Baixar aplicativo
87.5% Summer and the Time Traveler / Chapter 7: Tujuh

Capítulo 7: Tujuh

Aku itu aneh, penakut tapi suka menakut-nakutii orang. Aku ingat sekali dulu aku pernah merekayasa sebuah kejadian sampai membuatnya terdengar horror. Rumah tante dari nenekku memang cukup menyeramkan. Sepi bertingkat dua, dan di sebelahnya terletak sebuah rumah sakit atau tempat perawatan yang sudah tak terurus. Persis seperti keadaan rumah-rumah besar yang dipakai menjadi setting film horror. Jadi sudah tidak asing sesuatu yang seram terjadi di sana. Hari itu aku dan Rio main kejar-kejaran, aku lari ke lantai dua lalu bersembunyi di balik rak tv besar di sana, aku yakin tak satupun orang akan menyadari keberadaanku. Rio celingak-celinguk mencariku dan tidak mendapatkan apa-apa, lalu kembali menuruni tangga. Aku menunggu beberapa menit hingga aku yakin Rio sudah tak mencariku lagi. Lalu aku turun dan buru-buru masuk ke kamar belakang. Aku tersenyum licik saat tau kalau Rio tidak menyadari gerakanku tadi. Aku bersabar, menunggu beberapa menit lagi lalu keluar ke hadapan Rio. Dia hanya bisa "Hey darimana saja kau?" dan kujawab "Daritadi aku di kamar saja, ada apa?" dengan nada berpura-pura heran dan bingung. Itu merupakan kebohongan terbesarku yang berhasil membuatnya ketakutan. Sebenarnya aku tak bisa menahan tawa saat ia menceritakan kisah "seram"nya di depan keluarga kami. Tapi aku memang picik, sampai sekarang hanya aku dan Tuham yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hari itu.

Tak terasa aku sudah berada di depan pintu rumahku. Kupencet bel lalu langsung masuk, aku tak suka menunggu.

"Hellooo! I'm Home!"

Aku masuk dengan teriakan seperti itu, bukan teriakan heboh, hanya teriakan malas yang terdengar beler di telinga, layaknya orang mabuk.

"Darimana aja mas? Dapet temen baru nih kayanya." Goda Rin sambil sibuk dengan buku gambarnya. Aku sedikit terganggu, kenapa si semua orang menggambar hari ini. seperti sedang menyindirku yang tak pandai melukiskan apa yang ada dipikiranku. Aku yakin kalian semua juga akan tercengang jika aku yang memiliki imajinasi tingkat dewa ini diberikan berkat bakat menggambar seperti kalian. Ahaha entahlah aku jadi begitu kesal tiba-tiba. Mungkin faktor "Rin". Aku selalu tak menyukai apapun yang ia kerjakan, aku memang kakak yang jahat.

Aku bergeser sedikit ke dapur dan mendapati ibuku sedang asik menyiapkan makan malam untuk kami.

"Mah, masak apa hari ini?"

Ibuku menengok dan baru menyadari kepulanganku. Ia menunjukan beberapa kreasi barunya dari pernak-pernik yang ia bawa dari pasar. Escargot ala bunda, pasta carbonara, salad, dan sebuah ayam kalkun besar menghiasi tengah meja. Aku heran makanan sudah sebanyak ini, apa lagi yang sedang mama masak. Tapi yasudahlah itu hobinya dan pasti ia juga bosan seharian di rumah jadi sempat mengubah menu makanan yang biasanya hanya telur mata sapi setengah masak menjadi layaknya dinner di restaurant bintang lima.

Sehabis membersihkan diriku setelah seharian di luar rumah, aku kembali turun ke ruang makan menyusul yang lain yang sudah menungguku. Lama juga ternyata aku menghabiskan waktu di kamar mandi, sekitar tiga perempat jam. Rin menggerutu tapi tak berhasil mendapat simpatiku sama sekali. Kami semua makan dengan lahap setelah ayah memimpin doa. Aku sendiri langsung menyerbu semua yang ada di meja makan, padahal aku terkenal sebagai orang yang paling gak suka makan dan anti mencoba menu baru. Sesuatu yang langka sampai membuat orang tuaku bingung tetapi turut senang melihatnya. Ayah bertanya apa saja yang kulakukan hari ini. Aku cukup bangga menceritakannya, mungkin tak ada yang spesial dari ceritaku, tapi sesuatu yang spesial adalah ketika aku mempunyai sebuah cerita dalam hal bergaul yang lebih banyak dari Rin. Seperti kebalikan, ia yang hari ini di rumah saja. Aku bersyukur terhindar dari ocehan pamernya yang suaranya saja membuatku ingin muntah mendengarnya. Aku sangat tak menyukai adik perempuan. Mungkin ini yang membuatku hanya menilai perempuan dari fisiknya dan susah tertarik untuk mendalami sifatnya yang sebenarnya mereka miliki.

Usai makan, dengan perut kembung yang orang-orang biasa bilang buncit seketika ini, aku langsung pergi ke kamarku. Aku pikir ada yang kurang jika aku langsung mengakhiri hari yang indah ini tanpa bermain dengan Xbox kesayanganku. Melihat baru jam setengah delapan. Masih bisa bermain 2-3 jam lagi pikirku. Jadi kupasangkan kabel HDMI ke TV kamarku dan bermain hingga diriku mengantuk nanti. Yasudah aku ingin bermain dulu, selamat malam!

...............

