Bunyi bel dari salah satu kamar pasien segera membuatku terbangun dari tidur lelapku, Aku segera mengangkat kepalaku dari atas meja dan melihat panel lampu untuk memastikan pasien di kamar mana yang membutuhkan pertolongan.
"Kamar sembilan,"gumamku sambil melirik ke arah Ali yang juga terbangun.
Masih dengan mengantuk, aku mencari rekam medik pasien di kamar sembilan namun tak menemukannya. Tiba-tiba aku ingat kalau kamar sembilan tadi tidak ada pasien ya alias kosong, aku menduga kemungkinan ada pasien yang datang ketika aku tertidur tadi. Aku melihat Ali telah bangun dari duduknya dan berjalan menuju kamar sembilan, aku segera berdiri dan berjalan tergesa di belakang Ali.
Entah mengapa aku merasa ada yang aneh dengan suasana malam ini membuat jantungku berdegup lebih kencang. Malam ini terasa seperti membeku, desiran angin terasa semakin dingin dan suaranya terasa menusuk telinga . Suara kecipak air di kolam koi terdengar begitu jelas di telingaku. Beberapa penunggu pasien yang biasanya ada di depan masing-masing kamar dan mengobrol, malam tak terlibat sama sekali. Sambil berjalan aku melihat jam di tanganku menunjukkan angka nol dua nol tiga pagi. Aku segera mempercepat langkahku mendekati Ali karena aku merasa seluruh tubuhku merinding dengan kesunyian ini
Aku dan Ali memasuki kamar nomor sembilan dan segera menuju tempat tidur pasien dari sisi yang berbeda. Kami melihat seorang perempuan setengah baya tampak terbaring lemah di sana tanpa ada yang menunggu, wajahnya yang cantik terlihat sangat pucat. Perempuan itu memaksakan sebuah senyum kepada kami berdua. Kami menyapanya hampir bersamaan, Ali kemudian menanyakan apa yang dikeluhkan si ibu sementara aku memeriksa infus yang terpasang di tangan kirinya yang mengalir lancar.
Si ibu tadi terbatuk beberapa kali, dia meminta kami membantunya untuk duduk. Dengan sigap kami membantu perempuan itu untuk duduk bersandar di kepala tempat tidur. Dia tidak mengatakan apapun untuk waktu yang lama, dia hanya menatap kami bergantian setelah itu ia mengambil tanganku dan tangan Ali kemudian menyatukannya dalam genggamannya.
Aku terkejut atas tindakannya dan mencoba menarik tanganku dari genggamannya. Aku terkejut saat merasakan ada sebuah aliran listrik yang cukup kuat menyengat saat tanganku bersentuhan dengan tangan Ali, Sekilas aku melihat Ali juga menarik tangannya dari tangan perempuan itu.
Aku melihat ekspresi kecewa dan sakit di wajah perempuan itu saat kami menarik tangan kami dari genggamannya, ia kembali menarik tanganku dan Ali ke dalam genggamannya. Kali ini aku dan Ali membiarkan saja tangan kami bersatu dalam genggamannya. Aku merasakan darahku berdesir dengan cepat saat tanganku kembali bersentuhan dengan tangan Ali.
"Ma, Pa..., aku Zeze, anak kalian. Aku tahu kalian tak mengenaliku. Aku memang datang dari masa depan untuk menyatukan kalian. Aku ingin kalian tak saling membenci lagi seperti saat ini dan saling membuka hati kalian," aku terkejut mendengarnya, suaranya tercekat saat mengatakan hal itu.
Aku merasa seluruh tubuhku merinding mendengarnya, aku mengalihkan tatapanku dari wajah perempuan itu. Tatapanku segera saja bertemu dengan tatapan Ali dan sepertinya aku melihat keterkejutan yang sama. Benarkah apa yang dikatakannya? Mungkinkah seseorang datang dari masa depan ke masa kini hanya untuk melakukan hal seperti itu?
"Aku mohon, Pa, Ma.... atau aku tak kan pernah ada di dunia ini," perempuan itu berkata dengan kesedihan yang mendalam, meski lirih tapi suaranya yang sangat lirih tapi begitu jelas di telinga kami.
