Baixar aplicativo
2.01% Alta dan Allamanda / Chapter 3: Bab 1 B | Sekolah Baru

Capítulo 3: Bab 1 B | Sekolah Baru

Bu Tara yang melihat Lamanda diam saja langsung menyenggol lengan murid di sampingnya itu dan berbisik, "Jangan senyum-senyum nggak jelas. Awas kesurupan, disini banyak setan. Apalagi di kelas ini penduduknya sarap semua."

Lamanda sontak menoleh ke arah Bu Tara kemudian tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi putihnya yang dibehel dan lesung pipi di bawah matanya yang menyipit saat tersenyum.

"Ayo perkenalkan diri kamu," perintah Bu Tara.

Lamanda kembali mengarahkan pandangan pada calon teman-teman barunya selama dua tahun kedepan. "Nama saya Allamanda Iris Lilyne-."

"Susah amat namanya? Sesusah aku melupakanmu." Kaldo mulai mengeluarkan gombalan terecehnya, padahal Lamanda belum selesai berbicara. Teman-temannya yang lain sontak ingin memuntahkan sarapannya kembali lalu melempar kursi ke arah Kaldo. Biar tahu rasa. "Heran deh. Ngelupain kamu kok susah ya? Padahal kalau disuruh nginget gampang banget," gumam Kaldo dengan tampang serius.

Lamanda menggaruk tengkuknya dan tersenyum canggung merespon manusia narsis yang beradius beberapa meter di hadapannya. Ia tidak bisa membayangkan menjalani hari-hari di sekolahnya dengan godaan Kaldo. Apalagi jika harus bertemu dengannya setiap hari. "-biasa dipanggil Lamanda," lanjut Lamanda mengacuhkan ucapan Kaldo.

"Abang panggil sayang boleh gak?" Lagi-lagi Kaldo membuat emosi penghuni ruangan kelas XI IPA 1 naik turun.

"Diem lo Kaldu!!" Arsya menatap sengit sambil mengepalkan tangan ke arah Kaldo. Yang diancam hanya mengangkat jari tengah dan telunjuknya, membentuk huruf V sambil nyengir lebar, mengajak berdamai. Lebih baik memang begitu daripada mencari masalah dengan Arsya, gadis itu memang anggota cheersleader yang terkenal girlie tapi ototnya setara dengan petinju kelas nasional. Soalnya, Kaldo pernah merasakan sendiri bagaimana kekuatan bogeman Arsya. Dan ia tidak ingin mencobanya lagi setelah dibuat mimisan selama dua hari.

"Makan tuh bogeman Arsya." sorak salah satu temannya yang bernama Budi.

"Hajar aja, Sya," timpal Damian memanasi.

Kelas kembali ricuh karena hampir seisinya membully dan menyoraki Kaldo. Mrs. Andin yang sedari tadi hanya diam langsung menggebrak meja meyuruh diam. Membuat kelas hening mendadak. Ia lantas menatap Lamanda. "Lamanda, kamu bisa langsung duduk di-" Mrs. Andin mengedarkan pandangannya mencari bangku yang kosong, "Di sebelah Raskal," putusnya. Lamanda mengangguk patuh dan menuju kursi yang ditunjuk Mrs. Andin.

Lamanda duduk tepat di kursi belakang pojok sebelah kanan. Tepat di belakang Arsya dan cowok berkulit putih pucat bernama Tristan. Dilihatnya Bu Tara yang sudah keluar kelas setelah pamit pada Mrs. Andin. Ia menghela napas lega.

Denah tempat duduk murid memang dibuat sistem 'siswa dan siswi' agar tidak ricuh saat pelajaran. Tahulah kalau cewek ketemu cewek dalam satu meja, bisa full gosip on the day. Apalagi cowok ketemu cowok yang ada malah grusak grusuk tidak jelas saat pelajaran karena keasikan live bigo-an sama cewek-cewek seksi atau mojok bareng sambil nonton blue film.

Arsya memutar tubuhnya 180 derajat, menghadap ke arah Lamanda. "Akhirnya kita satu sekolah lagi," ucap Arsya dengan mata berbinar.

Lamanda tersenyum menanggapi. "Kaila mana?"

"Beda kelas. Dia di ujung koridor kelasnya. XI IPA 4. Nanti pas istirahat kita samperin deh," jawab Arsya.

"Balik ngadep depan sana! Ganggu lo," ucap Raskal ketus karena merasa terganggu dengan ocehan Arsya.

"Suka-suka gue lah." Arsya melotot ke arah Raskal kemudian menatap Lamanda yang mulai mengeluarkan bukunya "Lo yang sabar aja duduk disamping kampret satu ini." Arsya menjulurkan lidah ke arah Raskal kemudian menghadap ke depan, mencoba memperhatikan Mrs. Andin yang sedang membahas materi tenses.

