 0 Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login

    tip Comentário de parágrafo

    O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.

    Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.

    Entendi