Jam telah menunjukkan pukul 10 malam. Kau terlelap dan aku sendiri disini. Mmm... aku rindu kamu. Atau, sebenarnya semua yang kurasakan ini hanyalah bosan. Ya, itu benar. Tapi pasti tak benar sepenuhnya. Jika iya, rasanya tidak mungkin aku membuang waktuku hanya untuk sekedar mencari tanda "read" pada pesanku untukmu berkali-kali. Hanya mengeceknya, aku tak tega membangunkanmu dari tidurmu yang cantik, dengan pipi menggembung dan terkadang iler di pinggir bibir hingga ke pipimu, ahahaha.

Aku terkejut, entah ada koneksi apa antara diriku denganmu. Kau seperti menjawab panggilan tulisanku, baru saja aku mulai menulis baris ketiga, layar yang sedaritadi aku nyala matikan ini nyala dengan sendirinya. Handphoneku tidak rusak, tetapi karena notifikasi dari balasanmu. Aku sangat senang kau sudah selesai beristirahat, tapi lebih lagi aku senang karena kau sudah beristirahat. Aku sayang padamu. Aku tidak mau sesuatu terjadi padamu. Love, Dana (tertanda, September-2016).

...............

Aku terbangun.

Ayolah Mr.Brainy! ini masih jam 3 pagi! untuk apa membangunkanku sepagi ini! Hhh... sunyi, tak ada suara sedikitpun, tak mungkin aku terbangun karena suara yang menggangguku. Mama, Ayah, dan Rin juga pasti sedang terlelap, untuk apa membangunkanku. Bulu kudukku merinding seketika saat mulai membayangkannya. Kudengar jika dirimu terbangun pada malam hari tanpa alasan yang jelas, itu berarti ada sesuatu yang sedang memperhatikanmu yang membuat otakmu menerima sinyal dari tatapannya lalu membangunkanmu. Semua khayalanku ini membuatku tak bisa kembali tidur. Yang kulakukan sekarang hanya duduk, menggeser tubuhku lebih kebelakang untuk bersandar, menyalakan lampu tidur di meja belajarku lalu menatap tepat kedepan, Seperti benar-benar 0˚ ke depan dengan tatapan kosong untuk beberapa menit.

Mungkin Aku memang simbol dari kata aneh. Jika ada yang menyebut "orang aneh" dalam obrolannya, itu berarti dia sedang membicarakanku. Aku suka kesunyian, tapi aku tidak suka kesepian. Ini terlampau sunyi. Aku mengambil buku diaryku dari dalam laci disamping kasurku ini. dengan cahaya remang, aku menuliskan apa yang kutulis disini. Terbangun jam 3 pagi dari tidur yang baru kumulai jam 1 malam. Dengan rasa takut seakan-akan "Diana" karya David Sandberg itu nyata dan sedang berdiri di depanmu, yang tertutup diselimuti kesunyian yang sangat dalam. Rasanya, seperti kau berada di tengah goa yang tidak sudi untuk mengulang satu patah pun kata yang kau ucap. Jika kau bertanya-tanya mengapa aku kesepian, jawabannya sama, karena aku aneh. Sekarang aku senang, tak berarti 5 menit kemudian aku tetap senang. Moody, membuat kalimat "Kenapa sih lo moody banget kayak cewe?" sudah tak asing di telingaku. Aku sedih karena pikiranku sedang ingin bercanda denganku, dia sangat jail dengan cara membuatku sedih, membuatku mengingat sesuatu yang membuatku seperti ini.

Aku jadi ingat dulu aku pernah terbangun seperti ini juga. Lalu dengan isengnya membuka grup chat yang berisi aku dan keempat kawanku, yang kunamakan "5cees" dan membanjirinya dengan spam. Saat itu juga jam 3 pagi, tetapi ternyata aku tidak sendiri saat itu. Leo dan Ken ternyata juga terbangun dan menuliskan "WOY BERISIK!" hampir bersamaan. Mereka berdua bangun untuk melihat klub kesayangannya berlaga. Leo untuk PSG, Ken untuk Arsenal. Aku yang netral asik saja mengolok-ngolok mereka berdua malam itu. Grup berisi kicauan 3 orang yang sudah bisa disejajarkan dengan hiruk-pikuk pasar malam yang pasti pernah mendatangi kotamu, membuat yang tersisa bangun.

"Ada apaan nih berisik-berisik?"

"Tau masih jam 3 juga, tidur! Tidur!"

"Yaaaaaahh anak mami lah, sana balik bobo sama emak ahahaha."

"Siaaaaal."

"Udahlah Arsenal lagi kalah diem aja gausah berisik!"

"Taulah, lagian kiper udah tua masih dipake aja, sama the blues aja udah didepak."

"Striker mandul lah. Ahaha"

"Wah parah nih aku dibully, liat ajalah nanti, lagi fokus premier league nih."

"Yaelah paling juara 4."

"Ahahahahahahahaha"

Celotehan-celotehan seperti itu yang aku rindukan.

Aku menyalakan TV, mencoba melihat apa ada acara menarik malam ini, entah itu suguhan pertandingan ataupun sekedar cuci mata. Tapi yang kukatakan saat itu adalah "Duh apaan sih nih!" keluhku akan acara-acara tv yang tak kusuka. Aku lupa, jam 3 disini, berarti jam 8 atau 9 di jakarta. Berharap dapat hiburan malam malah mendapat suguhan kartun. Aku juga tidak mungkin mengganggu jam sekolah teman-temanku. Mereka pasti sedang dijemur sambil hormat kepada sang saka merah-putih. Berpikir tidak mungkin moodku membaik tiba-tiba, aku tak punya solusi lain selain kembali menjelajahi pulau kapuk. Brilian!


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C7
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login