Untuk kamu yang baru aja pindah sekolah dan ketemu teman-teman baru.
Selamat Membaca
1. Sekolah Baru
Seharusnya cinta bukan hanya sekedar saling bersama dan memiliki. Cinta yang sejati adalah ketika kita tahu bahwa ia tidak bisa termiliki tapi kita dengan ikhlas tetap menyisakan ruang hati untuknya.
***
Lamanda masih mematung tepat di hadapan sebuah gerbang yang hampir tertutup rapat, memberikan akses jalan untuk siswa-siswi yang mulai berlarian karena bel masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Ia mengedarkan pandangan pada bangunan besar dihadapannya. SMA Advent. Bangunan yang didominan cat putih itu berdiri kokoh tepat di ujung sebelah utara, berjejer dengan SD dan SMP Advent yang merupakan satu yayasan.
Dulu ia sering berdiri disini, menunggu seseorang datang dan menggandeng tangannya menuju halte untuk menunggu bus datang. Sebuah kegiatan sederhana namun manis yang sempat ia sematkan di jadwalnya pada hari akhir sekolah. Sabtu siang pukul 13:00.
Ia sangat merindukan moment tersebut. Jika saja ada hari dimana semua permintaan akan dikabulkan. Lamanda hanya akan meminta waktu diputar kembali untuk melanjutkan cerita yang dipaksa berhenti pada pertengah jalan.
Membayangkan hal yang tidak mungkin, ia tersenyum miris, menghela napas sejenak sebelum melangkahkan kakinya kembali. Dalam hatinya ia berharap semoga ini adalah cara yang terbaik untuk menyembuhkan luka dan memulai hidup barunya.
Langkahnya menimbulkan derapan kecil ketika melewati koridor panjang yang beberapa hari lalu pernah ia lewati bersama bundanya saat mengurus beberapa berkas pindahan dan pengambilan seragam serta buku-buku yang diperlukan. Ditariknya jaket kuning cerah yang mulai merosot di bahunya sambil sesekali menghela napas, menenangkan degup jantungnya.
Lamanda menghentikan langkahnya tepat di depan ruang guru yang pintunya dibiarkan terbuka. Meskipun sedikit ragu dan gugup, pada akhirnya ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
Hari ini, Lamanda sudah siap untuk berdamai dengan semesta dan kembali menulis kisah klasik pada lembaran baru hidupnya.
***
Alta menghembuskan napas kesal begitu melihat gerbang dihadapannya tertutup rapat. Ia kembali mengemudikan mobilnya dan memarkirkan Chevrolet Camaro silvernya itu di salah satu sudut area belakang sekolah. Dengan menyandang tas di sebelah bahunya, ia kemudian keluar dengan bantingan keras pada pintu mobil.
Ia berjalan ke arah gerbang belakang dan mulai memanjatnya. Sebenarnya bisa saja ia memanjat atau bahkan memaksa satpam membukakan gerbang utama. Tapi ia sangat malas berurusan dengan guru piket saat ini.
Setelah berhasil masuk. Alta langsung menyusuri lorong gedung kelas XII yang terlihat sepi. Menjajaki satu persatu lantai ubin dengan santai dan tenang. Ia melirik Casio G Shock hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Angkanya menunjukkan 07:15. Telat 15 menit pikirnya.
"Darelion!! Lion!! Berhenti kamu!"
Alta berdecak dan tidak menggubris teriakan memekakkan telinga itu. Ia memilih melanjutkan jalannya agar cepat sampai di kelas dan segera duduk di kursinya.
"Darelion Altair Angkasa!!" Teriakan itu menggema lagi dengan volume lebih kencang dari sebelumnya.
Alta menghentikan langkahnya kemudian berbalik dan berhadapan langsung dengan sosok bertubuh gempal di depannya.
"Apa?" tanya Alta sambil mengerutkan alisnya.
Bu Ramti -guru piket yang memanggil Alta tadi- mengelengkan kepalanya melihat respon dari murid menyebalkan tersebut. "Kenapa kamu telat?" pada akhirnya, pertanyaan yang hampir selalu diulang-ulang itu kembali ia lontarkan.
Alta menghembuskan napas kesal. Pertanyaan basi. "Karena nggak tepat waktu," jawabnya tanpa dosa.
Bu Ramti memejamkan mata sejenak, mencoba menstabilakan emosinya. Kemudian matanya terarah pada rambut Alta. Ia melotot horror. "Itu rambut kamu ketumpahan cat lagi atau bagaimana? Atau pigmen rambut kamu baru ganti?" Ia geram melihat kelakuan murid di hadapannya itu. Padahal baru kemarin ia masuk sekolah dengan rambut yang benar. Hitam. Catat, baru kemarin. Sekarang malah berulah lagi.
Alta menyisir rambut blondenya ke belakang dengan tangan. "Baru ganti warna baru," jawabnya santai.
Dada Bu Ramti sudah naik turun menahan emosi. Wajahnya memerah. "Minggu lalu warnanya hijau, kemarin lusa merah dan sekarang apa lagi ini? Sekalian kamu warnain rambut kamu seperti pelangi. Biar komplit dan nggak usah ganti-gati warna lagi!!" bentak Bu Ramti.
Alta mengedikkan bahunya santai. "Ide bagus. Biar mirip Sehun."
Bu Tara melotot mendengar ucapan Alta. "Berdiri kamu di lapangan sampai bel istirahat pertama!" tunjuknya ke arah lapangan
"Saya kesini buat sekolah. Belajar. Bukan buat hitamin kulit," ujar Alta kemudian melanjutkan jalannya yang sempat tertunda. Belum genap empat langkah ia menghadap Bu Ramti kembali, "Oh iya. Nama saya Alta bukan Lion. Situ kira saya singa," Alta berbalik meninggalkan Bu Ramti yang masih emosi di tempat.
"Kurang aja kamu!!"
***
Suasana kelas yang hening karena pelajaran sedang berlansung mendadak ricuh karena kedatangan Bu Tara yang membawa murid baru yang kelewat cantik kalau menurut Kaldo, manusia tengil yang terkenal gara-gara pernah mengikuti audisi 'Raja Gombal', tapi gagal di pertengahan jalan. Sontak semua menatap Lamanda yang berdiri di samping Bu Tara.
Lamanda yang merasa risih karena tatapan teman-temannya memilih mengedarkan pandangan ke seantero kelas sampai matanya menubruk sosok yang sangat dikenalnya. Ia lantas tersenyum kecil. Yang ditatap pun sebaliknya, bahkan sangat antusias terlihat dari matanya yang begitu berbinar. Namanya Arsya La Daguise.
Sahabat Lamanda dari kecil.