Raskal kembali fokus pada ponselnya. Membalas chat dari teman-teman dan para gebetannya. Bodoh amat sama pelajaran. Yang terpenting adalah gebetannya selalu bertambah, kalau perlu Raskal harus mengrafik peningkatannya dari hari ke hari nanti sepulang sekolah.

Lamanda memperhatikan teman sebangkunya itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sepatu converse hitam putih, kaos kaki hitam. Pagi-pagi seragamnya sudah berantakan. Kemejanya keluar, dasinya sudah hilang entah kemana dan dua kancing teratas kemejanya terbuka memperlihatkan kaos putih di dalamnya. Dan, what the this??!!

Lamanda mencoba menyembunyikan keterkejutannya. Wajahnya memerah. Ia mengalihkan pandangannya ke depan mencoba untuk bersikap biasa saja. Coba tebak apa yang Lamanda lihat dibalik kemeja tipis Raskal?

"Kenapa lo?" Raskal mengangkat kedua alisnya melihat Lamanda yang wajahnya merah padam seperti menahan sesuatu. "Kebelet?" Yang ditanya hanya menggeleng tanpa melihat Raskal.

Merasa ada yang aneh Raskal meletakkan ponselnya dan mendekatkan kursinya ke arah Lamada. Ia menyondongkan tubuhnya sedikit. Tangannya terulur meraih wajah Lamanda membuat si pemilik wajah terperangah.

"Lo sakaw?"

Lamanda hanya diam. Melihat tidak ada respon dari Lamanda, Raskal semakin mempertipis jarak diantara mereka sambil mengeluarkan smirknya yang membuat Lamanda semakin ciut.

Lamanda menahan napasnya ketika hidung mereka bersentuhan. Ia memberanikan diri mencengkram erat bahu Raskal agar tak terjungkal ke belakang. Saat Raskal hendak mendekatkan bibirnya Lamanda cepat-cepat menghindar dan berkata, "Kaos dalam lo kelihatan." Raskal mematung mendengar ucapan Lamanda. "Lo suka barbie ya?" lanjut Lamanda. Ingatan Raskal kembali mundur pada kejadian tadi pagi saat ia terburu-buru pergi ke sekolah dan dengan cerobohnya mengambil asal kaos di lemari.

Jadilah aibnya terbongkar sekarang.

"RASKAL!!" Suara menggelegar Mrs. Andin sontak membuat seisi kelas mengalihkan pandangan ke arah Raskal dan Lamanda yang terlihat seperti sedang berpelukan.

Raskal menjauhkan tubuhnya dan berdeham menghilangkan gugup sambil memperhatikan Lamanda yang tertunduk malu. Wajah mereka sama-sama merah padam.

"Gila gue kalah start!!" Kaldo memecah keheningan dengan menggebrak meja setelah insiden teriakan Mrs. Andin tadi.

"Jauh-jauh dari temen gue!!" teriak Arsya sambil menjambak rambut Raskal. Membuat empunya mengaduh dan segera menjauhkannya diri dari gapaian Arsya.

"Sya! Sakit bego!!"

"Bodo amat,"

"Astagfirullah. Inget bukan mukhrim, Kal. Istigfar." Teman-temannya tidak berehenti mengoceh. Membuat kedua terdakwa semakin tersudutkan.

Jengah. Raskal memutar matanya dan berdecak sebal. "Salahin aja temen sebelah gue!! Suruh siapa pelukable, kan jadi pengen peluk terus!!" teriaknya menghentikan ocehan beruntun yang tidak akan ada habisnya kalau tidak segera diinterupsi.

Lamanda mendelik kesal ke arah Raskal yang hanya menunjukkan tampang tanpa dosa.

"Sudah. Kita lanjutkan pelajarannya," ucap Mrs. Andin membuat seisi kelas kesal nggak ketulungan karena harus fokus kembali pada kata-kata yang bahkan mereka nggak paham artinya. "Dan kamu Raskal, kalau mau mesra-mesraan lihat situasi dan kondisi dulu. Jangan langsung nyosor. Memangnya Lamanda sudi dipeluk makhluk macam kamu. Dia pasti mikir beribu kali," lanjutnya sambil melanjutkan kegiatan mengajarnya.

Sontak seisi kelas tertawa. Seakan menyetujui ucapan Mrs. Andin.

Raskal mencebikkan bibirnya "Guru rese.

Ia melirik Lamanda kemudian mendengus kesal dan kembali memainkan ponselnya.

***

Terimaksih sudah membaca sejauh ini

Ditunggu komentar menyebalkannya.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C3
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login