"Maaf, saya rasa ibu salah, saya sudah bertunangan dan kami sebentar lagi akan menikah," kataku setelah aku sadar dari keterkejutanku sambil menggeleng. Aku tak percaya ada hal seperti itu, bagiku perjalanan waktu hanya ada di film dan cerita-cerita fantasi tak mungkin ada dalam kehidupan nyata.
Tiba-tiba saja aku merasa bersalah setelah mengucapkan kata-kataku apalagi saat aku melihat rasa kecewa yang mendalam di wajah cantiknya. Aku terkejut sekaligus takut ketika tubuh perempuan itu perlahan menghilang kemudian muncul lagi beberapa kali seperti sebuah gambar hologram.
Melihat hal itu, aku merasa sangat takut dan merinding, aku tidak bisa berfikir apapun. Aku ingin berlari dari tempat ini tapi kakiku tak bisa digerakkan. Tanpa sadar aku mengenggam tangan Ali dengan erat dan Ali melakukan hal yang sama.
Aku kembali merasakan aliran listrik itu lagi saat tangan kami saling bertaut, kali ini tidak hanya di ujung jemariku tetapi juga di seluruh tubuhku. Mataku dan Ali bertemu, lalu aku seperti melihat beberapa kilasan peristiwa, seperti melihat beberapa foto yang disatukan dalam sebuah klip video. Klip itu seperti bermain di kepalaku dan aku tak bisa berpaling.
Di klip itu aku melihat sepasang remaja yang tengah bergandengan tangan berjalan di pantai dengan senyum yang tercetak di bibir masing-masing, keduanya terlihat mesra dan penuh cinta. Kemudian aku melihat sebuah pesta pernikahan yang megah dan mempelai dalam pesta itu adalah sepasang kekasih yang tadi terlihat berjalan di pantai.
Gambar kemudian berganti menjadi gambar seorang perempuan tengah hamil besar tengah duduk di beranda dengan seorang lelaki yang berada di sisinya tengah mengelus perut buncitnya. Keduanya saling menatap dengan tatapannya begitu penuh cinta.
Setelah itu gambar kembali berputar, kali ini perempuan itu tampak tengah menggendong bayi. Dia tampak duduk di beranda, di sebelahnya tampak seorang lelaki yang tengah mencium keningnya. Setelah itu gambar yang berputar berganti dengan gambar sepasang suami istri yang tengah tersenyum bersama anak perempuan mereka dengan berbagai pose di mana anak perempuan di antara mereka tumbuh semakin besar.
Klip itu terus berputar dan berakhir dengan gambar sepasang suami istri yang sudah renta yang tengah duduk di beranda di kelilingi anak cucu mereka. Perempuan tua itu bersandar di bahu suaminya yang merangkulnya erat. Keduanya tampak tersenyum bahagia bersama orang-orang di sekelilingnya.
Gambar demi gambar yang muncul secara bergantian itu terlihat begitu nyata dan bercerita tentang perjalanan cinta sepasang remaja hingga mereka menua bersama. Mereka terlihat begitu serasi dan saling mencintai, Sebuah sebuah keluarga bahagia.
Aku terkejut saat menyadari wajah anak perempuan itu sangat mirip perempuan di hadapanku dalam versi muda. Dan yang membuat makin terkejut ternyata tokoh utama wanita di gambar-gambar itu aku tapi laki-laki yang ada di sana bersamaku bulan Harsya, tapi... Ali!
Aku segera menatap perempuan cantik di depanku tak percaya, tubuhnya tak lagi terlihat hilang timbul tapi terlihat nyata, D ia tersenyum lalu meraih tangan kiriku kemudian menggenggamnya. Aku hanya merasa, dia menyentuh jari manisku tapi saat aku mengangkat tanga kananku aku baru menyadari ternyata perempuan itu telah menyematkan cincin di di sana. Sebuah cincin! Sekilas aku mendengar perempuan itu berkata kalau cincin itu adalah cincin kawinku dengan Ali.
"Terimakasih, ma, pa. Aku ingin mama dan papa selalu saling percaya dan mencintai sampai kalian tua nanti."
Untuk sesaat aku tertegun dengan semua kejadian yang tak masuk akal ini, detik berikutnya aku melepas tanganku dari genggaman mereka dan berlari menuju ruang perawat.
***
AlanyLove