Tanpa menyadari arah kakinya melangkah, Mumut terkejut saat laki-laki itu menyapanya, dia baru sadar kalau dia sudah berada di ruangan Bian. Laki-laki itu menatapnya dingin tanpa senyum di wajahnya dan bertanya apa keperluannya, Mumut menjadi gugup karena ternyata dia telah duduk di depan mejanya Bian
Kalau saja yang di depannya adalah papanya Bian, Mumut bisa dengan mudah mengatakan keperluannya. Dulu ayah Mumut adalah sopir papanya Bian selama beberapa tahun sebelum akhirnya kecelakaan merenggutnya karena itu ia sering membantu Mumut saat mempunyai masalah keuangan. Pak Hartono membantu membayar uang kuliahnya sehingga gajinya bisa digunakan untuk keperluan lainnya, tapi sejak orang tua itu meninggal, ia harus membiayai semua itu dengan gajinya, ia terpaksa menjual laptop dan sepeda motor bututnya untuk membiayai kuliahnya.
Bian menatapnya, menunggu jawaban, matanya terlihat begitu kelam, seperti ada sesuatu yang mengganggunya.
Mumut merasa gugup, ia tak tahu harus berkata apa, yang ia tahu ia tak mungkin membiarkan kesempatan ini begitu saja. Mumut sudah bertekad untuk menyampaikan masalahnya pada Bian, ia tak perduli kalau Bian tak membantu bahkan mengusirnya dari ruangan ini.
Dengan gugup, Mumut mulai bercerita tentang ibunya yang kini terbaring di rumah sakit dan mengalami patah tulang paha karena kecelakaan yang dialaminya. Untuk penanganan lebih lanjut pihak rumah sakit memintanya untuk membayar DP sebesar sepuluh juta rupiah sebelumnya. Mumut mengatakan ia tidak punya uang sebesar itu, permohonannya untuk kasbon di perusahaan ditolak bagian keuangan karena ia tak memiliki sisa gaji yg memadai untuk dipotong lagi karena itu ia memohon agar diberi keringanan agar tetap bisa meminjam uang perusahaan, ia tak perduli kalo nantinya ia tak memiliki gaji sama sekali bahkan minus, ia akan membayarnya dengan bekerja lebih keras lagi.
Bian menatap gadis itu lama sebuah gagasan tiba-tiba muncul di benaknya, matanya sempat melirik pada undangan merah muda yang tergeletak di meja yang membuatnya terpuruk beberapa hati ini. Bian mengingat undangan resepsi pernikahan Ristie masih tiga minggu lagi, Randy menyarankan ia mencari pengganti gadis itu dan membawanya ke resepsi pernikahan Ristie agar gadis itu sadar bahwa Bian mampu move on darinya dengan cepat. Bian menolak usul itu dengan tegas, karena nyatanya ia memang sangat mencintai Ristie lagi pula bagaimana ia bisa mencari gadis yang mau dengannya dalam waktu secepat ini?
Mumut makin menunduk saat Bian menatapnya, ia merasa dadanya bergemuruh menunggu jawaban Bian. Ia merasa sangat tidak nyaman dengan situasi ini, ia hanya bisa berdoa agar Bian mengabulkan permintaannya.
Setelah lama mengamati gadis itu, Bian bisa melihat kalau gadis di depannya cukup menarik meski penampilannya sangat sederhana, saat ini Mumut mengenakan seragam cleaning service dengan kerudung warna putih tanpa make up sama sekali. Bian yakin gadis itu pasti akan terlihat cantik kalau didandani dan dia akan membawa gadis ini ke resepsi pernikahan Ristie. Bian ingin melihat bagaimana reaksi mantannya itu melihatnya datang bersama gadis lain.
Bian kembali menatap Mumut, di matanya gadis ini terlihat berbeda dengan gadis lainnya. Bian ingat gadis ini sering memasuki ruangannya untuk membersihkannya tapi dia tak pernah melihat gadis itu berusaha menggodanya seperti banyak karyawan perempuan yang lain, bahkan sepanjang dia berada di ruangan ini untuk berbicara dengannya gadis itu selalu menundukkan wajahnya.
" Baik," setelah lama dalam keheningan Bian akhirnya bicara, "Aku akan menanggung semua biaya ibu kamu selama di rumah sakit tapi ada syaratnya, Kalau kamu setuju aku akan segera membayarnya."
"Sepanjang syaratnya tidak melanggar perintah agama saya akan berusaha," jawab Mumut sambil meremas ujung bajunya.
***